11. Orang Lama atau Orang baru?

18.2K 3.1K 3.5K
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Sekalipun ada istilah cinta habis di orang lama, tapi aku lebih yakin sesuatu yang dimulai dengan niat baik dan diraih dengan cara yang baik pula, sekalipun ternyata orang baru yang ditakdirkan berjodoh, urusan cinta pasti dituntun oleh Sang Pemilik hati nantinya."

—Arsyila Farzana Ghaziullah El-Zein—

Saat ini Ghazi sudah berada di tengah-tengah pakde dan budenya, memegang ponsel yang diangkat sejajar dengan wajahnya seraya asyik mengobrol dengan cinta pertamanya, yaitu sang ibu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat ini Ghazi sudah berada di tengah-tengah pakde dan budenya, memegang ponsel yang diangkat sejajar dengan wajahnya seraya asyik mengobrol dengan cinta pertamanya, yaitu sang ibu. Beberapa menit sudah berlalu sejak ponsel milik pakdenya itu pindah ke tangannya.

"Ibu, kados pundi penampilan Mas wau?" tanya Ghazi pada ibunya. Ia tahu ibunya pasti sudah melihat atraksinya yang direkam dan dikirim oleh pakdenya.

"Apik banget, Mas. Ibu langsung deleng wayah pakdemu kirim videone. Hebat banget cah baguse Ibu, iso mubeng-mubeng ing langit ngunu," puji Ibu Tantri—ibunya Ghazi, pada sang anak. (Bagus sekali, Mas. Ibu tadi langsung lihat waktu pakdemu kirim videonya. Hebat sekali anak gantengnya Ibu, bisa muter-muter di langit gitu).

"Alhamdulillah menawi sae , Bu. Mas sebenere deg-degan sanget ditingali kaliyan kluwarginipun komandan athar, eh..." (Alhamdulillah kalau bagus, Bu. Mas sebenarnya deg-degan karena dilihat sama keluarganya Komandan Athar, eh..)

"Lumrah deg-degan, Mas. Sapa wae yen ditingali calon maratuwa mesthi deg-degan. Nggih, kan?" Ibunya Ghazi sambil tertawa kecil menggoda putranya itu. (Wajar deg-degan Mas. Siapapun kalau dipantau calon mertua pasti deg-degan. Iya, kan?"

"Ngoten nggih, Bu," Ghazi terkekeh malu. "Oh nggih, bapak pundi, Bu?" (Oh iya, bapak mana, Bu?"

Calon mertua apanya, batin Bude Ratna seraya melirik sinis pada Ghazi yang tak menyadari ekspresinya sekarang.

"Iki bapake sampeyan enggal wangsul teka sawah, durung adus, Mas." Ibu mengarahkan kamera ke posisi bapak. "Pak, iki anak lanangmu nggoleki." (Ini bapakmu baru pulang dari sawah, belum mandi, Mas).

Kini layar ponsel sudah dipenuhi dengan wajah laki-laki yang mulai keriput dan rambutnya yang sudah beruban, seiring bertambahnya usia. Di dahinya masih tersisa buliran keringat sebab seharian bekerja di bawah sinar matahari, merawat sawah supaya menghasilkan beras yang berkualitas nantinya.

"Pak, enggal wangsul? Mas dados kangen melu Bapak teng sawah." (Pak, baru pulang? Mas jadi kangen ikut Bapak ke sawah).

"Iya, Mas. Mengko yen mulih kudu melu Bapak saben dina ya, Le..." (Iya, Mas. Nanti kalau pulang harus ikut Bapak setiap hari ya, Le..."

"Nggih, siap '45, Pak," balas Ghazi bersemangat. Pasalnya sudah setahun ini Ghazi belum pulang kampung lagi. Sedangkan dulunya, sejak kecil ia selalu ikut dan membantu bapak di sawah, jadi wajar saja dia selalu rindu masa-masa selalu bisa ikut bapaknya ke sawah. "Sampun rumiyin nggih Pak, Bu... mangke Mas hubungi malih."

Lentera HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang