ઈଓ 06࿐

35 9 0
                                    

i am here for you꒷︶꒷꒥꒷‧₊˚꒷︶꒷꒥꒷‧₊˚

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

i am here for you
꒷︶꒷꒥꒷‧₊˚꒷︶꒷꒥꒷‧₊˚

"ayaka," panggilan dari ketua himanya (laki-laki) itu membuat ayaka menoleh. dia baru mengeluarkan kotak bekalnya. mau makan.

"tolong buatin ulang surat izin sama pptnya. gue gak bisa ngandelin sekre baru itu. kacau banget kerjanya," katanya.

"bukannya sekre ada dua?"

si ketua mengerutkan alis, tidak suka mendengar jawaban barusan. "jadi lo mau handle atau gak? gue mau ngurus persiapan rapat."

"ya. tapi sekre satu masih nganggur," ayaka menunjuk ke arah perempuan yang menjabat sebagai sekretaris satu.

"terus?"

"lo mau numpahin semua kerjaan ke gue dan biarin cewek lo santai-santai? lo pikir ini organisasi apaan?" ayaka mengatakannya dengan wajah datar.

sedetik kemudian, lembaran surat itu dilempar ke wajahnya. "lo cuma wakil, gue ketuanya. gue yang ngatur di sini. bukan urusan lo mau gue ngasih kerjaan ini ke siapapun. kalo gak suka, tinggal keluar dan cari pengganti lo. jangan ribet."

ayaka mengumpat dalam hati. tapi setelah kepergian ketua tolol itu, dia memungut surat-surat yang terjatuh dan duduk kembali di kursinya. ternyata benar ya, setinggi apapun pendidikan, tidak menjamin akhlaknya bagus. ayaka heran kenapa bisa dia dipasangkan dengan ketua macam itu.

karena kerjaan bertambah, dia melewatkan 3 jam pelajaran dan malah sibuk mengejar deadline pekerjaan organisasi. ayaka sendirian di ruangan itu sampai sore. tidak ada yang membantunya. bahkan ketua bodoh itu malah ikut pergi bersama pacarnya, si sekretaris satu.

selamat tinggal nilai sempurna. ayaka memang ingin mencari pengalaman bekerja sama dengan orang, tapi ini namanya bukan kerja sama, tapi kerja rodi.

ayaka baru sadar kalau di luar sudah gelap, jadi dia menutup laptopnya dan bersiap untuk pulang. hari ini berjalan lebih buruk dari biasanya.

dia tidak sempat makan siang, kerjaannya tidak selesai, dia tidak ikut pelajaran, dan sekarang dia sendirian keluar gedung fakultas yang masih agak ramai oleh mahasiswa semester akhir.

saat menyalakan kembali ponselnya yang dimatikan daya sejak siang, panggilan suara langsung masuk. aiku meneleponnya.

ayaka yang mau menangis itu menarik napasnya sebelum menerima panggilan tersebut.

"apa?"

"tadi sore gue jemput lo, tapi lo gak keluar-keluar, lo udah di rumah?" suara cepat aiku mendominasi pendengarannya.

".. i.. iya."

"jujur aja gue nelpon karena perasaan gue gak enak. lo masih di luar kan?"

"..." ayaka menunduk. menatap paperbag berisi kotak makan siangnya. dia sadar kalau sendiri itu memang tenang, tapi juga lebih melelahkan.

"masih di kampus, kan? gue jemput ya?"

"iyaa.. jangan lama-lama..." tangis ayaka keluar sedikit demi sedikit.

telepon segera terputus. dan ayaka duduk sendirian di pinggir trotoar. jarang sekali dia pulang malam begini, udaranya dingin dan sepi, dan menyedihkan.

dia tidak sempat memikirkan banyak hal, hanya diam, sambil menunggu aiku datang. untunglah tidak butuh waktu lama untuk cowok itu segera muncul.

"lo ngapain di situ, anjir? emang gak ada pos buat nunggu?" aiku langsung turun dari motornya.

"ada. tapi males," ayaka berdiri. dia sudah menetralkan tangisannya.

"dingin, kan? bego bener dah lo," aiku melepas jaketnya dan menyelimuti tubuh ayaka. perlakuan yang sama seperti dulu ketika pertama kali mereka bertemu.

"bisa jangan ngatain gak? gue lagi sedih tau!" bibir ayaka cemberut, matanya juga berair.

"sedih kenapa? siapa yang bikin lo sedih? cowok? sini gue injek bijinya," aiku menangkup kedua pipi ayaka.

si cewek tertawa. "kenapa harus biji sih, tai. bikin ketawa aja lo! orang lagi pengen nangis juga."

"lo gak tau rasa sakit kalo biji diinjek. sakitnya kayak ngelahirin anak."

"kayak pernah ngelahirin aja."

"gak penting. yang mau gue bahas sekarang, siapa yang bikin lo nangis, hmmm???? semoga cowok, biar gampang gue gebukinnya."

ayaka menarik senyuman tiba-tiba, lalu dia menggeleng. "gue disakitin sama ekspetasi gue sendiri."

"siapa yang bikin lo mikir gitu?"

"kan udah gue bilang, gue—,"

"pasti ada alesannya lo jadi mikir kayak gitu. gue mau tau siapa orangnya. cepet kasih tau," aiku mengatakannya seperti seorang bos. ganteng, tapi menyebalkan.

"ketua hima.. dia nyuruh gue ngerjain hampir semua kerjaan, cuma karena akhirnya pendapat gue yang dipake. dia nyuruh gue kerja, tapi dia biarin ceweknya yang sekre satu santai-santai," ayaka menghela napas, dia lelah berpura-pura.

"ketua anjing. kasih tau yang mana mukanya," aiku langsung mengedarkan pandangannya ke sekitar gedung.

"udah pulang. kalo ada juga gue gak mau lo marah ke dia."

"kenapa?"

"nanti urusannya jadi panjang. selagi gue masih bisa megang kerjaannya, ya gapapa," ayaka menyentuh lengan bawah aiku.

"hima jurusan itu organisasi besar, anjing. bisa-bisanya dia nyuruh lo ngerjain semuanya sendiri. kalo mentalnya masih mental bocah mah gak usah kuliah, gak usah jadi ketua hima. tolol banget. bisa-bisanya ada orang milih dia jadi kahim, goblok," aiku jadi misuh-misuh sendiri. tangannya sudah lama tidak dipakai untuk menghantam orang, dia jadi gemas.

"ya, kan? emang tolol, goblok, gak ada otak!" ayaka menyambung umpatan itu.

"gak kebayang masa depan hima di tangan ketua yang kepalanya kosong begitu." aiku menggelengkan kepala, lalu menatap ayaka, "padahal punya wakil cantik begini."

"cat poo, bisa-bisa malah flirting," ayaka tertawa salah tingkah, reflek meninju perut berotot aiku.

"cat poo?"

"tai kucing." ayaka memberi jari tengah.

"lo jadi wakil rumah tangga kita aja lah," aiku mengacak-acam rambut ayaka dengan tenaganya yang besar itu sampai rambut si cewek berantakan.

"si bego, gue abis pake vitamin rambut!!" ayaka kesal, tapi kesalnya karena dia terlalu senang. banyak perasaan yang muncul dibenaknya semenjak dia kenal aiku. malam rasanya jadi tidak menyedihkan lagi.

-

[✔] [11] independent ; oliver aikuWhere stories live. Discover now