ઈଓ 04࿐

50 13 0
                                    

this feeling꒷︶꒷꒥꒷‧₊˚꒷︶꒷꒥꒷‧₊˚

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

this feeling
꒷︶꒷꒥꒷‧₊˚꒷︶꒷꒥꒷‧₊˚

banyak sekali pertanyaan yang dimulai dari kata 'kenapa?' di kepala ayaka.

dia anak tunggal yang sejak kecil sudah ditinggal ayah dan ibunya bekerja. ayaka tumbuh bersama pengasuh yang pensiun ketika usianya 11 tahun. kemudian selama 9 tahun itu, ayaka mengurus semuanya seorang diri. daftar sekolah sendiri, bangun tidur sendiri, belajar sendiri, belanja sendiri, masak sendiri, semuanya sendiri.

"harus mandiri, ya. jangan lemah, jangan bergantung ke siapapun, jangan mau ngalah cuma karena kamu terlahir jadi perempuan," begitu kata ibunya.

ayahnya juga bilang, kalau perempuan harus punya visi dan misi, juga prinsip hidup yang tegas. kedua orang tuanya itu membiarkan ayaka tumbuh mandiri tanpa bantuan siapapun sejak usianya 11 tahun. mereka bilang, orang lain boleh hutang budi pada kita, tapi kita tidak boleh hutang budi pada orang lain. bahkan ketika dulu dia pacaran, ayaka tidak pernah mendapat perlakuan spesial.

mungkin itulah kenapa ayaka selalu bingung saat aiku memperlakukannya begini. dia heran kenapa aiku membayar makanannya, kenapa dia mengantarnya pulang, menjemputnya, dan sekarang.. mendengarkan ceritanya sambil mengelus kepalanya.

lihat saja, sejak makanan mereka sampai, ayaka sibuk curi-curi pandang ke tangan besar aiku. perasaan yang asing itu, dia mau merasakannya lagi. tapi gengsi kalau harus memintanya.

lagian.. harusnya sekarang mereka sudah putus. kan perjanjiannya hanya pacaran sehari? tapi kenapa..

"makan dih. ngapain ngeliatin gue makan? minta disuapin?" aiku juga sadar dia sejak tadi diperhatikan ayaka.

ayaka melotot, "b-bukan! pengen banget diliatin, cih."

"udah ketangkep basah, masih aja ngeles," aiku lanjut makan lagi. ramen pedas itu kesukaannya.

"gue ngeliatin itu.. ramen lo. merah banget, anjir. lo pake minyak cabe berapa sendok?" ayaka meringis melihatnya. kalau dia jadi lambung aiku, pasti dia sudah protes.

"setengah botol," aiku menjawab santai.

ayaka melotot lagi, "seriusan?" tapi dia heran kenapa aiku seperti sangat menikmatinya. ayaka yang penasaran itu, mengambil botol minyak cabai dan menuangnya ke mangkuk sendiri.

tidak banyak, beberapa kali pencet saja. dia masih sayang pencernaannya. tidak mau lagi kuliah malah sibuk ke kamar mandi.

walaupun tidak sebanyak aiku, tetap saja kuah ramennya berubah jadi merah terang dan, "pedes banget!!!"

aiku di sampingnya tertawa. "ngapain ngikut-ngikut sih kalo gak kuat? kayak bocah aja lo."

"abis lo kayak keenakan itu," ayaka mengambil gelas minumnya dan minum seperti orang kesetanan.

"iyalah keenakan, orang dienakin," aiku menyeringai. sempat-sempatnya dia memasang muka cabul begitu. langsung saja ayaka menendang kakinya dari bawah meja.

"pak, tambah lagi kuahnya," aiku mengambil mangkuk milik ayaka dan memberikannya ke pak pemilik.

"siap~~" katanya. setelah menambahkan kuah seperti request aiku, mangkuk itu dikembalikan.

"cobain. harusnya pedesnya udah sedikit ilang," aiku menaruh mangkuk itu di depan ayaka.

si cewek lagi-lagi hanya terdiam. menatap mangkuk itu tanpa bicara. dia tidak pernah berhenti bertanya-tanya pada setiap perlakuan aiku.

kenapa cowok yang mukanya mencurigakan ini begitu peduli padanya?

padahal sikap ayaka tidak terlalu baik saat mereka bertemu. tapi sudah lah, daripada memikirkan itu terus lebih baik dia makan dan segera pulang.

-

aiku mengantarnya lagi ke rumah. ketika sampai dan ayaka turun, dia belum masuk, dan aiku juga belum pergi.

mereka hanya diam di tempat masing-masing dengan isi pikiran yang berbeda.

"kenapa?" aiku bertanya duluan.

"apanya?"

"kenapa nggak masuk?"

ayaka melirik ke sana ke sini sebelum menjawab "pengen nungguin lo pergi."

"gue malah pengen nungguin lo masuk," aiku nyengir kecil.

"gue mau masuk.. tapi.. ada syaratnya," ayaka mengatakannya seperti bocah smp ingin menyatakan perasaan.

"apa?"

cukup lama suasana diam itu, sebelum ayaka tiba-tiba mengambil tangan aiku dan meletakkan di atas kepalanya sendiri.

aiku terkejut, jelas saja. kenapa cewek ini tiba-tiba aneh begini?

"i-ini namanya apa?" ayaka belum menurunkan tangan aiku dari kepalanya.

"namanya.." aiku bengong sebentar seperti orang bodoh. baru kali ini dia menemukan spesies semacam ayaka begini. ".. pat-pat.. kayaknya."

"pat-pat.. lucu namanya.." ayaka nyengir. perasaan yang asing itu, sudah jelas adalah ketertarikan.

aiku mendengus sambil tersenyum, kemudian dia menggerakan tangannya sendiri untuk mengelus lagi kepala ayaka. "be-go."

"kok malah ngatain?!" bibir ayaka cemberut.

"digituin doang seneng?" aiku mulai tertawa geli.

"ya.. abis.. rasanya enak.."

"ada yang lebih enak dari ini, mau gue tunjukin, nggak?" seringaian laknat itu muncul. tapi malah membuat ayaka jengkel.

"bisa nggak jangan kotorin suasana syahdu ini pake otak cabul lo itu?"

pecah sudah tawa aiku melihat ekspresi ayaka yang berubah drastis. dari anak kucing, menjadi siluman kucing.

"kira-kira kalo lo diginiin sama cowok lain bakal seneng juga nggak?"

ayaka terlihat berpikir sebentar. "nggak tau."

"idih, minimal bilang 'aku cuma mau diginiin sama kamu, sayang' gitu kek," muka aiku sepat.

"bohong dosa."

"nyakitin perasaan orang juga dosa," aiku menyentil dahi ayaka. "masuk sana. udah gelap, ntar diculik om-om."

"elo om-om-nya!"

"mau banget gue culik lo?"

ayaka sudah tiba di titik habis kesabarannya, mau menendang kepala aiku tapi bagaimana, dia juga senang diperlakukan begini. "pergi sana! makasih udah nganter! besok-besok gak usah!"

lucu sekali melihat ayaka mengatakan sambil marah-marah. ternyata benar ya. even though she's independent, she still needs some pats. how cute she is.

-

[✔] [11] independent ; oliver aikuWhere stories live. Discover now