Sang Raja dan Penyihir

2 0 0
                                    

Rosie mematut-matut diri di depan cermin. "Kau yakin mantranya bisa bekerja dengan baik?"

Camelia yang sibuk membolak-balik halaman almanak mengangguk dengan yakin. "Pasti bisa, kok. Aku sudah pernah menggunakan mantra yang serupa untuk menyamar jadi pelayan. Yah, cuma untuk iseng-iseng saja, sih."

Terdengar bisik-bisik. Little Kirke mengintip lewat pintu kamar. "Apa kami sudah boleh masuk, Tuan Putri?" tanyanya.

"Belum!" jawab Rosie dan Camelia bersamaan.

"Oke," desah Kirke. "Kita tidak punya banyak waktu. Para prajurit itu akan segera kemari dalam waktu kurang dari setengah jam untuk melakukan patroli. Kalau sampai mereka tahu kita di sini—"

"Tidak usah khawatir," tukas Camelia. "Mereka tidak akan tahu."

Maka Kirke pun pergi. Camelia menarik napas dalam-dalam lalu berkonsentrasi.

"Tutup matamu," dia memberitahu Rosie. Dengan percaya diri, Rosie menutup matanya rapat-rapat. Camelia lalu merapalkan mantra.

"Changia temporarium, changia joureus! Changia luneum, changia reclutus!"

Camelia mengulangi mantra itu sampai enam kali. Tidak terasa sakit atau semacamnya, pikir Rosie. Dia bergegas membuka matanya. Dilihatnya Camelia duduk bersimpuh di hadapannya, tampak puas.

"Sempurna!" dia bertepuk tangan. "Ayo, berbalik dan lihat ke cermin!"

Rosie merasa ragu. Dia memutar badannya perlahan-lahan. Ekspresi shock-nya tak bisa digambarkan dengan kata-kata. Alih-alih mendapati bayangannya sendiri, dia melihat bayangan Camelia. Dan memang sungguh-sungguh Camelia. Rambut hitamnya yang berombak, matanya yang seperti bunga violet, kulitnya yang mulus tanpa cela... siapa lagi kalau bukan Camelia?

"Oh!" seru Rosie, terlonjak. "Kau berhasil! Maksudku, kita berhasil! Sudah kuduga, almanak itu memang sangat ampuh!"

"Di sini tertulis bahwa mantranya hanya bertahan sampai tengah malam," ujar Camelia sambil membaca. "Kau harus memperbaharuinya sebelum berpakaian di pagi hari."

Rosie berputar di tampat sambil memandangi tubuhnya yang baru. "Benar-benar mantra yang luar biasa! Sekarang yang kubutuhkan hanya—ehm—duplikat kalungmu."

"Oh, iya, aku hampir lupa!" Camelia menepuk dahi. "Hanya kalung itu yang dapat meyakinkan mereka bahwa kau sungguh-sungguh aku yang asli."

"Jangan khawatir," kata Rosie. "Kita akan mencari mantra yang cocok di dalam almanak." Ia menelusuri daftar mantra darurat dengan jarinya. Setelah ketemu, ia membaca mantra itu. "Replique!" Dalam sekejap kalung bulan sabit itu terbentuk di sekitar lehernya. Camelia bersorak.

"Itu baru namanya sempurna!" katanya. "Ayo, aku tak sabar melihat reaksi yang lain begitu melihat penampilanmu."

Mereka berdua menuruni tangga menuju pintu penginapan, di mana Rowlish dan Marzavi sudah menunggu sambil mengunyah jerami. Saking shock-nya melihat dua Camelia berjalan menghampiri mereka, kedua pemburu itu meludahkan jerami dan menatap Rosie sambil melongo.

Puddlepot yang baru saja tiba dari gudang makanan menjatuhkan tumpukan wortelnya karena kaget. "Demi cermin dan buah beri!" katanya. "Kalian serius? Kalian seperti kembar—maksudku kalian benar-benar jadi kembar!"

"Benar sekali," jawab Rosie, menirukan gaya bicara Camelia. Dia sadar betapa miripnya suaranya dengan Camelia sekarang. "Aku siap sekarang. Mana Little Kirke?"

Yang dicari muncul bersama William dan Tabib MacDonald.

"Kalian sudah ketemu mantranya? Hebat!" kata Tabib. "Lakukan sekarang! Cepat!"

MAHKOTA BERDURIWhere stories live. Discover now