Sesuatu yang Pantas Diketahui

3 0 0
                                    

Montgomery menunggu. Napasnya putus-putus tapi diselingi tarikan yang mirip desau angin diantara ranting pohon. Gideon masih dalam cengkeraman Alfendork, masih diam memandang udara kosong. Matanya yang basah dan sembab berkedip-kedip dengan bimbang.

"Hanya itu yang bisa kuceritakan," kata Montgomery. "Karena itulah aku di sini. Karena itulah aku pergi ke tempat ini. Tapi selain itu, ada kejadian yang lebih buruk lagi..."

Alfendork membisu selama sang ksatria bercerita, dan sampai saat ini pun masih membisu, entah apa yang ada dalam pikirannya. Montgomery meneruskan. Gideon, yang keringat dinginnya bercucuran, tangannya mengepal erat di kedua sisi tubuhnya sampai buku-buku jarinya memucat.

"Kerajaan itu... kerajaan yang kulayani... mengalami serangan tepat sehari setelah aku pergi. Aku bisa melihat dari ufuk timur dan barat, kuda-kuda yang berlari kencang dengan napas api dan tapak yang menghasilkan bekas-bekas dalam di tanah ketika mereka berlari. Aku bisa mendengar desah napas penunggangnya, semua membawa panji-panji kerajaan yang mereka layani. Para prajurit itu—mereka semua tiba di malam hari—tapi keesokan harinya, semua habis. Tak tersisa. Belum pernah aku melihat pemandangan semengerikan itu. Aku tak punya pilihan selain pergi. Pergi jauh dari negeriku sebelumnya. Dalam hati, kujuluki diriku sendiri 'pengkhianat,' tapi aku benar-benar tak tahu apa yang harus kulakukan.

"Maka dari itu, sobatku Gideon, mimpi-mimpimu harus terhenti sampai di sini. Kau takkan melihat para prajurit berbaju besi yang membawa pedang, atau kuda-kuda anggun yang surainya berkemilau di bawah matahari, atau ksatria gagah berani yang kauanggap seperti diriku. Yah, inilah dia. Aku tak bisa tidak mengatakan bahwa aku orang yang lancang berbohong, bahkan aku bisa dibilang ksatria pengecut. Sekarang kau boleh mengutarakan pendapatmu."

Alfendork lalu tertawa. Tawa paling mengerikan yang menggema, membuat bulu kuduk yang mendengarnya berdiri. Tawa itu sangat kejam dan dingin, bahkan Montgomery tak mampu memaksa telinganya mendengar tawa semacam itu. Gideon menggigit bibirnya keras-keras. Setelah mendengar cerita Montgomery yang panjang lebar, merasa tak pantas mengatakan sepatah kata pun. Alfendork meniup telapak tangannya. Ia segera menghilang dalam kepulan asap hitam yang pekat itu, namun muncul kembali di sebelah Montgomery. Dari kegelapan, ia menghunus sebilah gunting dingin, lalu ia tempelkan benda itu di pipi Montgomery, memaksa sang ksatria berlutut di hadapannya.

"Jadi," kata Alfendork sambil menyeringai, "begitulah asal mulanya. Aku tahu kau sesungguhnya tak bermaksud meninggalkan rajamu, tapi... sungguh sayang, para penyihir sejati, seperti yang rajamu inginkan... sudah punah dari dunia ini."

"Kau bohong!" geram Montgomery. "Pria Druid itu memberitahuku bahwa para penyihir masih ada. Mereka adalah keturunan murni Merlin yang Agung. Buktinya Gideon terlahir dari salah satunya!"

"Merlin... aku juga pernah mendengar nama itu..." kata Alfendork, suaranya bergemerincing seperti ular derik. "Raja Penyihir yang tersohor, Gayahad, adalah ayahnya. Dia terlahir dari bangsa raksasa yang bernama Woadth. Merlin, yang membantu Raja Arthur naik tahta dengan mencabut Excalibur dari batunya. Tapi setelah itu, dia berkhianat pada sang raja dan memutuskan bunuh diri dengan menceburkan dirinya ke Rawa Kematian. Kisah yang bagus, tapi akan lebih baik jika kukatakan dia pergi untuk selama-lamanya demi kepuasannya sendiri. Jadi... ksatria yang hebat... apakah kau sedemikian percayanya pada orang tua bodoh yang mengkhianati kaummu sendiri? Kaum manusia?"

"Ya, aku percaya padanya," kata Montgomery tak gentar. Ujung gunting Alfendork melesak lebih dalam ke daging pipinya. Kedua mata si makhluk jahat, yang merah membara, kini berkilat-kilat kehijauan.

"Maka jika maumu demikian, sudah waktunya kalian berdua—orang-orang bodoh—untuk belajar," kata Alfendork, lebih pada dirinya sendiri. Ia meyabetkan guntingnya ke udara, membentuk pola huruf S yang samar-samar, lalu dengan gerakan sekejap memasukkan kembali gunting itu ke balik bajunya. Gideon awalnya mengira Alfendork bermaksud memenggal kepala Montgomery, tapi nyatanya tidak. Ada sehelai rambut Montgomery yang tersangkut di ujung guntingnya.

MAHKOTA BERDURIWhere stories live. Discover now