10

10 2 1
                                    

     "Sierra."

     Suara itu dan tepukan lembut di pundaknya membangunkan Sera dari tidur. Perlahan-lahan dia membuka mata hingga akhirnya kesadarannya terkumpul penuh. Dia terkejut saat mengetahui posisi kepalanya bersandar nyaman pada lengan Ferran. Bagaimana ini bisa terjadi? Astaga. Dia sangat malu. Dia berharap mulutnya tidak terbuka dan tidak mengiler saat tidur tadi. Namun dia tidak merasakan basah di sekitar kedua sudut bibir dan pipinya. Syukurlah.

     "Maaf," ucapnya pelan setelah menegakkan kepala dan tubuh.

     "Enggak papa. Kamu enggak salah," Ferran membalas sambil menatap Sera, sementara yang ditatap enggan menatap balik. Ini di depan bakal calon suami, lho. Dia tidak percaya diri menunjukkan wajah setelah bangun tidurnya. "Kamu pasti capek. Tidur kamu nyenyak."

     "Iya."

     Sejenak Sera melihat Ferran sambil menampilkan senyuman kikuk. Tentu saja dia lelah setelah menempuh perjalanan udara selama sekitar lima belas jam. Namun lantaran sangat excited akan dijemput gebetan, tidurnya tidak pulas saat di pesawat. Dia ingin segera sampai di tanah air dan bertemu Ferran. Ini menjadi pertemuan pertamanya usai memutuskan saling mengenal satu sama lain. Bagaimana dia tidak excited?

     Sehari setelah momen makan siang di halaman belakang rumah Miranti itu, Sera pergi ke Adelaide, Australia. Jadi selama ini dia dan Ferran bertemu lewat tulisan chat pesan atau suara di ponsel. Itu saja sudah membuatnya berbahagia. Pasalnya dia tidak menyangka Ferran benar-benar melakukannya. Maksudnya menghubunginya, berkomunikasi dengannya, meski kadang hanya sekadar menanyakan kabar. Itu membuatnya berpikir bahwa Ferran bersungguh-sungguh dalam proses perkenalan ini. Apalagi sampai rela menjemputnya di bandara.

     Sampai saat ini Sera baru bisa menyimpulkan bahwa Ferran tidak termasuk lelaki yang kaku layaknya kanebo kering, dingin, irit bicara seperti kebanyakan karakter di Wattpad. Namun tidak juga banyak bicara. Menurutnya, Ferran merupakan pribadi yang hangat.

     "Oh, ternyata udah sampe," gumam Sera ketika melihat ke luar. Ferran mengiyakan.

     Sera menyesal karena tertidur dalam perjalanan ke rumahnya. Jadi dia tidak bisa menikmati kebersamaannya dengan Ferran lebih lama. Harusnya tadi dia menahan kantuknya. Omong-omong, dia penasaran bagaimana sampai kepalanya bisa bersandar di lengan Ferran. Apakah itu ketidaksengajaannya? Atau Ferran yang membuatnya begitu? Dia berharap yang sebenarnya terjadi adalah opsi yang kedua. Seperti di drama-drama. Si lelaki tidak ingin kepala si perempuan yang sedang tidur terantuk kaca mobil. Akhirnya si lelaki berinisiatif untuk membawa kepala si perempuan bersandar di lengannya. Pemikiran tersebut membuatnya tersenyum.

     "Sierra, kamu enggak mau keluar?"

     Pertanyaan Ferran membuyarkan lamunan Sera. Dia malu untuk yang kedua kali. Semoga Ferran tidak menganggapnya gila karena senyum-senyum sendiri. "Oh. Iya, Mas."

     Sera segera membuka pintu, lalu keluar. Begitu pula dengan Ferran. Lelaki berkemeja biru muda dan celana panjang biru kelasi itu mengeluarkan koper dari bagasi, lalu menyerahkan pada Sera. Mereka berdiri di depan gerbang rumah Sera.

     "Makasih ya, Mas, udah jemput dan nganterin aku," ucap Sera diakhiri dengan senyuman.

     "Iya, sama-sama."

     "Enggak mau mampir dulu?" Berbeda dengan malam itu, pagi ini Sera sudah berani berbasa-basi.

     "Makasih tawarannya, tapi saya mau ada meeting. Mungkin next time."

     Sera mengangguk paham. Ferran berpamitan. Sera tetap berdiri di tempat menatap Ferran yang melangkah menjauhinya. Namun, lelaki itu berbalik badan, kemudian berjalan mendekati Sera.

     "Saya lupa sesuatu," kata Ferran ketika sudah berdiri di hadapan Sera.

     "Apa?"

     "Maaf, tadi saya lancang nyenderin kepala kamu ke tangan saya. Saya cuma khawatir kamu jatuh."

     Sera mematung dan membisu sejenak. Pipinya langsung merona merah. Apa dia tidak salah dengar? Jadi benar, ketika dia tidur di mobil, telah terjadi adegan seperti di drama-drama romantis. Huwaaaaa bapeeeeeeer. "Enggak papa, Mas," balasnya pada akhirnya. "Makasih udah khawatir sama aku," sambungnya sambil tersenyum malu-malu.

     "Kamu ngingetin saya sama Sara."

     Seharusnya Sera tidak baper dulu jika akhirnya harus kecewa seperti ini.

***


Jangan lupa vote dan comment 😘
    
    
    
    

ROMANSA KLISEWhere stories live. Discover now