"Eh iya, sekarang pelajaran Bapak ya." Bia menepuk keningnya sembari tertawa kecil. Zyan dibuat terpaku beberapa saat akan pemandangan itu.

Bia terlihat begitu manis saat tertawa seperti itu.

"Kamu bukan beneran deket sama dia?"

"Nggak lah, Pak. Dia punya pacar." Meskipun lusa akan menjadi jomblo, Bia tetap tidak akan suka pada Leon. Jadi Bia tidak berbohong.

"Kalau gitu kamu harus jaga jarak. Atau nggak orang lain bakal anggap kamu hobi hadir dalam hubungan orang."

Perkataan Zyan bisa tergolong kasar. Namun, karena itu fakta dan memang kerjaan Bia begitu, Bia hanya tertawa lucu. Mentalnya sudah terlalu terlatih dulu untuk merasa tersinggung akan hal sekecil itu.

"Saya serius, sikap kamu bisa buat cowok itu berpaling."

Itu memang tujuan Bia. Lagi-lagi Bia menanggapinya dengan tawa kecil.

"Julukan saya dulu emang pelakor, Pak." Bia tersenyum. "Padahal saya nggak ngapa-ngapain, tapi cowok-cowok teman saya malah kepincut. Keren 'kan?"

Tanpa Bia perhatikan, tangan Zyan di bawah terlihat mengepal.

"Nggak tau siapa yang salah. Saya sendiri atau emang cowok yang setia itu susah ya, Pak?"

Zyan berdeham, mendadak dia melonggarkan dasinya seolah tercekat. "Bukan kamu yang buruk, mungkin iya cowoknya yang nggak setia. Ah, maksudnya mungkin waktu yang nggak tepat. Cowoknya bisa aja benar-benar tulus sama kamu. Intinya itu bukan kesalahan kamu."

Bia tersenyum seraya mengangguk-angguk. "Jadi pacar orang juga bisa jadi yang terbaik buat kita ya?"

"Nggak, bukan gitu maksud--"

"Bapak punya pacar?"

Zyan terdiam. Rautnya benar-benar kaget akan pertanyaan berani Bia itu.

Bia seketika tertawa kencang. "Bercanda," ucap Bia dengan kerlingan mata jenaka. Namun, begitu melihat ekspresi Zyan yang tak berubah, Bia pun mengerjap penuh salah.

"Maaf, Pak. Saya terlalu lancang ya?" Bia mengetuk-ngetuk kepala dengan kepalan tangannya.

"Padahal Bapak udah bilang nggak terlalu nyaman sama sikap temen-temen saya, tapi saya malah jauh lebih keterlaluan. Bapak seumuran sama kakak saya, jadi secara nggak sadar terlalu berani. Maaf ya, Pak."

Bia menatap penuh pada Zyan dengan mata bulatnya. Bukan trik, Bia benar-benar merasa bersalah untuk ini. Beberapa kali Bia sudah katakan jika bisnisnya ini tidak cocok untuk guru. Bia merutuki diri dalam hati.

Zyan mengangguk meski matanya malah terpaku pada tatapan Bia dibanding ucapannya. "Oke, nggak papa."

Senyum Bia yang mudah terbit terlihat kembali. "Makasih Pak. Kalau gitu, saya pamit duluan ya"

Zyan bergumam sebagai bentuk persetujuan. Cewek itu pun melenggang dengan langkah yang lumayan tergesa. Bisa Zyan lihat sesekali Bia masih mengetuk-ngetuk kepalanya. Kebiasaan saat dia merasa sudah melakukan kesalahan.

Membuat Zyan yakin kalau itu memang dia, di saat semua sikapnya membuat bingung.

"Kamu itu amnesia atau apa? Atau kamu terlalu licik dari apa yang aku bayangin?"

oOo

Nean bilang tidak bisa pulang dengan Bia. Katanya ada urusan dengan organisasi pencinta alamnya. Sebagai gantinya Nean sudah meminta Kean untuk menjemput. Namun, karena kakaknya itu masih ada sedikit urusan, dia bilang akan sedikit terlambat datang.

Putus berbayarTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon