Ukurannya semakin menjulang tinggi, kedua sisi terbentang sayap lebar. Sayap itu bergerak melindungi Thalia agar tidak terluka. Di sekitar mereka terdapat perisai pelindung tipis yang mampu menghalau efek ledakan portal dimensi.

Ace dengan sosok barunya mengamati kondisi sekitar yang sudah rata akibat ledakan. Istana Orthello telah hancur. Butuh waktu untuk kembali membangun sebuah istana baru. Ace tidak mengkhawatirkan hal tersebut.

Ia menoleh mendapati Thalia jatuh karena terkejut akibat pergerakannya. Ekspresi kesakitan terlihat jelas di wajahnya-siku Thalia sedikit terluka. Tidak lama, tatapan Thalia terpaku padanya. Kedua matanya berbinar menatapnya tanpa ada rasa takut sedikitpun.

"Cantiknya." Ujarnya kagum.

"Akhirnya, Ace bisa menjadi sosok dirinya yang lain." Sahut Raja Helium yang selamat dari ledakan karena bersembunyi di tempat yang aman.

"The Red Phoenix." Gumam Thalia. "Dia Ace?" Sambungnya bertanya.

"Benar." Jawab Raja Helium. "Keturunan unik dari pemilik mata merah. Tidak semua pemilik mata merah bisa menjadi seperti Ace." Sambungnya.

***___***

Ace yang lain berwujud Phoenix melebarkan sayapnya. Dengan tatapan nyalangnya mampu membuat Mictlain terlempar kebelakang, serangan hujan api bertubi-tubi mengenainya. Sebagian tubuh Mictlain melepuh akibat melindungi dirinya sendiri. Sebuah perisai pelindung setebal apapun akan hancur dengan hantaman hujan api tersebut.

Mictlain tersungkur dengan penampilannya yang mulai tampak berantakan. Kedua mata indah milik Phoniex menatap seluruh penjuru kerajaan yang sudah hancur. Benar-benar hancur. Kelak, Ace akan bekerja keras membangun kembali kekaisarannya yang baru mulai dari nol.

"Ace awas!" Seru Thalia memperingatkan si Phoenix. Serangan Mictlain mengenai kedua sayapnya.

Hembusan angin kencang akibat kepakan sayap sang burung api yang terbang membuat Thalia harus memejamkan matanya. Ia terbang amat cepat dan siluet cahaya merah keemasan membuat garis lurus di langit yang gelap, mengikuti setiap pergerakan Phoenix.

Serangan kembali menghujani lawan, Mictlain berusaha melindungi dirinya. Sekejab tubuhnya terlempar kebelakang akibat hantaman kedua kaki burung yang besar itu. Mictlain tersungkur. Kedua matanya menatap penuh amarahan burung yang kini terbang tinggi menjauhinya.

Burung api tersebut kembali menyerang Mictlain, terjadi pergulatan hebat diantara kedua monster besar tersebut.

Thalia menatap khawatir kearah burung api tersebut. Ia ingin membantu—tapi bagaimana caranya?

Di sudut lain, Raja Ricard dan Duke Smith mencoba menyerang Phoenix. Mereka berdua mencoba membantu Mictlain dengan mengambil celah untuk menyerang burung api.

Thalia menghilang dan muncul tepat dihadapan mereka. Ia segera mengarahkan pedang sihirnya untuk mencegah mereka berdua, netra heterochromia-nya menatap tajam kedua orang pria yang sudah membuatnya kesal.

"Sekali maju, aku tidak akan segan menebas kepala kalian berdua!" Ancam Thalia dengan bahasa kasarnya.

Raja Ricard terkekeh, "Beginikah Thalia si gadis manja yang biasa aku kenal. Bersikap brutal dan tidak mempunyai rasa hormat kepada rajanya?"

"Justru aku ingin tertawa miris setelah kamu menjadi raja di kerajaan ini. Lihatlah! Karena kemampuanmu, bagaimana nasib kerajaan Orthello sekarang?" Balas Thalia dengan nada dinginnya, "Hancur!" Sambungnya penuh penekanan.

"Semua tidak akan terjadi kalau saja kalian berdua tidak mengusik dan merusak semua rencana kami!" Jawab Duke Smith tak kalah sengit.

Gadis itu berdecak kesal, "Kenapa jadi melemparkan kesalahan pada kami? Tidak sadarkah ulah Ibumu sendiri dan Duke Smith yang sudah menyebabkan semua ini terjadi." Jawab Thalia.

"Menyingkirlah! Aku akan menyelesaikan semua dan membangun kembali kerajaanku!" Ujar Raja Ricard.

Thalia tertawa, "Apa yang akan kau lakukan? Tidak sadarkah bahwa kondisimu sendiri sudah hampir bisa dikatakan tragis?"

Raja Ricard teringat Salsabila, ia tersinggung dengan perkataan Thalia. "Setelah selesai peperangan ini. Aku akan menjatuhkanmu hukuman berat karena membiarkan calon Ratu baru dibunuh olehnya."

Thalia tertawa, "Saya turut berduka cita."

Ekspresi Raja Ricard amat dingin, ia menyerang Thalia menggunakan pedangnya. Tangan Thalia yang sudah sangat terlatih. Ia menangkis dan membalas serangan dari mantan tunangannya gesit. Raja Ricard terhenyak menghadapi kemampuan Thalia yang selama ini ia tidak pernah tahu.

Wanita di depannya ini benar-benar mampu bertanding pedang dengannya, seperti seorang ahli pedang berpengalaman. Dalam beberapa kesempatan, Raja Ricard kelimpungan menghadapi serangan Thalia. Sementara Duke Smith, pria itu tidak tinggal diam menonton dua orang beradu pedang.

Sesekali ia menyerang Thalia menggunakan sihirnya—Thalia menghindar dan hampir terkena sihir akibat ia sedikit lengah. Duel dua lawan satu memang tidak seimbang apalagi kedua pria menghadapi satu wanita.

Duke Smith merapalkan mantra, ia melemparkan sihir kearah Thalia. Tubuh Thalia tiba-tiba tertarik kesamping karena tangannya di tarik oleh tangan kekar, ia limbung dan tubuhnya menabrak dada bidang Raja Helium—penguasa Kerajaan Renegades menyelamatkan dirinya.

"Terimakasih, Yang Mulia." Sahut Thalia seketika menarik diri dari dada bidang Raja Helium, wajahnya tertunduk—ia malu.

Thalia canggung, tapi hatinya sedikit tergoda, karena bisa merasakan dada bidang milik Raja Helium si sugar daddy. Si penguasa Kerajaan Renegades—tolong sadarkan Thalia bahwa ia masih dalam kondisi genting, jiwanya yang sudah dewasa jadi mudah tergoda oleh pria-pria matang di dunia fiksi yang sempurna ini.

"Kalian berdua pria pengecut. Berani mengeroyok seorang wanita." Raja Helium menatap nyalang kedua pria didepannya.

I WANT YOUWhere stories live. Discover now