[03] Hujan

91 13 2
                                    

Selepas kuliah, aku bersama Nindy, Ryn, dan Gina memutuskan untuk pergi ke kantin sambil mengerjakan tugas kelompok. Sebenarnya deadline tugas ini masih lama, namun karena kami ingin menghabiskan waktu bersama, maka kami putuskan untuk mengerjakan tugas saja. Tugas ini juga lumayan susah untuk dicari. Daripada mengerjakan ketika mepet deadline dengan hasil yang tidak maksimal, lebih baik dikerjakan sekarang, bukan?

"Jadi.. gimana ceritanya, Gin?" tanyaku dengan mata yang masih terpaku pada layar laptop dan jemari yang menari-nari di atas keyboard.

"Cerita apaan?"

"Ck. Itu.. gimana ceritanya lo bisa ditembak?"

"Ah, telat lo, Win. Mangkanya kemaren dateng."

"Yah kan kemaren gue ga bisa, Gin."

"Kemaren lusa si Gina diajak ke pasar malem. Terus si kating nembak dia di sana," sahut Ryn.

"Lah gitu doang?" tanyaku heran.

"Ya intinya sih begitu. Cerita lengkapnya udah lewat. Gue males cerita lagi," jawab Gina.

"Dih. Emang dasar 'teman' lu, Gin," balasku. "Kok lu bisa langsung nerima sih? Siapa tau kan lu dijadiin pacar yang kesekian sama dia."

"Ngaco lu kalo ngomong. Gue udah kenal lama sama dia. Dia kakak kelas gue waktu SMP. Dan dari SMP gue emang udah kagum sama dia, tapi dia ga kenal gue. Dan ternyata gue malah sekampus sama dia, bahkan satu UKM."

"Berarti lu baru tau karakternya pas kuliah, 'kan?" tanyaku lagi.

"Nggak juga. Karena dari SMP gue selalu merhatiin dia. Dia termasuk anak populer. Prestasinya juga bejibun. Ketua osis pula. Gimana gue ga kagum coba?"

"Lu yakin dia cowok baik-baik?" tanya Ryn yang tiba-tiba ikutan nimbrung. Sementara Nindy dari tadi hanya menyimak sambil mencari-cari referensi tugas di internet.

"Yakin banget. Gue percaya sama dia. Kita juga sering komunikasi. Entah gue yang nanya-nanya ke dia, atau gantian."

"Hm.. bagus dah kalo lu udah yakin sama dia. Ngomong-ngomong, gue kayaknya ga pernah ngerasain jatuh cinta deh," ucapku. Dan seketika mereka bertiga langsung memberikan tatapan heran kepadaku.

"Hah? Yang bener aje lu, Win? Umur udah hampir kepala 2 gini, masa belom pernah?" tanya Nindy yang tiba-tiba nyerocos.

"Asli. Gue ga tau. Tapi gue yakin sih ga pernah. Emang rasanya jatuh cinta kayak apa?"

"Lu pernah ngerasa deg-degan pas lagi di deket cowok?" tanya Nindy lagi.

"Nggak."

"Jalan berdua sama cowok?" kini giliran Gina.

"Apalagi itu. Nggak pernah. Lu tau sendiri 'kan, gue kayak gimana?"

"Emang dasar lu aja yang nolep, Win. Pas lagi ada yang ribut-ribut, gue yakin lu juga bakalan cuek aja," ucap Nindy, yang memang sudah memahamiku sejak SMP.

"Ya begitulah," balasku cuek sambil mengangkat bahu. "Nih, gue udah selesai nyari referensinya. Lumayan banyak. Besok atau nanti malem dilanjut lagi deh. Sekarang mending kita pulang. Udah mendung tuh."

Mereka bertigapun menyetujui ucapanku dan segera membereskan barang-barang disekitar mereka. Memasukan alat tulis, buku-buku, dan laptop ke dalam tas. Saat aku merogoh saku celanaku untuk mengambil kunci motor, ternyata benda itu tidak ada di sana. Dan dengan panik, aku langsung merogoh ke tasku. Mencari-cari keberadaan kunci motor itu.

Lose | WINRINA / JIMINJEONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang