75

960 85 9
                                    

Walau Elena tidak berjanji di hadapan Frank namun sikapnya di hadapan Mattew dan Shawn tidak seperti sebelumnya. Kini ia lebih banyak diam dan Mattew merasa sedikit janggal.

Shawn belum diijinkan pulang ke rumah. Mereka bergantian menjaga Shawn sesuai waktu luang masing-masing. Hari ini Mattew akan kembali ke New York untuk memulai masa magang di rumah sakit.

Saat ia bersiap Elena masuk ke kamarnya dan duduk di ranjang.

"Ibu mungkin akan jarang mengunjungimu. Kau tahu keadaan Shawn seperti apa. Ibu tidak bisa meninggalkannya".

"Bukankah ayah ada? Aku tahu semua ini terlihat palsu. Tapi sampai kapan kita hidup seperti ini? Apa ibu tahu apa yang aku pikirkan?".

"Matt...".

"Aku tidak percaya diri untuk membawa pacarku. Aku telah berpikir untuk mengakhiri hubungan kami. Entah di masa depan aku bisa jatuh cinta lagi atau tidak. Memikirkannya saja, aku sangat takut mom".

"Sayang, tolong jangan seperti ini. Jalani saja semua seperti orang normal. Apa yang terjadi sekarang, itu antara ayah dan ibu. Kau dan Shawn, kalian harus memiliki jalan hidup sendiri".

Mattew tertawa getir. Ia mengunci kopernya.

"Tolong jaga diri ibu dengan baik. Jangan pedulikan aku. Aku bisa menjaga diriku sendiri".

Mattew memeluk ibunya kemudian menyeret kopernya keluar. Theodor akan mengantarnya ke bandara.

"Beritahu aku apapun jika itu perlu. Kau adalah orang yang sangat dipercaya oleh keluarga Jensen. Jangan kecewakan aku".

Ucap Mattew pada Theodor sebelum masuk ke ruang tunggu penerbangan.

Di kantor, walau hari masih pagi tapi Elena merasa seluruh tubuhnya meriang. Ia mencoba minum kopi panas tapi sama saja, malah kepalanya semakin sakit dan ia muntah.

Dengan sedikit sempoyongan ia menyeret kakinya untuk beristirahat di kamar. Kamar ini dulunya adalah milik Frank. Elena berusaha berbaring dengan menekuk kedua kakinya. Kembali perkataan Mattew melintas. Ia hanya bisa menggigit bibirnya dan membiarkan air matanya turun.

Theodor yang baru saja datang membawakan sarapan. Ia melihat komputer Elena menyala namun ia tidak menemukan Elena. Ia pergi ke kubikelnya dan mulai bekerja. Sudah satu jam dan Elena belum muncul. Dengan ragu Theodor menghubungi ponsel Elena. Dering ponsel itu ada di ruangan yang sama dengannya.

Hati kecilnya menuntun langkah Theodor untuk memeriksa seisi ruangan termasuk mendatangi kamar Frank yang tertutup. Ia mengetuknya beberapa kali namun tak ada suara.

Theodor memutuskan untuk menelepon Frank.

"Maaf Tuan Jensen tapi Nyonya ... aku tidak melihatnya di ruangan kerjanya. Namun semua barang-barang miliknya ada di atas meja".

"Apa maksudmu?".

"Aku tidak tahu tapi aku takut sesuatu yang buruk terjadi. Aku sudah memeriksa semua sisi ruangan kecuali... kecuali kamarmu. Aku tidak berani masuk".

"Baiklah Theodor".

Hanya dalam hitungan setengah jam dan Frank sudah tiba di kantor. Beberapa karyawan yang melihatnya heran karena sudah lama mereka tidak melihatnya. Tapi seperti biasa, sikap dingin dan dominan dirinya mampu membungkam setiap mulut yang menatapnya. Ia naik lift menuju puncak gedung.

Theodor yang melihatnya di ujung lorong langsung menghampirinya dan menceritakan kembali situasi beberapa saat lalu.

Dengan langkah panjang Frank langsung menuju kamarnya dan membuka pintu. Ia tertegun sejenak melihat Elena yang sedang berbaring dan memeluk dirinya sendiri. Pemandangan ini membuat perasaannya tercekat.

SECOND HOME (TAMAT)Where stories live. Discover now