10. Memadamkan untuk Menghidupkan

Start from the beginning
                                    

Fara mengangguk. "Maka dari itu, saya percaya Mbak Zana perempuan baik. Sekarang Mbak sudah tau semuanya. Jadi Mbak bersedia menjauh dari Mas Ghazi, kan?"

"Jika Mbak bersedia, akan lebih mudah bagi saya untuk menemui Mas Ghazi dan memperbaiki semuanya. Saya mohon... apakah saya perlu bersujud supaya Mbak mau merelakan Mas Ghazi?" Fara memohon. Perempuan itu bangkit dari duduknya dan hendak merendah di hadapan Zana.

"Mbak Fara, jangan seperti ini. Tidak enak dilihat banyak orang." Zana segera berdiri dan meraih tangan Fara membantunya kembali berdiri.

Beberapa orang sudah mulai menyadari keberadaan Zana dan Fara, mereka mulai memperbincangkan mereka.

"Saya minta tolong, jangan seperti itu lagi, ya?"

"Jadi Mbak Zana sudah bersedia?" Fara tampak sumringah.

Zana terdiam beberapa saat. "Saya juga mau mendengar dari Lettu Ghazi. Sebaiknya masalah ini dibicarakan baik-baik, dilihat dan didengar dari dua sudut pandang agar lebih adil," jawabnya tegas.

"Jadi Mbak Zana tidak percaya pada saya?"

"Mbak Fara tidak perlu takut jika yang Anda bicarakan tadi benar. Saya hanya ingin mendengar dari Lettu Ghazi juga. Setelahnya baru saya bisa mempertimbangkan," jawab Zana tersenyum simpul.

Fara tak menyangka Zana akan berkata demikian. Fara salah, ia pikir Zana adalah gadis lemah dan hanya bisa menurut, tapi nyatanya tidak. Zana bahkan bisa berkata tegas, padahal awalnya dia tampak menyedihkan, layaknya seseorang tak berdaya yang dilabrak.

"Mbak Zan—"

"Mari ikut saya. Lettu Ghazi sedang bersama Kakak saya. Nanti saya minta Kakak saya menjauh dulu."

"Mbak Zana tunggu... Ini saya punya bukti foto saya bersama Mas Ghazi," Fara mencegah Zana. Perempuan itu mengambil ponsel dari dalam tasnya, kemudian menyusul Zana yang sudah beberapa langkah di depannya.

"Ini foto saya dan Mas Ghazi saat dia sedang pesiar. Dia yang membelikan tiket kereta saya ke Jogja dan dia memberi saya kejutan ulang tahun." Fara menunjukkan foto laki-laki berseragam taruna dan dirinya, perempuan yang memegang bunga, mereka tampak berada di sebuah restoran. "Sayangnya foto aslinya hilang. Ini saya ambil di arsip story instagram saya. Karena waktu itu gaya pacaran kami, privat but not secret," sambungnya.

 Karena waktu itu gaya pacaran kami, privat but not secret," sambungnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Zana mengangguk seraya memperhatikan foto itu beberapa detik. Dan saat itu juga ia menemukan kejanggalan. Tapi Zana memilih diam dan mengiyakan saja.

Lah, ngangguk doang? Batin Fara kesal.

"Mari Mbak Fara, ikut saya," ajak Zana lagi.

"Eumm, saya ke kamar mandi dulu ya. Mbak beritahu saja lokasinya, nanti saya menyusul."

Zana mengangguk. "Kalau begitu di sini saja. Biar saya yang panggil Lettu Ghazi ke sini."

"I—Iya, boleh," jawab Fara tampak gugup. "Oke, kalau gitu saya permisi dulu." Kemudian ia beranjak meninggalkan Zana.

Lentera HatiOn viuen les histories. Descobreix ara