"Tapi kan yang gendong anak itu kamu, bukan saya. Kenapa saya yang dikira punya anak?"

Karena tidak tahan, akhirnya Andira berkata. "Mbak, mbak!" Pada sang pramuniaga. "Mas ini nanya, kenapa dia dipanggil 'Pak' sedangkan saya dipanggil 'Mbak'"

Angga memelototi Andira kemudian mengibas-ngibaskan tangannya. "Dia bohong, Mbak!"

"Oalah, saya kira tadi si Mbak adeknya Bapak, ternyata suami istri ya? Maafkan saya, Pak, Bu." Kata sang pramuniaga.

Andira baru hendak protes tetapi disambar oleh si Pramuniaga "Ini kita punya banyak pilihan, Pak. Bisa lihat-lihat dulu." Sang pramuniaga itupun meningkalkan mereka.

"Gara-gara Mas Angga, kita jadi dikira suami istri." Andira menggerutu. Sudah bagus ia dikira adiknya Angga.

"Ya gak apa, kan biar kamu dipanggil 'Bu' juga, supaya adil." Angga semakin giat menggoda Andira.

Andira memutar bola matanya. "Kan saya belum Ibu-ibu!"

"Kan kamu gendong bayi." Balas Angga lagi.

"Kan bayinya punya Mas!"

"Loh, kok kamu jadi marah-marah sama saya?"

"Loh, yang mulai siapa?"

Baru saja Angga hendak membalas namun tiba-tiba terdengar suara tangis Angkasa "HUAAAAAAAA!!!"

"Tuh kan, Angkasa jadi nangis gara-gara Mas berisik. Yaudah Mas cari sendiri keretanya, saya sama Angkasa ke depan. Di depan banyak mainan." Andira pun berusaha menenangkan Angkasa sambil berjalan ke depan, memperlihatkan berbagai macam mainan yang mungkin menarik perhatian Angkasa.

"Kok dia jadi nyuruh-nyuruh aku?" Angga menggerutu tetapi ia cari juga kereta dorong untuk Angkasa. Ternyata, cukup seru juga berdebat dengan Andira. Tanpa sadar, Angga mengulum senyum.

Angga berkeliling sendiri untuk melihat model-model kereta bayi, sebetulnya ia tidak terlalu mengerti masalah begini, ini pertama kalinya ia ke toko peralatan bayi. Selama ini, Mamanya yang sibuk membelikan keperluan Angkasa.

Pilihan Angga jatuh pada sebuah kereta dorong berwana biru dongker. Angga memilih itu karena harganya yang paling mahal dibandingkan yang lain.

Harga menentukan kualitas bukan?

Angga pun memanggil pramuniaga dan menanyakan beberapa fungsi dan cara perakitan. Tak lama, Andira dan Angkasa pun kembali dengan membawa mainan kecil seperti marakas yang berbunyi jika digoyang.

"Ini lucu gak?" Tanya Angga melupakan berdebatan mereka.

Andira tidak langsung menjawab, ia melihat price tag yang tergantung kemudian terkesiap. "Mahal banget, Mas!"

"Ya, kan harga menentukan kualitas." Kata Angga santai.

"Angkasa suka gak yang ini?" Andira bertanya pada Angkasa. Sedangkan yang ditanya malah menyandarkan kepalanya pada bahu Andira, sudah mulai mengantuk lagi.

"Yah, malah tidur." Ujar Angga.

"Ini aja dulu Mbak, mainan yang dipegang sama dia juga saya beli terus ada itu gak? Apasih namanya yang buat dia gigit-gigit, dari karet, tapi yang paling bagus ya."

"Oke, Pak. Bisa langsung ke kasir ya di depan." Di kasir, Angga dan Andira masih menunggu sebentar, menunggu kereta dorong yang baru diambil dari gudang. Selama menunggu, Angga menjahili Angkasa, menoel-noel pipinya dan menjambak pelan rambutnya.

"Apaan sih, Mas. Nanti kalau bangun saya yang susah dieminnya." Protes Andira.

Wah, sudah berani marah dia pada Angga.

DestinyWhere stories live. Discover now