Ricard membawa jasad Salsabila ketempat yang ia rasa aman, ia menutup pintu rapat-rapat dan kembali ke tempat dimana peperangan kembali terpecah. Ia harus melindungi kerajaannya, meskipun hatinya tidak sedang baik-baik saja. Ada gejolak kemarahan kepada sang Ibu karena ia baru memahami kalau sang Ibu menjadi dalang utama kasus keguguran di kerajaan Orthello meningkat dan menjadi penyebab utama peperangan antar kerajaan terpecah.

Ricard membulatkan tekad, jika ia berhasil memenangkan peperangan tersebut. Maka ia akan menghukum para pemberontak termasuk ibunya sendiri yang telah mempermainkan aturan dan ketatanan kerajaannya.

"Aku akan ikut terjun dalam peperangan. Siapkan pasukan sebanyak mungkin. Kita akan menghadapi 3 musuh besar sekaligus." Ujarnya kepada tangan kanannya. "Kita harus bisa bermain secara halus, agar tidak kentara."

"Baik, Yang Mulia!" Jawabnya.

"Aku tak bisa mempercayai siapapun lagi, bahkan terhadap ibuku sendiri." Gumam Ricard dengan kedua mata berkilat penuh rasa amarah—ia menahan gejolak amarah didalam hatinya karena fakta yang baru ia ketahui dan itu sudah sangat terlambat, mengingat janin yang dikandung Salsabila merupakan buah hatinya diambil paksa oleh Ibunya untuk penyempurna ilmunya.

***___***

Monster itu kembali mengeluarkan serangannya, kedua pasukan lawan terhempas kebelakang. Daniel mencoba bertahan. Ace membuat pelindung dan Thalia menghindar dengan bersembunyi di balik pohon.

"Kalau begini, bagaimana bisa menyerang secara beruntun?" Tanya Thalia berusaha berpikir.

Ia tak akan mudah menyerang monster itu jika sendirian, Thalia tak mempunyai keahlian spesifik seperti Ace yang dapat berteleportasi—Thalia hanya bisa bertarung jarak dekat, dan jarak jauh menggunakan pisau kecil. Sempat terpikirkan cara bertarung bersama Ace menggunakan keahliannya, ia ingin mencobanya walaupun hanya sekali serangan—Thalia tahu batas penggunaan teleportasi, ia tak mau Ace dalam masalah jika terus menerus menggunakannya.

Netra gelapnya menatap kearah pria berambut merah. Ace kembali menyerang monster berwajah tengkorak itu menggunakan sihirnya. Ledakan demi ledakan akibat benturan elemen sihir yang berbeda membuat api tersulut dan terbakar. Pertarungan antara manusia dan monster berlangsung sangat sengit. Thalia ingin membantu tapi ia benar-benar di larang oleh Ace.

Ace melakukan serangan demi serangan, ia juga menghilang ke satu tempat ke tempat lain untuk melancarkan serangan dan menghindar untuk bertahan. Ketika ada celah dimana Thalia bisa mendekati Ace, gadis itu segera berlari dan mendekatinya.

"Ace!" Tangan Thalia meraih jemari kekar Ace.

Netra merah berkilat penuh aura membunuh terlempar menatap Thalia. "Apa yang kau lakukan disini? Bersembunyilah! Ini sangat berbahaya untukmu!" Sergah Ace dengan nada penuh kekhawatiran.

Thalia menghela nafas panjang. "Aku tak bisa membiarkanmu berjuang sendiri." Balasnya. "Ayo kita hadapi bersama! Kau membutuhkanku dan aku juga membutuhkanmu!" Ucapnya.

"Tapi, aku tak bisa membiarkanmu terluka!" Tolak Ace—pria itu khawatir akan keselamatan Thalia setelah melihat kematian Salsabila.

"Dan aku tidak akan membuat diriku terluka dengan mudahnya, sayang!" Balas Thalia dengan nada tegasnya. "Ayo kita bekerja sama! Kita saling membutuhkan. Dengan begitu kemungkinan monster itu akan cepat terkalahkan."

Ace menimbang-nimbang, ia melihat kegigihan di kedua mata Thalia yang gelap itu tanpa rasa ragu—Ace pun luluh.

"Baiklah, kamu ada rencana?" Tanya Ace.

Thalia mengangguk, "Kita serang bersama. Aku membutuhkan keahlianmu untuk berteleportasi." Ujarnya.

Ace mengangkat sebelah alisnya. "Kau juga bisa melakukannya, Tha." Ujar Ace.

I WANT YOUWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu