𝐈𝐈. Closer to You

148 20 0
                                    

.
.
.

Kediaman Wilkinson.

"Kau sehat?" Justin bergidik geli melihat sepupunya tersenyum sendiri melihat layar ponsel. Entah apa yang dilihatnya.

"Ya, sehat." jawabnya. Tetap tidak mengalihkan matanya dari ponsel.

"Acaranya digelar tiga jam lagi, bersiaplah. Ayahmu sudah menerorku dari tadi," Justin mengingatkan.

Elvaro mendesah pelan, kenapa semua orang cerewet sekali? Pikirnya.

"Ya tenang saja, aku sudah mempersiapkan semuanya. Hanya pidato, kan?"

"Hm,"

"Tapi sebaiknya kau tidak usah datang, Justin." ucap Elvaro.

Justin mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa begitu?"

"Nanti saat aku berpidato dan tidak sengaja melihat wajahmu, pidatoku akan hancur. Tertawa melihat wajahmu."

"Sialan, memangnya ada apa dengan wajahku?" Justin tidak terima.

Elvaro tertawa. Tidak memedulikan sumpah serapah Justin untuknya. Ia kembali fokus pada ponselnya.

Justin yang tidak tahan melihat Elvaro yang begitu fokus pada ponselnya, sesekali tersenyum, akhirnya memilih duduk disamping Sadaru. Mengintip.

Lyvena Riverie.

"Untuk apa kau mencari tentang dia?"

Elvaro menggeleng. "Kau kenal?"

Justin mengangguk. "Hanya kenal saja, kami satu kelas di seni sastra. Kami tidak pernah berbicara banyak, hanya saling sapa."

"Dia model Vaded," imbuh Elvaro.

Justin mengangguk. Majalah Vaded Magazine yang berisikan Lyvena Riverie sering ia jumpai. Laku.

"Kau tertarik?" Justin tersenyum menggoda, membuat raut wajah Elvaro berubah datar seketika. Ia menyimpan ponsel.

"Belum."

Justin mengernyit, tak paham. "Belum?"

⊹⊹⊹


Pukul setengah tujuh malam, aku sudah selesai berdandan. Gaun hitam tanpa lengan, rambut pirang yang aku ikat setengah dengan pita hitam, dan beberapa aksesoris seperti kalung, gelang, cincin, anting, dan lainnya.

Aku merasa puas.

Kami pergi berempat. Setelah bujukan yang kesekian kalinya, akhirnya Alova berhasil kami bujuk untuk ke acara peresmian itu. Aku tertawa melihat wajahnya, aku tahu dia pergi dengan setengah hati.

"Sudah semua? Kalian lama sekali!" seru Alova.

"Kau yang susah diajak pergi dan kau juga yang terburu-buru. Apa kau sudah tidak sabar, huh?" Tashea balas berseru, tangannya sibuk memasangkan aksesoris pada rambutnya.

"Semakin cepat datang semakin cepat pulang." Alova berkata enteng.

"Kapan lagi kau akan bepergian seperti ini? Siapa tau disana kau menemukan jodohmu." aku menggodanya.

"Mungkin saja itu jodohmu, Ly."

Aku mencibir. Pilihan yang salah jika kau beradu mulut dengan Alova. Kalah telak.

Dalliance : you own me.Where stories live. Discover now