2. Beneran pindah raga?!

Mulai dari awal
                                    

"Aishh, kebelet bangett"

Erga berlari ke toilet karena tidak kuat, ruangan Raka memang kecil dan tidak ada toilet didalam jadi Erga harus keluar ruangan jika ingin ketoilet, Erga ingin memberikan ruangan VVIP untuk Raka tapi ayahnya melarang, dan juga biaya administrasi semuanya ditanggung Erga.

Ayah nya tidak mau membiayai administrasi sehingga mau tak mau dia yang harus berkorban, dan uang jajan nya terpotong untuk biaya administrasi. Sebenarnya uang jajan nya cukup untuk sebuah ruangan VVIP tapi kembali lagi pada keluarganya, ayah nya melarang memberikan sebuah fasilitas untuk Raka jika dilanggar ayah nya mengancam Raka tidak akan dibawa kerumah sakit dan dibiarkan begitu saja.

Setelah kepergian Erga, jari pemuda yang terbaring lemah itu perlahan bergerak.

"Eungh"

Mata yang telah lama terpejam itu perlahan terbuka.

"Awshh. G-gue dimana?"

Raka kembali memejamkan mata karena pusing langsung melandanya.
Setelah dirasa pusing itu perlahan hilang dia melihat ruangan disekitarnya, 'rumah sakit' ? Dia membuka masker oksigenya.

"Ternyata gue masih selamat, tapi kok ada yang aneh yaa. Kenapa suara gue jadi kaya gini woyy?!!"

"Aaa, tes tes 123, tes tes"

"Njirrr kok suara gue berubah? Emang kalo udah ketabrak truk suara nya bakalan berubah yah?"

"Lah perasaan tubuh gue gak sekurus ini deh, kok sekarang tubuh gue kerempeng banget kaya orang cacingan gak pernah makan," Raka yakin ada yang aneh pada tubuhnya ini, suara, dan badannya berubah.

"Gawat-gawat, duh. Mana disini gak ada orang lagi ngenes banget hidup gue, ini beneran gak ada yang jengukin gue ?"

"Ayah bunda, gue gak berharap lagi sama mereka. Tapi Gavin, Rasel, Agil ? Ya kali mereka gak jengukin gue padahal orang yang terakhir gue liat itu mereka. Oh mungkin aja mereka masih disekolah."

Raka ingin memastikan kondisi wajahnya, karena terakhir yang dia ingat kepala nya menghantam trotoar.

"Awwshhh, kaki gue sakit banget."

Raka hendak turun dari brankar tapi tiba-tiba kaki nya terasa seperti jelly dan sulit digerakan, tubuh nya tidak seimbang dan ambruk begitu saja dilantai.

Saat tubuhnya terjatuh tiang infusannya pun tertarik dan menimpa dirinya.

Tapi sebelum tiang infus itu mengenai tubuh Raka, seseorang menahanya sehingga tiang itu tidak menimpa Raka.

Padahal Raka sudah memejamkan mata tapi kok tidak terasa apapun.
" Kok gak sakit, jangan-jangan gue udah meninggal, hufft syukur deh."

Ttaakk!

"Mana ada orang yang mati gara-gara ketimpa tiang infus, aneh!"

Raka membuka mata nya kaget dia mengusap kening nya yang barusan di sentil Erga.

"L-lo siapa?!"

"Gue?" Erga menunjuk dirinya sendiri.

"Ya iyalah! Pake nanyaa"

Erga tidak menjawab dia membantu menaikan Raka ke atas brankar, karena tubuh Raka sangat lemas jadi Erga menggendongnya.

"Woyy Lo siapa, njirr pake gendong segala emangnya gue anak kecil?"

"Emang Lo mampu naik sendiri keatas brankar ?"

Raka menggeleng pelan, 'benar juga ya mana gue mampu badan gue lemes gini'.

Transmigrasi                                                  Raka AndreafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang