Prolog

61 21 11
                                    

Dalam sehari, lalu seminggu, sampai berbulan-bulan setelah dua laki-laki itu memaksa masuk ke dalam hidupnya, Aruna terus memastikan agar hatinya tak jatuh ke dalam luka, tak apa baginya kalau ia terus berada dalam kesepian, asal tak ada satupun d...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dalam sehari, lalu seminggu, sampai berbulan-bulan setelah dua laki-laki itu memaksa masuk ke dalam hidupnya, Aruna terus memastikan agar hatinya tak jatuh ke dalam luka, tak apa baginya kalau ia terus berada dalam kesepian, asal tak ada satupun di antara kedua laki-laki itu yang menang.

Rencana awalnya memang seperti itu. Tapi, karena ini urusan hati, perasaan Aruna tak bisa membohongi logikanya. Aruna mengakui ia kalah, ia menyukai semua perhatian yang Erza berikan, Aruna juga menyukai setiap kalimat manis yang keluar dari mulut Kale, Aruna menyukai semua rasa nyaman dan aman yang mereka berikan untuknya.

Namun, sekali lagi, karena segala pertimbangan serta rasa ragu memenuhi pikiran dan hatinya, juga fakta-fakta baru yang muncul semenjak kehadiran dua laki-laki itu, Aruna memilih untuk memberikan penegasan kalau ia tak bisa semudah itu untuk ditaklukan, ia bukan perempuan yang mudah terbawa perasaan ... Aruna yakin itu.

"Kalau seandainya lo disuruh milih Erza atau Kale, lo pilih siapa, Run?"

Oke, keyakinan Aruna runtuh dalam sekejap dan ia memilih bungkam dengan segala kebingungan.

*****

"Mending lo mundur, Za. Gue yakin Aruna milih gue."

"Sejak kapan lo percaya diri segitunya? Chat lo bahkan udah nggak dibales seminggu, kan?"

Kale berdecak, Erza dengan sengaja terkekeh melihat itu, menikmati raut kesal yang muncul di wajah sahabatnya.

"Nggak apa-apa, sih, nggak dibales, daripada sama sekali nggak ketemu seminggu," seloroh Kale.

Bunyi mendebum terdengar ketika dada Kale terkena tinju Erza, membuat korban meringis. "Sialan lo."

"Kira-kira kenapa, ya, Aruna ngehindarin kita?" gumam Kale sambil mendongak menatap hamparan langit malam yang kini dihiasi gemerlap indahnya bintang-bintang.

"Seriusan lo nanya?" sahut Erza.

Dibanding ikut mendongak seperti Kale sampai kepalanya terlihat seperti bengkok, Erza memilih merebahkan tubuhnya di lapangan basket itu. Kedua sahabat itu bersantai setelah bermain basket bersama di malam minggu yang di sekitar lapangannya terlihat sepi. Berbeda dengan taman dan sekitarannya yang berada di seberang jalan, lampu-lampu terang menyinari seisi taman dan sekelilingnya, ditambah jejeran pedangan kaki lima dengan aneka ragam makanan yang ramai dikunjungi tiap pejalan kaki yang sedang bermalam minggu atau pengendara yang berhenti sebentar.

"Biasanya kalau malam minggu gini, Aruna pasti lagi belajar. Itu cewek, ada gila-gilanya sedikit, belajar kok malam minggu," kata Kale tak menjawab pertanyaan Erza sebelumnya.

Sudut bibir Erza perlahan naik, ikut memikirkan apa yang biasa dilakulan oleh Aruna. "Kalau nggak, dia lagi nginep di rumah panti, terus beli banyak permen yupi doang buat anak-anak di sana."

Sontak tawa Kale menguar, teringat sesuatu, ia kembali berujar, "Terus yang bakalan ngehabisin satu pack, tuh, si itu- siapa sih namanya?"

"Ucup." Kembali terdengar tawa nyaring dari Kale, ia sampai terduduk bangun memegangi perut, benar-benar tertawa merasa lucu mengingat anak bernama Ucup yang mereka bicarakan.

"Giginya ompong, njir," ucap Kale.

Erza hanya tertawa kecil menanggapi, tak lama karena mengingat lagi sosok yang sebelumnya menjadi alasan mereka bermain basket di malam minggu sampai kelelahan.

"Kal, lo beneran ketemu Aruna kemaren?"

Dengan sedikit tawa yang masih tersisa, Kale mengangguk. "Iya, ketemu pas jam pulang, dia ternyata balik lewat gerbang belakang. Sengaja banget mau ngehindar."

"Terus, dia bilang apa? Ada ngomong? Ada nanyain gue nggak?" cerca Erza tak sabaran.

Kale tersenyum miring. "Menurut lo?"

"Yang serius, Kal," ucap Erza.

Kini senyum Kale menghilang, digantikan wajah datarnya, laki-laki itu bungkam dengan raut wajah muram.

Laki-laki itu tiba-tiba saja beranjak, ia berdiri membelakangi Erza. Suaranya kembali terdengar, tapi kalimat dari Kale yang sekarang malah membuat Erza yang terdiam.

"Harusnya dari awal kita nggak usah taruhan kayak begini, Za, kita terlalu brengsek buat cewek baik kayak Aruna. Gue mundur dari taruhan, janji gue kemaren PS5 yang terbaru, kan? Besok gue kasih." Kale sedikit menolehkan kepalanya sebelum kembali berkata, "Tapi, Za ... gue juga beneran suka sama Aruna, jadi setelah ini, gue mau kita bersaing secara sehat aja."

Kekehan terdengar dari belakang punggung Kale membuat laki-laki itu kini sepenuhnya berbalik, menatap Erza yang sudah ikut berdiri berhadapan dengannya.

"Oke, gue juga mundur dari taruhan, motor gue buat lo. Cuman lo seriusan mau saingan beneran sama gue? Lo tau ... she belongs to me, Kal."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Nestapa Asmaraloka [ HIATUS ]Where stories live. Discover now