Chapter 7

4 1 0
                                    

Happy Reading
__________________

Keindahan yang ideal adalah kedamaian dan ketenangan

_Refaldi adriel raymond _

Kini, Refa sedang berada di sebuah rumah kosong. Ia selalu menenangkan dirinya di sini, ia selalu menghindari masalah yang selalu di timpanya di tempat yang memang sudah ia cap sebagai ketenangan.

Rumah gelap, sunyi dan hanya ada suara jangkrik yang berbunyi itu membuat ia sedikit tenang walaupun pikirannya sedang kacau.

Refa menggambil gitar dan sebuah hp secon yang ia beli dari hasil uang yang selama ini ia tabung. Dirinya mencari lagu yang pas untuk ia nyanyikan tak lupa dengan gitar yang ia mainkan.

"Dunia hari ini begitu tak berarti
Tak berjalan cepat seolah tak peduli
Lambat laun ku bertahan dengan hari ini
Hari yang takkan pernah berakhir."

"Semua telah berubah sejalan dengan waktu
Setiap detik berharga bagiku
Waktu pun ingin kuubah
Tuk kembali tertawa
Aku hanya bisa menangis
Aku tak bisa..."

Bait demi bait Refa naynyikan di malam itu dengan angin malam yang sejuk juga jangkrik yang senantiasa berbunyi.

Refa dan Rania, sangatlah berbeda. Rania sang kakak, ayah selalu membuat Rania tersiksa dan membuat mentalnya lemah bisa di bilang ayahnya tidak ingin ia lahir kedunia ini, semenjak Rania ada ayahnya sangat membenci anak itu.

Sedangkan Refa? Sedari kecil ayahnya selalu memanjakan Refa, dan hal itu membuat Rania iri dengannya. Namun walaupun Refa selalu di manjakan oleh ayahnya, ia juga tak ingin hidup susah seperti ini, ia juga ingin bebas seperti anak-anak pada umumnya.

Ayahnya bingung dengan kelakuan anaknya tapi, Refa tetaplah Refa apa yang dia minta kepada ayahnya harus ada apapun itu!

Tapi karena ia semakin hari melihat ayahnya tidak memberikan apa yang ia inginkan ia pun menghindar, ia menyadarkan dirinya bahwa keluarganya sederhana.

Ia ingin sifat manjanya itu hilang saja, ia tak ingin terus-terusan begini. Frustasi? Ya Refa frustasi.

Refa menjambak-jambak rambutnya itu, pria yang berstatus anak SMA itu mengeluarkan sebatang rokok dari sakunya tak lupa ia menyalakannya.

Hal yang membuat ia tenang hanyalah menyendiri, seperti yang ia rasakan sekarang. Ia menatap langit malam yang di penuhi bintang di langit.

Air mata dari pelupuknya turun begitu saja. Ia menyekanya dengan kasar, ia mengigat kala dimana kakaknya di tampar oleh ayahnya itu baru kali itu ia melihat seorang perempuan yang ia sayangi itu di tampar oleh ayahnya sendiri, dan itu adalah kakanya sendiri.

Ia sangat menyayangi kakaknya, ia tidak pernah menyakiti sedikitpun kakaknya itu, melainkan sebaliknya ia lebih memilih di sakiti oleh kakaknya.

Seperti hal tadi ia tak membalas tamparan kakaknya dirinya hanya pasrah dan menyerahkan diri saja.

"Kakak, maafin Refa karena nggak bisa ngehalangin ayah. Seharusnya Refa ada di situ buat belaiin kakak. Kak aku jani bakalan lindungin kakak." lirihnya.

"Buk, maafin Refa seharusnya, Refa nggak bikin ibu kayak gitu. Tapi Refa sudah terlanjur emosi," lirihnya lagi kala mengingat ia mendorong ibunya hingga tersungkur meja dan mengenai kepalanya.

Kisah Rania (ON GOING)Where stories live. Discover now