MKSUK 24

7.9K 752 93
                                    

HAPPY READING!!

ENJOYYYYY!

Sibuk kerja membuat Bhumi tak bisa mengunjungi Amalia. Sebagai gantinya, sambungan telepon menjadi penebus kesalahan. Ia beruntung karena kondisi Amalia semakin lama semakin membaik. Tak ada kondisi serius yang harus dikhawatirkan. Perkembangan penyembuhannya sangat pesan.

Ini hari liburnya. Bhumi membeli buah-buahan dan sekotak kue sebelum berangkat. Sebelumnya, ia sudah menyampaikan rencana kedatangannya pada sang mama.

Mobilnya dibiarkan terparkir di luar. Kedua tangannya penuh menenteng bawang-barang bawaannya. Rumah terlihat sepi. Ini bukan lagi rumahnya. Ia tak bisa bebas keluar masuk. Bhumi mengetuk pintu.

"Ay— silakan masuk," ucap Aluna saat membukakan pintu untuk Bhumi. Keduanya tampak kaku. "Uti ada di kamar."

"Ini." Bhumi menyerahkan plastik berisikan buah dan kue pada Aluna. "Tolong simpan di dalam. Kuenya sudah dipotong dari toko. Ambilkan dua atau tiga potong untuk Uti."

"Iya," sahut Aluna menurut. Bocah itu segera meninggalkan Bhumi dan menuju ke dapur.

Bhumi memperhatikan isi rumah. Semua masih sama sejak dirinya keluar dari sini. Tak ada perubahan. Nania tak mengubah penampilan rumah, meskipun kepemilikan rumah ini sudah berpindah padanya.

Bhumi ingat tujuan utama kedatangannya. Setelah megetuk pintu kamar Amalia dan mengabarkan kedatangannya, sang mama memintanya masuk. Baru seminggu tak bertemu, Bhumi merasakan kerinduan yang begitu dalam.

"Maaf karena baru sempat datang, Ma," ucapnya pada Amalia. "Aku libur karena semalam baru pulang dari Surabaya."

"Kerjaanmu sudah selesai semua?" tanya Amalia yang dijawab Bhumi dengan anggukan. "Makanmu gimana selama ini?"

"Ya makan, Ma," sahut Bhumi bercanda. "Aku makan pakai piringm sendok."

"Maksud Mama nggak begitu. Makanmu teratur? Kamu masak atau beli? Kamu makan makanan siap saji, ya?" Pertanyaan Amalia yang terkesan membirbardiri membuat Bhumi terkekeh. "Orangtua lagi ngomong, kok malah ketawa. Mama serius."

"Mama, aku sudah besar. Aku makan dengan baik. Kadang aku pesan lauk jadi yang dijual istrinya office boy rumah sakit," jawab Bhumi. "Mama kenapa, sih?"

"Yang namanya orangtua, pasti ada rasa khawatir. Mau sebesar apapun, kamu tetap anak Mama. Bertahun-tahun Mama nggak pernah berhenti mikir soal kamu."

"Kalau Mama mikirin aku, kenapa nggak pulang?" ucap Bhumi.

"Mama nggak pulang karena berharap kamu bisa berubah, ternyata nggak."

"Ma, jangan mulai lagi. Please," ucap Bhumi memohon. "Mama sudah minum obat?"

"Sudah," jawab Amalia. "Kenapa kamu suka banget mengganti topik pembicaraan?"

Pintu kamar Amalia diketuk. Aluna dengan sebuah nampan di tangannya masuk. Piring berisikan tiga potong kue keju dan secangkir teh manis hangat diletakan di nakas.

"Kuenya dimakan, Uti," ucapnya pada Amalia. Aluna menatap ke arah Bhumi. "Silakan diminum tehnya."

"Siapa yang buat tehnya, Sayang?" tanya Amalia lembut. "Bunda atau Uti Yem?"

"Aku sendiri dong, Uti," jawab Aluna tersenyum. "Aku ke luar ya, Uti. Mau ngerjain PR."

Setelah Aluna meninggalkan kamar, Bhumi mengambil piring kue. Dengan garpu, dipotongnya kue itu menjadi potongan-potongan sekali suap.

"Tadi aku mampir ke toko kue," ucap Bhumi seraya mengarahkan kue ke mulut Amalia. "Mama coba dulu. Kalau Mama suka, nanti aku belikan lagi."

"Kamu datang aja Mama sudah senang," sahut Amalia sambil mengunyah kue. "Nai sudah ngomong sama kamu?"

MENJADI KISAH SEMPURNA UNTUK KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang