Lize memutar bola matanya malas. Lihat bahkan adik iparnya itu seperti menuang bensin dalam kobaran api. Tidak bisa kan dia diam saja.

"Ya sudah abaikan saja"
Lize kembali memakan makananya, ia tak peduli dengan tatapan kedua mahluk yang ada dihadapannya ini, me gizi perut lebih penting.

"Istri..... " Tatapan Haizen menajam. Namun suasana yang sempat tegang buyar ketika salah satu pelayan masuk.

"Maaf mengganggu Tuan Muda, didepan ada Nona Gee" Ucap pelayan itu dengan hati-hati.

"Katakan padanya agar menunggu ku"

"Baik Tuan"

Haizen melirik Lize , ia ingin melihat bagaimana reaksinya. Namun, istrinya itu tampaknya tidak peduli, ia terlihat menikmati makanannya.

"Wahh... Kak Gee sedang berkunjung"
Karin kembali menuangkan bensin kedalam kobaran api. Jika tadi suaranya pelan, kini suaranya sedikit meninggi berharap kakak iparnya mendengar.

Lize seolah tidak peduli. Ia menulikan pendengarannya.

Haizen bergerak meninggalkan meja makan dan pergi menemui Gee.

"Kakak Ipar, apa kau tidak cemburu"?

" Untuk apa"

"Kemarin saja kau pingsan ketika Kak Gee berkunjung ke sini"

Lize menghela nafasnya. sebenarnya ia meladeni Adik Iparnya ini, tapi ya mau bagaimana lagi, jika dibiarkan dia akan terus mengoceh.

"Itu karna tenaga ku belum pulih, kau tau kan aku baru sadar dari tidur panjang"

"Lebih tepatnya koma" Sanggah Karin.

"Ya ya ya koma.."

"Jadi kau tidak marah"?

" Jika aku marah karena cemburu, itu hanya akan membuang energi ku yang baru terkumpul ini, kepala ku akan pusing dan aku akan sulit tidur, kau tau tidur berselimutkan emosi itu tidak sehat"

"Ha? Sejak kapan kakak pandai begini"

"Mungkin sejak aku koma"

Karin tertawa dengan apa yang baru saja ia dengar

"Kenapa kau tertawa"?

" Tidak... Tidak hanya saja ini terlalu lucu"

Lize jengah mengahadapi Karin. Ia meletakkan sendoknya dan menyudahi makanannya. Selera makannya tiba-tiba hilang begitu saja.
Ia bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan karin yang masih tertawa.

'Dasar aneh'
.
.
.
.
.
Lize berjalan kedapur , iea mencari Bibi Cha, namun ia tidak menemukannya.
Ia berjalan ke depan berharap bertemu dengannya ia ingin meredakan emosinya yg mulai terpancing oleh Karin tadi, setidaknya Bibi Cha adalah pendengar terbaiknya disini.
Namun matanya tak sengaja melihat sosok yang tadi Karin bicarakan.

Pandangannya tiba-tiba terasa panas, melihat wanita itu yang tengah mencium Haizen.

'Lihat, bahkan dia menerima ciuman itu tanpa rasa bersalah pada istrinya ini'
Lize mengepalkan tangannya. Lize berjalan mendekati mereka.

"Maaf jika aku mengganggu, tapi bisakah kalian tidak berbuat zinah disini"
Lize menikah kata Zinah cukup dalam.

"Lize" Haizen yang mendengar itu tersentak kaget.

"Ohh Hai Lize, sejak kapan kau disana"
Gee dengan wajah polosnya menyapa Lize.

Lize menatap tajam Gee. 'Dia bahkan terlihat pura-pura bodoh'

Lize berbalik dan pergi meninggalkan Haizen dan Gee. Apa ini yang dinamakan kesialan, harusnya tadi dia langsung ke kamarnya saja.

Langkahnya cepat dan terlihat buru-buru. 'Disini mengapa sangat perih , perasaan apa ini'

Zea memasuki ke kamar Lize perasaannya tak karuan.
'Apa perasaan Lize masih tertinggal, mengapa rasanya begitu sakit'

Ia melirik Vas Bunga  yang ada diatas meja, tangannya bergerak dan meraih Vas itu dan melemparkannya begitu saja ke cermin yang ada dikamarnya.

Matanya memerah. Raut aramah terpampang nyata diwajahnya.
Namun, perlahan-lahan kesadarannya kembali.

"Lize bisakah aku mengambil alih tubuhmu seutuhnya, perasaan ini membuat ku kesal"

Ia melihat kelopak bunga mawar yang berserakan di lantai.
Lize membungkuk dan memungutinya, namun tanpa sengaja tangannya tergores pecahan kaca.

"Bahkan aku sendiri melukai tangan ku, hahaha"
Zea tak menyangka ia akan bertindak demikian, amarah dan kekecewaan dari pemilik tubuh itu tampaknya masih tertinggal.







Transmigrasi Zea KeylardWhere stories live. Discover now