Malam Di Pedesaan

397 0 0
                                    

Malam harinya, Kak Setya datang lagi ke rumah seusai Isya.

"Mereka belum pulang, Put?" tanyanya.

"Belum Kak," jawabku malu dan menundukkan muka, "mungkin nanti larut malam. Kan jauh."

Ah, kenapa aku jadi malu berhadapan dengan lelaki ini? Lelaki yang telah merenggut kesucian dan kepolosanku.

"Nih kubeliin bakso!" lanjutnya menunjukkan bungkusan plastik, "Udah makan belum?"

"Wah, asyik! Belum Kak!"

Kami pun memakan bakso bersama. Sebenarnya di rumah masih ada lauk dan sayur peninggalan ibuku. Tapi malam-malam begini memang lebih enak memakan bakso yang hangat. Kak Setya memang tahu kebutuhan perempuan!

"Beli bakso dimana malam-malam gini, Kak?" tanyaku sambil makan.

Di desaku masih sedikit terdapat warung. Itupun biasanya sudah tutup menjelang magrib.

"Sana, di perbatasan desa sebelah," jawabnya, "Arah ke kota."

"Oh iya, di sana masih buka sih, ya?"

Kami pun bercengkerama sambil menikmati bakso. Kami memakannya lesehan di atas tikar di ruang tamu sambil menonton televisi.

Ah, perut terasa kenyang dan tubuh terasa hangat setelah memakannya. Apalagi ditemani lelaki ganteng yang kucintai.

"Mau kopi Kak?" tanyaku beranjak ke belakang merapikan mangkuk-mangkuk.

"Boleh!" jawabnya menyandarkan punggung di sofa.

Kubuatkan kopi dan kusuguhkan beberapa camilan seperti tadi sore. Kami lalu mengobrol sembari menonton televisi.

"Kak Setya nggak merokok ya?" tanyaku.

"Nggak."

"Kenapa Kak?"

"Nggak suka aja."

"Ih, sama, aku juga nggak suka!"

Kak Setya lalu menarik tanganku agar duduk mendekat padanya. Semula aku menjaga jarak darinya.

"Sini, Put!" pintanya menarik tanganku.

Aku enggan dan menggeleng-gelengkan kepala. Tapi ia terus menarik-narik tanganku. Akhirnya kuturuti dan duduk di sampingnya bersandarkan kursi sofa.

Ia peluk pinggangku mesra. Dan aku terdiam salah tingkah.

"Nggak belajar lagi?" tanyanya lembut.

"Tadi kan udah!" jawabku grogi, "Udah paham semua. Kak Setya ajarin sih!"

"Kalau pelajaran yang itu, mau diajari lagi?"

"Yang mana Kak?"

"Yang itu!" jawabnya sambil mencium keningku.

"Apa sih Kak?!" jawabku pura-pura tak tahu.

"Tadi, pelajaran biologi!" balasnya meraba dadaku.

"Ihh, Kakak! Jangan!" jawabku melepaskan tangannya.

Ia tak peduli dan terus meraba-raba dadaku. Kucoba untuk mencegah, namun ia malah meremas-remasnya.

"Buka, Put!" perintahnya hendak membuka kaosku.

"Kak Setya nakal banget ternyata!" balasku, "Jangan ah, Kak!"

"Nggak nurut sama aku?!" cecarnya, "Mau dinikahi nggak?!"

"Iya, iya! Tapi pintunya belum ditutup tuh Kak!"

"Sana, tutup dulu!" perintahnya.

Aku pun segera beranjak untuk menutup pintu. Kulihat hujan di luar semakin lebat.

Bukit Bunga CintaWhere stories live. Discover now