70

1K 83 13
                                    

Suasana perayaan upacara kelulusan Mattew begitu akbar. Hampir semua kerabat para mahasiswa hadir dari berbagai tempat. Bagaimana pun juga ini adalah apresiasi tertinggi dari jerih lelah belajar selama bertahun-tahun.

Aula megah dipenuhi dengan para undangan yang adalah kerabat dan simpatisan. Mereka datang untuk menyaksikan kebahagiaan anak-anak mereka.

Kini giliran Mattew yang melangkah maju untuk melakukan prosesi sumpah dokter. Elena menggandeng tangannya dengan hangat. Ada rasa bangga dan haru namun ia menguatkan hatinya untuk terlihat baik-baik saja.

Saat berjalan kembali ke tempat duduknya, mata Mattew menyipit ke arah balkon. Ia mencoba berkedip dan kembali menatap ke arah tempat tadi.

Tidak mungkin...

Ia duduk dengan gelisah hingga seluruh acara selesai. Saatnya mereka keluar ke halaman untuk berfoto. Namun kembali ekor matanya menangkap sosok yang ada di pikirannya tadi. Dengan sedikit berlari ia menerobos kerumunan seakan berusaha untuk tidak kehilangan bayangan orang itu.

"Matt...".

Teriak Elena tapi ini sudah terlambat. Mattew sudah menghilang menuju pintu keluar. Elena yang panik juga bergegas menuju pintu keluar. Ia merasa sangat takut.

Apa yang dilakukan Mattew tidak sia-sia. Walau harus berlari dengan penuh keringat hingga mencapai tempat parkir.

Ya. Ia melihat ayahnya di sana. Seragam jas coklat muda dan kaca mata. Ayahnya tampak gagah seperti biasanya.

"Daddy...".

Frank yang baru saja membuka pintu mobil menoleh ke arah Mattew. Ia melambaikan tangannya. Namun detik berikutnya ponsel berbunyi dan ia menjawabnya cepat. Mattew yang menatapnya berjalan menuju mobil tapi Frank langsung masuk dan menutup pintunya. Kaca sedikit turun dan ia melambai pada Mattew. Mobil meninggalkan Mattew yang hampir sampai. Matanya terus menatap mobil ayahnya hingga menghilang di gerbang. Ia begitu kecewa.

"Apa yang terjadi? Kenapa kau...".

Elena tak melanjutkan kalimatnya karena Mattew langsung memeluknya erat. Ia menangis dalam diam.

"Dimana kakek?".

Tanyanya dengan suara serak. Elena yang semula ingin melepas pelukannya mengurungkan niat itu. Ia memeluk putranya dengan hangat.

"Ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan".

Mattew melepas pelukannya dan menatap Elena.

"Apa itu lebih penting dariku?".

"Jangan rusak hari ini dengan pikiran yang buruk. Selamat untukmu. Ibu akan memanggilmu pak dokter mulai sekarang".

Elena mengecup pipinya dengan senyum lebar. Ia mengalihkan pembicaraan.

"Ayo ambil gambar dan kirimkan itu pada Shawn dan kakek. Mereka akan menebusnya ketika kita kembali ke Kopenhagen".

Sebelum Mattew menjawab, beberapa teman sekelasnya sudah datang dan memberi ucapan selamat padanya. Sejenak ia melupakan rasa kecewa di hatinya.

Hampir dua jam lamanya Elena menghabiskan waktu menemani Mattew sebelum akhirnya pulang ke apartemen.

"Ibu telah mengatur penerbangan malam nanti untuk kembali ke Kopenhagen. Tapi jika kau masih ingin tinggal, tidak apa-apa ".

Mattew tidak menggubris ucapan Elena. Ia tetap terdiam dengan pandangan lurus ke depan. Elena merasa ada yang salah.

"Apa kau marah karena kakek?".

Masih tak ada jawaban. Elena melambatkan mobil.

"Ketika tiba di Mansion kau bisa bertanya pada kakek. Ibu sungguh tidak tahu mengapa kakek tidak jadi datang".

SECOND HOME (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang