VIII

101 7 0
                                    

"Valisha, maaf udah ngambil anggur kamu tanpa izin."

Ferral mundur selangkah, ia keterkejut lantaran gadis yang ada dihadapannya ini menunduk.

"A-angkat kepala mu, aku tak masalah dengan anggur yang kau makan tadi," Ferral gugup, ia menggerakkan tangannya untuk memberitahu agar gadis ini tak perlu menundukkan kepalanya.

Dengan ekspresi datar, Valisha mengangkat kepalanya. Ferral yang awalnya bersyukur karna gadis ini mau menerima permintaannya seketika kembali gugup.

Lantaran gadis ini sama sekali tak berekspresi, mereka hanya saling bertatapan. Tanpa adanya suara.

"Maaf, boleh aku bertanya?" Ferral memberanikan dirinya untuk membuka suara terlebih dahulu.

"Tentu."

"Siapa dirimu? aku tak pernah melihat mu sebelumnya. Terutama di daerah sini."

Valisha terdiam beberapa saat, sampai akhirnya ia membalikkan tubuhnya untuk mengambil jubah yang sempat ia lepaskan tadi.

"Aku tersesat, aku juga tak tau arah pulang," setelah selesai mengambil jubahnya, ia menggunakannya lalu kembali berhadapan dengan Ferral.

Untuk beberapa saat ia berpikir, anak kecil ini pasti mudah untuk ditipu. Jadi ia sengaja menjawab setengah jujur dan setengah berbohong.

"Apakah kau punya tempat untuk menginap?"

"Tidak," jawaban yang sungguh singkat, padat dan berhasil membuat Ferral kesal.

"Jika begitu, menginap lah di rumah ku. Aku yang akan meminta izin kepada ayah dan ibu."

Valisha mematung, ia menganga atas kalimat yang diucapkan anak kecil dihadapannya itu. Terlihat dari tinggi Ferral yang jauh lebih pendek darinya, dan memang perbedaan umur diantara keduanya.

Ferral yang sadar bahwa gadis didepannya itu tak bersuara, memasang ekspresi bingung. Apakah ucapannya salah?

"FERRALL, DIMANA KAMU!!!" Ferral dan Valisha mengalihkan pandangannya bersamaan, mereka sama-sama terkejut. Namun Ferral lebih terkejut, lantaran namanya lah yang disebut.

"AYOLAHH!! AKU SUDAH LELAH MENCARI MUU!!" suara itu semakin kencang, entah karna orang itu sudah semakin dekat atau suaranya saja yang semakin keras.

Ferral dan Valisha masih terdiam, mereka sama-sama mencari sumber suara itu. Tak berselang lama, seseorang muncul dari semak-semak, tepat dibelakang Ferral.

Ferral yang sadar, menyipitkan matanya. Ia penasaran, siapa yang memanggil namanya itu dengan keras?

Sempat juga ia berpikir bahwa suara itu milik salah satu temannya, tapi mana mungkin? seharunya ia masih berdagang saat ini.

Sampai akhirnya, keluarlah seseorang dari semak-semak itu. Aahhhh, ternyata benar. Itu adalah teman Ferral.

Dengan cepat temannya itu mendekati Ferral, ia sedikit berlari. Tentu dengan ekspresi kesal? atau lebih tepatnya marah.

PLAKKK

"Aku sudah lelah mencari mu, dan kau seenaknya berduaan dengan seorang gadis? pintar sekali kau, akan aku laporkan kepada paman Aryan."

Ferral hampir jatuh saat satu pukulan mendarat di lengannya, apakah temannya ini tak memiliki hati? tidak bisakah memukul dengan manusiawi? pikirnya.

Ferral menatap sinis kepada temannya itu, sedangkan yang ditatap semakin memasang ekspresi kesal kepada Ferral. "Enak saja, kau pikir aku mau dengan gadis yang lebih dewasa seperti dia? mustahil." Ferral memberi penekanan dalam akhir katanya.

Dunia Kala ItuUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum