🏰8🏰

8 6 0
                                    

8. Confusing

.
.
.
🏰🏰
.
.
.

Veronica meraih kacamata hitam yang bertengger di balik kerah tanktop. Terik matahari yang begitu silau membuat ia tak kuasa menahan kedua matanya untuk tak menyipit. Udara terasa panas dan pengap ditambah lagi minimnya hembusan angin sejuk membuat sebagian kulit Veronica yang tak tertutup apapun terasa cekat-cekit seolah ada jarum berukuran sangat kecil berusaha melukai kulitnya yang mulus.

Dia berdiri di depan pintu keluar polisi. Ini sudah ketiga kalinya Veronica datang ke kantor polisi hanya untuk dimintai keterangan. Polisi yang bertugas menangani kasus ini tidak merasa puas atas jawaban yang Veronica berikan sebelum-sebelumnya. Itu sebabnya hari ini Veronica kembali datang ke kantor polisi lagi.

Selama dimintai keterangan, Veronica menjawab seperti template sebelum-sebelumnya. Penjelasannya tidak ia ubah sedikitpun. Ia melakukannya agar polisi tidak mencium kebohongan yang dia buat.

"Bangke! Kepala gue jadi sakit gara-gara ditanyain mulu," bibirnya yang terpoles liptisk merah menyala mendumel, mengeluarkan serentetan kata kekesalan. Kedua kaki jenjangnya berhiaskan heels berjenis angkle strap pump menginjak beberapa undakan anak tangga sebagai langkah akhir keluar dari bangunan kantor polisi.

"Waktu gue jadi terbuang sia-sia cuma buat ngejelasin hal bodoh," Veronica kembali mendumel. Kedua kakinya melangkah cepat menuju parkiran.

Handle pintu mobil ia gapai dengan tangan kanannya. Itu adalah mobil barunya yang berwarna merah dan berjenis sedan. Mobil itu Veronica dapat hasil dari kerja kerasnya dalam membujuk sang kekasih.

Veronica tidak mau kemana-mana dengan angkutan umum atau sekedar naik taksi. Dia gengsi. Veronica tidak bisa menurunkan standarnya sebab ia dikelilingi oleh teman-teman yang memakai barang mahal.

Ponsel di atas bangku sebelahnya berdering. Lantas Veronica ambil ponselnya untuk segera diangkat

"Mau sampai kapan gue nunggu?"

Veronica berdecak sebal. Tangan kanannya menggapai kunci guna menyalakan mobil sedangkan tangan kirinya menahan ponselnya yang ditempatkan di telinga.

"Sabar. Gue juga masih nyari tuh anak."

Lelaki di balik panggilan telponnya menghembuskan napas kasar. Anxel membalas, "kalau lo gak minat ngasih tuh anak, mending balikin duit lima puluh juta gue."

Veronica membelalak tak terima. "Mana bisa! Duit yang udah lo kasih gak bisa ditarik lagi."

"Eh babi! Gue ngasih lo duit lima puluh juta buat beli tuh bocah bukan ngasih lo duit secara cuma-cuma. Gue butuh itu bocah buat jadi boneka gue. Tapi apa? Tuh bocah malah kabur dan lo gak mau balikin duit gue. Gue berasa di tipu tau gak!" Anxel marah.

Sejak Anxel kehilangan jejak Lily yang dibawa pergi Luna, Anxel terus mendesak Veronica untuk membawa kembali Lily kehadapannya. Anxel tak terima Lily hilang begitu saja. Anxel juga tak ikhlas uang yang dia keluarkan lenyap begitu saja tanpa ada hasil.

"Gue gak nipu lo," Veronica bertutur rendah. Ia berusaha merendam emosinya untuk tidak menjadi api seperti Anxel. Setidaknya Veronica harus menjadi air supaya emosi Anxel mereda dan uang lima puluh jutanya selamat.

Veronica melanjutkan, "gue juga masih cari itu bocah. Secepatnya gue bakal bawa Lily kehadapan lo lagi."

"Gue pegang omongan lo. Sampe lo ngebohongin gue, gue jeblosin lo ke penjara," Anxel memperingati dan disusul dengan sambungan telepon terputus sepihak.

The Princess : The Light of Life and DeathWhere stories live. Discover now