20 compromising

61 7 9
                                    

Aku tidak akan mengambil hak mu
- Arayan -

Raya kembali lagi ke rumah. Kali ini ia ingin mengambil barang-barang yang tersimpan di lemari kamarnya. Ia mengambil salah satu piala yang patah. Tercetak tulisan di bawahnya Juara 2 Umum Menggambar Digital. Raya tersenyum mengingat kejadian masa lalu yang membuat pialanya hancur.

Siang itu Raya pulang dengan wajah gembira. Bagaimana tidak ia mendapatkan piala pertama menggambarnya setelah sekian banyak event ia ikuti. Meskipun bukan juara 1 ia tetap bangga pada dirinya. Teman-temannya juga memberikan banyak selamat padanya.

"Harusnya sih rank satu. Ya enggak sih, Ra?" tanya Zizi pada Aura saat melihat gambar milik Raya.

Jika dibandingkan dengan dirinya, menggambar rambut pun pasti nampaknya seperti akar pohon.

"Iya, is. Bagus gini masa rank dua?" tambah Yeyen.

Mereka sedikit kecewa karena gambar Raya mendapat juara kedua.

"Udah, ini udah lebih dari cukup," ucap Raya.

Baginya, apa pun yang didapat sangatlah berharga. Ia akan memberikan piala itu pada Nadin. Mungkin saja ibunya akan bangga dengan pencapaiannya.

Jalan menuju pulang Raya sangat sepi, tidak biasanya. Jarak dari rumah ke sekolahnya cukup dekat, tapi satu hal yang pasti. Ia dan kedua saudaranya tidak pernah memiliki sekolah yang sama. Mereka bertiga selalu berbeda sekolah dari SD hingga Raya sekarang SMP.

"So kecakepan lo anjir!" cecar seorang perempuan.

Raya mendekat, dilihatnya 4 orang perempuan dan 1 orang laki-laki tengah membully 1 orang perempuan lain. Jelas bukan tandingan Raya karena mereka anak kelas 3 sedang ia masih kelas 2. Namun, saat semakin dekat Raya tidak punya pilihan lain untuk menghantam mereka.

"Ngomong apa lo tadi?!" tanya seorang perempuan menampar Yuna.

Raya segera bergegas dan menendang perempuan itu. Mereka kaget dan sedikit menghindar.

"Sialan! Siapa lo?"

Raya tidak menggubris, ia melihat kondisi Yuna yang sudah berantakan. Syukurlah tidak ada luka di badannya.

"Kak, lo diapain?" tanya Raya dengan wajah emosi sekaligus khawatir.

Siapa saja yang mencoba merusak keluarganya akan berhadapan dengannya langsung.

"Oh, Kakak ternyata. Bagus nih dua korban," ucap salah seorang perempuan itu tersenyum sinis.

Raya membuka ikatan tangan Yuna. Mengajak kakaknya untuk pulang. Namun, keempat perempuan itu menghalangi jalan mereka.

"Aduh, kasian anak ayam mau pulang, ya?" ejeknya. Mereka tertawa tatkala piala Raya pun di ambil.

"Wih, piala bagus. Sini buat gue!"

"Buat gue aja sini!"

Mereka saling berebut hingga piala itu jatuh ke aspal dan pecahannya berserakan di mana-mana. Raya termangu, menatap piala yang sudah tidak berwujud itu.

"Ups! Sorry jatuh." Mereka tertawa melihat hasil karya Raya menjadi berkeping-keping.

"Ray, piala lo!" pekik Yuna.

"KURANG AJAR LO SEMUA!" teriak Raya.

Raya berharap mereka tertabrak mobil saat berdiri di tengah jalan. Sungguh hatinya hancur saat melihat pialanya sudah tidak berbentuk seperti piala.

"Dih, marah. Kita 'kan enggak sengaja nge—"

Belum sempat menyelesaikan ucapannya, satu tendangan Raya tepat di perut perempuan itu. Ia lalu menendang yang lain seperti sebelumnya hingga keempatnya tergeletak di aspal jalan dengan perut yang kesakitan.

"An...jir sialan!" umpatnya pada Raya.

Raya memungut pialanya dan pecahannya lalu memasukannya ke dalam tas. Raya sangat sedih, tapi jika Yuna sampai terluka ia akan lebih sedih.

"Nanti gue beliin yang baru, ya," tawar Yuna.

Raya menggeleng, "Enggak usah. Ini lebih dari sekadar piala. Jadi, enggak bisa diganti sama yang baru. Yang penting lo enggak kenapa-napa," jelas Raya menenangkan diri. Yuna merasa bersalah karenanya.

Bugh

Satu pukulan kayu menghantam lengan kiri Raya membuat perempuan itu terpelanting dan meringis kesakitan.

"RAYA!" pekik Yuna.

Ia melihat laki-laki yang bersama keempat perempuan tadi sedang memegang kayu. Raya tidak akan sanggup melawannya jika laki-laki itu memiliki senjata.

"Yuna! Lo lari!" jerit Raya pada Yuna.

Raya dengan cepat meraih kaki laki-laki itu saat hendak akan memukul Yuna.

"RAYA!"

"GUE BILANG LARI!"

Yuna segera berlari, meski hatinya sangat khawatir akan keadaan adiknya. Ia melihat seseorang yang ia kenali.

"BAGAS!" Yuna segera menghampirinya.

Laki-laki itu tersenyum melihat Raya yang memegang kakinya. Satu pukulan telak pasti akan membuat Raya mati.

"Jadi pahlawan kesiangan lo?" Ia menendang Raya.

Perempuan itu terguling. Meski badannya tidak jauh beda dengan laki-laki, tapi untuk melawan yang satu ini ia belum sanggup.

"Apa kata-kata terakhir lo. Sebelum lo mati," ucap laki-laki itu mendekati Raya.

"Lengah," lirih Raya terkekeh membuat laki-laki itu bingung.

Sesaat kemudian, satu tendangan di kepala membuatnya pingsan. Bagas segera membopong Raya, perempuan itu sudah memuntahkan darah ternyata.

Segera mereka balik ke rumah dengan Yuna yang mengekori. Bisa-bisanya ia melawan preman sekolah dengan jumlah 5 orang hanya sendirian.

"Kalau lo belum mampu enggak usah lawan," geram Bagas kepada temannya.

Namun, perempuan yang berada di punggungnya itu nampak tertidur karena kelelahan.

Lucu jika diingat, ketika kecil ia masih memikirkan orang lain daripada dirinya sendiri. Setelah dewasa orang itu seolah melupakannya.


I'm the Middle (Completed) (PROSES TERBIT)Where stories live. Discover now