Nina mengangguk. Ya mengangguk saja, karena jawaban sesungguhnya adalah 'penasaran'.

"Begitu juga sama hubungan. Kamu harus yakin, lalu percaya sama dia. Terus, komunikasi itu sangat penting. Nggak ada yang bisa ngalahin yang namanya komunikasi, Nin. Sekecil apapun case-nya, komunikasi!"

"Hmm, kalau gitu... komunikasi mbak Nana sama tunangan mbak tuh baik dong?"

Mbak Nana terlihat mengangguk. "Apalagi Khavin udah nggak punya orangtua, Nin, tempat keluh-kesahnya juga aku aja. Makanya sebisa mungkin, kami menjaga komunikasi."

Lagi, Nina mengangguk. "Berarti mbak Nana udah tau banget mas Khavin itu?"

"Iya dong, cantik. Masa empat tahun pacaran cuma sekadar tau aja? Balik lagi kan, komunikasi. Hehehe."

"Bener, mbak. Hehehe. Terus terus, mas Khavin itu kerja udah ada jabatan dong, mbak?"

Mbak Nana mengangguk. "Dia manajer keuangan perusahaan, btw. Jadi tangan kanan CEO-nya juga. Makanya sibuk banget, sering keluar kota."

"Wow! Keren! Biasanya orang kayak gitu punya usaha sendiri, mbak. Mas Khavin ada?"

"Ada." Jawab mbak Nana. "Dia punya warung makan dekat kampus."

"E-eh? Kukira... semacam kos-kosan gitu."

Mbak Nana kali ini menggeleng. "Dia bilang dulu keluarganya punya kos-kosan, tapi berhenti karena mereka pindah rumah dan rumah itu dijual."

Kos-kosan yang mbak Nana maksud ini rumah yang sekarang dia tinggali atau bukan, ya?

"Ih, sayang banget, ya, mbak." Respons Nina.

"Iya, abis gimana ya. Nggak bisa ngurus jarak jauh. Ya walau Khavin masih di kota ini juga kerjanya."

Dan akhirnya percakapan itu berlanjut sampai membahas hal yang lain. Yang jelas tidak terlalu berpengaruh pada Nina.

Hanya saja bisa dia simpulkan kalau mbak Nana yang baik hati ini, tidak sepenuhnya 'tahu' soal mas Khavin. Ada beberapa kejanggalan yang membuat Nina berspekulasi bahwa mas Khavin bukanlah orang yang jujur.

Jadi tidak menutup kemungkinan juga kalau mas Khavin punya perempuan lain. Yakni Sania.

Akhirnya hari itu, Nina tutup dengan rasa penasarannya.

🥀𝓕𝓲𝓷𝓭 𝓜𝓮🥀

Sabtu, harinya untuk bersantai. Tapi tidak dengan otak Nina yang terus memikirkan soal Sania dan mas Khavin.

Di atas ranjangnya, Nina tertelungkup mengantuk-antukkan pulpen ke kening. Memikirkan teori apa lagi yang bisa dia kumpulkan soal ini. Juga terror bayangan yang semakin hari semakin menunjukkan kejelasan.

"Kalau Sania selingkuhan mas Khavin, maksud bayangan pembully-an dan lain-lainnya itu apa dong? Oh, mungkin ini case yang beda kali, ya?" Nina bermonolog sambil mencoret-coret kertas HVS di hadapannya.

"Oke, beralih ke... terror." Nina menuliskan sesuatu di kertas. "Cewek ini mungkin korban bully dan pemerkosaan, bisa jadi dia dulu tinggal di sini karena bayangan-bayangan itu terlihat jelas di rumah ini. Bisa jadi dia diperkosa mas Khav... aw!" Tiba-tiba Nina merasakan kepalanya nyeri.

"Aku mau pulang dulu, mas."

"Aku minggu depan wisuda."

"Aku nggak berniat kabur kok."

"Aku cuma mau ketemu N...."

Dugh!

Gadis itu tersadar dari sekelibat bayangan terrornya setelah sebuah suara kencang seperti sebuah benda beradu dengan dinding.

Dengan cepat Nina beranjak dari ranjangnya, mengecek keluar karena posisi bunyi dentuman itu seperti dari luar.

"Ada yang dorong barang?" tanya Nina pada Bianca, Claudia, dan Malika yang sedang duduk di meja makan.

"Nggak ada. Kami dari tadi duduk di sini." Jawab Claudia.

"Ada apa, Nin?" tanya Bianca.

"Eung... itu tadi gue denger kayak ada yang nubruk tembok."

"Nggak usah aneh-aneh deh, Nin." Ucap Malika. "Nggak ada setan, nggak ada. Apalagi siang-siang gini."

"Perasaan Nina nggak bilang ada setan, Mal." Kata Bianca.

"Nina kan suka gitu, suka kait-kaitin mistis. Aneh banget."

"Kalau lo nggak percaya soal mistis, ya udah. Tapi jangan lo judge orang yang percaya sama hal gituan seakan itu salah banget." Bela Bianca.

Malika tidak menjawab, dia hanya melirik Bianca lalu berganti ke Nina. Sementara Claudia memilih diam karena dia sendiri tim netral. Percaya - tidak percaya.

"Gue cuma nanya soal tembok kok, bukan something mystic." Lalu Nina kembali ke dalam kamar dengan sedikit membanting pintu.

Ya, Nina marah. Ada sedikit rasa bahwa dia tidak dihargai oleh Malika. Padahal hal mistis merupakan sebuah kepercayaan, yang mana itu hal umum dan bukan sesuatu yang aneh.

Rasanya Nina seperti ditarik kembali ke masa sekolah. Saat dia dibully hanya karena percaya pada hal-hal mistis. Dia benci itu.

Karena moodnya sudah sangat jelek, Nina merapihkan ranjangnya. Ia kemudian mengambil jaket dan kunci motor, lalu pergi keluar.

"Mau ke mana, Nin?" tanya Bianca.

"Cari angin!" Balas Nina ketus sambil berlalu.

Bianca melirik Malika yang terlihat seolah tidak terjadi apapun. Sementara Claudia hanya memberikan tatapan 'jangan libatin gue' kepada Bianca.

Di luar, Nina mengendarai motornya dengan cukup kencang. Tidak tentu arah bahkan sudah cukup jauh. Baru kali ini dia merasa hilang kendali, biasanya hanya diam di kamar, menyetel lagu atau tidur.

"Brengsek kamu, mas!"

"Pembunuh!  Bajingan!"

"Nina sini kenalan. Ini kakak Nia, kakaknya Nina, tapi jangan bilang Ibu."

"Bisa nggak sih kamu hargai keputusan aku, mas?"

"Kamu jahat banget, mas! Biadab!"

Tiiiiin~
Brakk!

"WOII!! MAJU, TOLOL!!"

"Haahhh...."

Brakk!

Nina tiba-tiba menjauh dari motornya. Badannya gemetar, tangannya berkeringat dingin. Rasanya dia ketakutan setengah mati setelah apa yang ia lihat di kepalanya dengan sangat jelas.

Suara perempuan muda, suara Ayahnya dan sosok gadis kecil di hadapannya, bentakkan Ibunya pada sang Ayah, kembali pada suara perempuan di awal yang terlihat baru menampar seorang laki-laki, dan terakhir sebuah kecelakaan yang melibatkan mobil dan truk pertamina.

Tapi bukan itu yang membuat Nina bergetar hebat. Dalam POV bayangannya, sosok yang menyetir mobil itu adalah perempuan, dengan gelang berbandul putih yang familiar.

"Mbak? Mbak kenapa?"

Nina masih gemetar di tepi jalan, yang sekarang dia sudah dikelilingi 4 orang. Karena terus ditanya-tanya, Nina akhirnya merasakan sesak di dadanya. Hingga ketika seseorang menyodorkan sebuah minuman, ia melihat sosok perempuan yang terlintas di benak usai melihat bayangan terror beberapa waktu lalu berdiri di tengah jalan sambil menatapnya sendu.

"San...ㅡ"

Dan kemudian Nina tidak sadarkan diri.





🥀𝓕𝓲𝓷𝓭 𝓜𝓮🥀


forestyoun • 220324

FIND ME!Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin