Jeda'36 🌱

253 59 15
                                    

Happy Reading 🌱

Gus Amran mendahului turun dari mobil dan langsung bergegas membukakan pintu mobilnya lagi untuk Ning Najma saat mereka telah sampai di kampus pagi itu. Sementara sang supir menunggu hingga gusnya selesai berbincang dengan Ning Najma.

Beberapa pasang mata jelas langsung teralih pada mereka. Siapa gadis yang datang bersama dengan pria populer di kampusnya itu? Karena selama mereka mengenal Gus Amran, pria itu memang hampir tidak pernah membawa wanita dengan mobilnya. Selain Gus Amran tidak ingin menjadi fitnah, dia juga tidak suka melihat laki-laki dan perempuan duduk berdempetan. Apalagi mobilnya bukan mobil family yang memiliki banyak space untuk duduk.

"Nana masuk duluan, gih! Kak Aam mau nganter Pak Naim dulu, ya!"

Tanpa menunggu jawaban dari Ning Najma, Gus Amran langsung beranjak menuju Pak Naim dan berjalan berdampingan menuju gerbang. Najma menghela napas perlahan, mencoba menenangkan hatinya yang tiba-tiba saja berdebar mencium aroma parfum dari pria yang sejak tadi terkesan sok dekat padanya. Dan tanpa ia ketahui ada sepasang mata dari kejauhan yang menatapnya penuh dengan kecemburuan.

"Ish, apaan sih, pake deg degan segala. Jelas saja cewek-cewek salah paham sama sikap dia kalau semanis ini. Dasar!" rutuk Ning Najma sambil menyentuh dadanya.

"Dor, ketahuan nih!" Sebuah suara disusul dengan rengkuhan di pundaknya cukup mengagetkan Ning Najma.

"Astaghfirullah, Nisa!" Ning Najma lagi-lagi mengelus dadanya yang makin berdebar kencang karena terkejut. Tawa lirih terdengar dari balik cadar yang gadis itu pakai.

"Mimpi apa bisa berangkat bareng sama Bang Amran?"

"Kebetulan aja."

"Ah kebetulan sampe dibukain pintu segala. Apa aku ketinggalan info?"

"Ish, nggak lucu, ah!"

Anisa mengejar langkah Ning Najma yang berjalan cepat menuju taman kampus.

"Haha, wajah kamu merah tuh!"

"Anisa! Sst!" Ning Najma merengkuh lengan gadis bercadar yang masih menggodanya itu.

"Haha, jangan-jangan benci jadi cinta nih!"

"Ih, Nisaaa!" Ning Najma menghentikan langkahnya, memasang wajah manyun pada salah satu temannya itu.

"Hahaha, iya iya deh! Sstt!" Gadis bernama Anisa itu menyerah sambil mengacungkan telunjuk di depan bibirnya.

Jeda༊*·˚

Suasana ruang kelas yang Ning Najma tempati kali ini nampak berbeda. Meski hanya beberapa pasang mata yang menatap atau melirik ke arahnya, tapi kasak kusuk yang terjadi sepertinya fokus pada dirinya. Anisa di sampingnya melambaikan tangan pada salah satu gadis di pojok ruangan. Kini mereka berdua sekelas di mata kuliah Sosiolinguistik. Meski sama jurusan, kadang mereka berbeda kelas karena memilih dosen dan jam yang berbeda. Itu sebabnya terkadang mereka tidak selalu bersama. Berbeda dengan Mauli yang sudah dari awal menyamakan jadwal dengannya.

Berlagak masa bodoh, Ning Najma berjalan melewati beberapa gadis yang saling berbisik di barisan depan menuju Mauli yang nampak sibuk dengan bukunya di barisan tengah.

"Assalamualaikum, Mauli ...!" Ning Najma menyapa ramah, ia bahkan berusaha untuk tidak berpikir buruk dulu tentang apa yang digibahkan teman-temannya. Mungkin itu hanya kebetulan saja mereka seperti itu pas dia masuk kelas.

"Wa'alaikumsalam ...." Mauli menjawab lirih tanpa menoleh.

Ning Najma mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, dua bungkus kuaci kesukaan mereka langsung ia ulurkan ke depan Mauli sambil tersenyum. "Aku beli dua sekarang, biar ngantuknya hilang," bisiknya kemudian.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jeda༊*·˚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang