Bagian Tujuh

13 5 0
                                    

Setelah bekerja lembur hampir setiap hari. Apalagi dibawah tekanan seorang Anggara Yudha Pradikta. Membuat sekujur tubuh Shenina menjadi sangat kaku semua. Sehingga Shenina memutuskan weekend kali ini akan pergi jogging.

Shenina keluar dari kamarnya dengan balutan hoodie dan celana abu selutut. Dengan rambut yang diikat cepol ditambah topi putih yang tersemat cantik di kepalanya. Tak lupa di telinga terpasang earphone.

“Mau kemana Shen?” Shenina menoleh ke arah perempuan yang memiliki paras
cantik seperti dirinya sambil memasangkan sebelah earphone di telinga kanannya.

Jogging bun,”

“Tumben jogging, biasanya males,” ucap Bian yang baru saja menuruni anak tangga.

“Kaku kak badannya,”

“Sama cowok mu?” ledek Bian.

Shenina melempar bantal sofa yang terletak tak jauh darinya pada Bian.

“Udah aku bilang aku ngga punya cowok kak Bian!”

Namun sayangnya lemparannya itu meleset, “Yeee ngga kena,” ucap Bian sambil memeletkan lidahnya.

“Tuh Bun! Kak Biannya nyebelin!”

“Biannn.. kamu ini yaa, isengin mulu adeknya, bantuin Bunda sini bikin sarapan.”

“Nahh.. tuh sana bantuin.”

Bian berjalan menuju dapur untuk membantu Bundanya. Namun sebelum kakinya menginjak dapur. Bian mendekati Shenina sambil mencubit pipi Shenina kencang.

“BUNDAAAAA KAK BIANNYAAAAAA!!!”

Dengan secepat kilat Bian berlari menghampiri sang Bunda.

“Kamu ini ya,” Bian hanya cecengesan menanggapi sang Bunda.

***

Setelah melakukan peregangan. Shenina mulai berlari mengitari taman komplek rumahnya. Jangan lupakan earphone yang tersemat di telinganya dengan lagu kesukaannya, payphone yang akan menemaninya di pagi hari ini.

“Okee.. let’s go!”

Komplek rumah Shenina ini terdiri dari beberapa komplek. Di setiap komplek perumahan Shenina terdapat taman yang sudah dilengkapi area bermain anak. Dan ada satu taman yang cukup luas dengan area bermain anak yang cukup luas pula. Letaknya berada di tengah-tengah penghubung diantara beberapa komplek.

Setiap hari minggu taman ini akan ramai dari berbagai kalangan, mulai dari ibu-bapak, muda-mudi, sampai anak-anak. Entah itu jogging, senam, main atau pun sekedar sarapan dan membeli jajanan. Jarak taman ini dari rumah Shenina hanya berjarak 3 km.

Brukkk...

Shenina tersungkur jatuh ke bawah akibat ditabrak sepeda secara tiba-tiba dari arah belakang. Shenina memegang lengannya yang berdarah.

“Maaf Mba,“

Shenina melirik sang pengendara sepeda ini yang sedang berjongkok di sampingnya, “Aduhh Mas—“

“ELO??! LO LAGI.. LO LAGI? KENAPA SIHH GUE HARUS KETEMU LO TERUS?”

Anggara menutup kedua telinganya, karena suara Shenina sangat begitu nyaring masuk ke telinganya, “Dari reaksi lo kaya gini, kayanya lo gapapa yaa?”

Anggara tak mengenali Shenina karena wajah cantik gadis mungil ini tertutupi oleh balutan topi putih yang tersemat di kepalanya.

“MUKA LO GAPAPA? LO LIAT TANGAN GUE LUKA, AISHH,” ucap Shenina dengan helaan nafasnya yang kasar.

HOLD MY HANDWhere stories live. Discover now