16| The Difference

Start from the beginning
                                    

"Aduh," Kaila meringis kesakitan pada kaki kiri yang kram. "Kaki gue kram please," ucap Kaila.

"Makanya udah tau badan pendek sok banget mau ngambil buku paling atas."

"Bisa gak sih ditahan dulu hinaan lo itu?" Kaila berdiri seutuhnya dibantu oleh Agam.

Gadis itu tampak melemaskan kaki kirinya, bertopang pada rak buku, kemudian kaki tersebut sedikit dihentak-hentakkan ke lantai. Cara ini menurutnya adalah cara paling jitu agar kram cepat hilang. Tidak butuh waktu lama, kakinya sudah terasa kembali normal.

Kaila menatap laki-laki di hadapannya dengan tidak minat. "Makasih."

"Gak ikhlas banget tu muka," gerutu Agam. "Tau gitu gue biarin lo nyium lantai,"

Kaila mendelik sesaat lalu membenarkan posisinya, kemudian berjalan mendekat ke arah Agam dengan tapak langkah yang halus.

Tatapan mereka bahkan belum putus. Aroma  parfum milik Agam juga mulai memasuki indera penciuman Kaila. Membuat sang lawan merasa kalang kabut. Menahan napas gusar. Turut mundur pelahan.

"Mau ngapain? Lo jangan macem-macem ya," sungut Agam.

Langkah Kaila terus maju. Mengikis jarak di antara keduanya. Membuat punggung Agam menabrak rak buku di sana. Bulu kuduk Agam jelas berdiri kala helaan napas Kaila menyapu ceruk lehernya.

Aroma shampo Kaila bahkan tercium. Bau vanila.

"Orang mau ambil ini." ujarnya enteng saat berhasil mengambil buku dari balik tubuh Agam. Gadis itu beringsut mundur. Kembali berdiri dengan memberikan jarak tiga langkah.

Agam merasakan telinganya yang memanas sekarang. Di hadapannya, Kaila tersenyum penuh kemenangan.

Salahkan saja Agam. Walaupun penampilan luar Kaila sekilas bak seorang peri, nyatanya gadis ini adalah titisan Medusa.

"Dih salting lo?"

"Siapa yang salting? Jangan sok tau lo!" sungut Agam.

Kaila terbahak. "But, your ears tell me," katanya sambil menunjuk telinga Agam yang merah.

Dan sekarang, Agam digeluti perasaan malu yang bertalu.

Shit.

Sebelum memilih berlalu dari hadapan Kaila, ia menyempatkan diri untuk menjentik kening Kaila kuat. Dengan teriak tertahan, Kaila menatapnya tajam.

Laki-laki tersebut berjalan cepat meninggalkan Kaila dengan senyuman yang tak kalah puas. "Satu sama." ucap Agam

°°°

"Dikejar siapa lo? Sampe merah begitu tu muka."

Agam menghempaskan tubuhnya di atas bangku kantin.

Tidak memberi respon, membuat Rizal menatap Ilham dan Ben bergantian, mengendikkan dagu saling memberikan sinyal bertanya satu sama lain.

"Argh kampret!" umpat Agam sambil menggebrak meja kantin. Jelas hal itu membuat mereka bertiga kaget bukan main.

"Lu kenapa tong?" Rizal kembali memastikan.

Sedangkan Agam pura-pura tidak mendengar. Tidak ada energi untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Keterdiamannya tidak bertahan lama di sana. Saat netra milik Agam tak sengaja menangkap siluet Kaila yang baru saja memasuki kantin— bersama seorang laki-laki yang belum ia ketahui namanya.

Terlihat gadis itu tertawa sumringah. Tidak ada raut mendidih, tidak ada raut emosi, dan gadis itu tidak tampak seperti Medusa.

Tanpa sadar tangannya terkepal kuat. Memperjelas urat-urat di sekitar kepalan. Deru napasnya juga terdengar memburu. Lagi, membuat ketiga orang temannya menatapnya heran.

The Apple of My EyeWhere stories live. Discover now