Sebuah Kerinduan

70 1 0
                                    

.“Hari ini kita jadi pergi mancing kan pak?” tanyaku pada bapak yang dua hari lalu berjanji kalau hari ini ia akan mengajak aku dan adik-adikku pergi memancing.

“Iya Lie, nih! Bapak sudah siapkan galah pancing dan umpannya sama tempat ikannya. Kalau makanan sama minuman itu urusan mama." Bapak segera memasukkan semua peralatan memancing ke dalam mobil. Aku dan adik-adikku loncat kegirangan karena hari ini kami akan pergi tamasya ke luar kota.

“Lie, bantuin Mamak angkat semua makanan dan minuman sama piring, sendok dan cangkir ke dalam mobil ya jangan sampai ada yang tertinggal.” kata mamak sambil menggendong adikku yang paling kecil.

“Mak, aku boleh bawa ini?” Aku bertanya pada mamak sambil menunjukkan barang yang ingin kubawa. Topi bundar besar dan kacamata hitam! Mamak tersenyum melihat tingkahku dan menganggukkan kepala tanda setuju.

Aku dan tiga orang adikku segera naik ke atas mobil sementara mamak tidak ikut karena adikku yang bungsu masih terlalu kecil untuk diajak pergi mancing ke luar kota.

“Daaa Mamaakk …!! Teriak kami kompak sambil melambaikan tangan pada mamak yang berdiri melihat mobil yang terus menjauh membawa kami hingga hilang di ujung jalan.

Sepanjang perjalanan menuju ke lokasi mancing kami isi dengan bercerita dan bernyanyi.

“Di sama senang disini senang di mana-mana hatiku senang.” Begitulah lagu yang kami nyanyikan berulang-ulang sambil tertawa riang. Tiba-tiba mobil berhenti kami pun terdiam seketika melihat Bapak turun dari mobil dan berjalan mendekati beberapa penjual buah durian. Bapak memilih dan menawar buah durian setelah sepakat harga akhirnya Bapak membayar untuk satu keranjang durian! Hah! Bisa mabuk durian nih! Pikir kami ketika bapak mengupas dua buah durian dan menaruhnya di depan kami berempat. Tanpa menunggu lama kami pun makan durian sepuasnya.

Jalanan kian lengang ketika mobil mulai menjauh dari kota. Sepanjang jalan terlihat hutan dan pepohonan di kanan kiri jalan yang kami lewati. Suasananya masih hijau dan asri apalagi udara sekitarnya juga masih segar tanpa debu dan asap knalpot kendaraan bermotor. Kami berteriak kegirangan ketika mobil memasuki area jalan yang mendaki dan menurun. Asyiik!  Aku memegang perutku yang terasa geli ketika mobil melaju di jalanan  menurun hingga tak terasa sudah dua jam kami di perjalanan. Laju mobil mulai melambat saat memasuki area tempat mancing, jalanan tanah merah dan berbatu membuat aku dan adikku terguncang karena jalanan yang berlubang. Pemandangan mulai berganti dengan sungai kecil dengan semak-semak yang lebat. Beberapa kendaraan lain juga sudah parkir dari tadi dan mereka sudah mulai mancing lebih dulu. Sepertinya tempat ini sudah viral jadi pemancing rame sekali! Bapak segera mencari tempat untuk parkir kendaraan dan mencari tempat mancing yang nyaman.

“Kita mancing di sini saja. Nampaknya di sini banyak ikannya!” Kata Bapak pada kami sambil menurun kan galah pancing dan umpan serta tempat ikannya.

“Pak! Pancing lie duluan ya yang dipasang umpannya!” Kataku pada Bapak karena aku takut melihat ulat dalam bambu berwarna putih seperti ulat sagu tapi ukurannya lebih kecil bergerak kesana kemari. Aku geli melihatnya!

Setelah umpan dipasang aku segera meluncur turun ke bawah ke sungai kecil yang banyak rumputnya.
"Aww!! Teriakku kesakitan kupikir rumputnya tidak tajam ternyata tangan dan kakiku terasa perih semua dengan goresan berwarna merah di kulitku.

“Belum lagi dapat ikan, aku sudah dapat goresan rumput yang tajam ini di kulitku.” Aku meringis sambil melemparkan tali pancing yang sudah dipasang umpan dan pelampung.

“Mudah-mudahan tidak ada ularnya di sekitar sini.” Aku melihat ke kanan dan ke kiri tempat ku berdiri. Aman! Tidak ada satu ekor pun hewan yang berbahaya di sini. Aku menahan kedipan mataku ketika pelampung pancingku bergerak pertanda seekor ikan sedang mencicipi umpannya.

“Ayo! Ikan makan umpannya! Horee …!! Aku dapat ikannya!” Aku berteriak setelah menarik dengan kuat pancingku dan aku dapat ikannya!

"Wah! Ikannya lumayan besar kak!” Komentar adikku saat melihat ikan yang kudapat. Dengan susah payah aku melepaskan ikan dari mata kail hingga duri ikan mujair itu menusuk di jari tanganku. Kini bukan hanya kulit tanganku yang sudah ruam merah dan perih tapi tanganku juga perih. Ikan segera kumasukkan ke dalam tempat ikan. Senangnya! Ikan yang pertama kudapatkan!

Bapak dan adikku juga berhasil mendapatkan ikan hingga tempat ikan yang kami bawa sudah berisi setengah. Kami merasa sudah lapar saat matahari sudah terasa panas menyengat.

“Ayo! Kita makan dulu nanti kita sambung lagi mancingnya.” Bapak mengajak kami untuk makan siang.

“Iya benar Pak, perut kami sudah lapar nih! Ikannya juga sudah malas makan umpannya! Mungkin mereka juga lagi istirahat Pak!” kata adikku bercanda disambut tawa bapak mendengar celoteh adikku. Ternyata Masakan mamak memang enak, ada ikan bakar, sambal goreng, sayur, kerupuk dan ikan teri pedas membuat kami semua tambah makannya.

Setelah selesai makan kami melanjutkan memancing hingga hari menjelang senja. Mobil mulai beranjak pulang ketika senja mulai memerah dan ikan yang kami dapatkan juga lumayan banyak. Nggak sia-sia perjalanan jauh yang kami tempuh walaupun kulit tangan dan kaki perih tergores rumput tajam ditambah jari tangan tertusuk duri ikan saat melepas ikan dari mata kail jadi terbayarkan oleh ikan yang kami dapatkan. Lumayan buat digoreng!

Berbeda dengan suasana saat berangkat mancing, suasana pulang lebih banyak diam daripada bicara apalagi bernyanyi seperti tadi pagi.

“Capek banget! Aku dan adik-adikku semuanya tertidur di mobil. Hanya bapak yang terjaga di depan menyetir mobil kembali ke rumah …

Nada dering HP ku membuatku terjaga dari lamunan …, Rupanya aku sedang melamun! Teringat kenangan saat pergi memancing bersama bapak saat liburan sekolah waktu aku masih SD. Kenangan masa kecilku yang menyenangkan!

Seperti senja hari ini ditemani secangkir teh manis kuputar sebuah lagu kesukaanku "Titip Rindu Buat Ayah" yang dinyanyikan oleh Ebiet G. Ade kunikmati syair lagunya seiring rindu bersama kenangan masa kecil nan indah yang tak akan hilang selamanya.

CERPEN KUWhere stories live. Discover now