"Jatah mantan ya?" ejek Fika sambil mencibir.

"Iya dong." kekeh Isaac bangga. "Minggu lalu mereka berantem. Katanya mau cerai, ketahuan habis jalan sama gue."

"Si anjir!" Fika kembali tertawa kencang. "Lo mau nikahin dia kalau dia cerai?"

"Nggaklah!" tolak Isaac enteng.

"Dia obsesi sama Isaac. Dia nikahnya cuma mau gertak Isaac doang. Dia kira Isaac bakal nyamperin dan mohon-mohon supaya ceweknya batal nikah. Tapi, Isaac malah sibuk party," tambah Owen sambil tertawa lebar.

"Bajingan emang!" maki Fika tanpa bisa menghentikan tawa.

"Emang boleh Kak Isaac jalan sama istri orang?" tanya Sapphire mengerutkan dahi.

"Kalau nggak ketahuan," jawab Isaac santai.

"Suaminya nggak tahu emang?" lanjut Sapphire.

"Diam-diam ketemuannya. Izin bentar mau nonton, tahu-tahu check-in." cela Owen lagi sambil mengambil udang bakar.

"Anjir!" Fika mengumpat untuk kesekian kalinya.

"Luci ngomong dong! Serem amat dari tadi diam. Tar tiba-tiba hilang lo," canda Isaac karena dari awal Luciana hanya diam mendengarkan cerita.

Luci mendengkus, "Sialan," makinya membuat semuanya tertawaan.

Keenam orang itu sedang berkumpul di taman belakang vila sambil bakar-bakaran. Luciana dan Raven sibuk memasak makanan, sedangkan Isaac, Owen, Sapphire dan Fika bercerita sambil makan.

Cahaya bulan yang terang serta bintang bertabur di atas langit membuat suasana semakin santai. Api unggun kecil turut menerangi dan menghangatkan badan. Ditambah lagi dengan lampu-lampu berjajar di tanaman.

"Sini," Raven meminta capit dari Luciana setelah lelaki itu mengoles bumbu pada sosis bakar. Untuk urusan memasak makanan saat berkumpul seperti ini, Raven pasti turut serta. Sisi lain dari seorang Raven selain dari memiliki banyak gadis, dia senang memasak.

Pada Sapphire saja sering ditawarkan. Terutama saat mereka berbelanja bulanan, sekalian membeli bahan untuk dinikmati bersama-sama.

"Sayang, aku mau sosis satu lagi." pinta Sapphire sambil menyerahkan wadah. "Kamu keringatan,"

"Ambilin tissue," pinta Raven menunjuk ke samping gadisnya.

Sapphire mengambil beberapa lembar dan menyeka keringat di wajah Raven. Raven menundukkan wajahnya dan mengecup kilat ujung hidung Sapphire.

Sapphire hanya senyum-senyum dengan wajah memerah. Di depan teman-teman mereka bermesraan membuat perasaannya semakin membuncah.

Raven memberikan satu sosis ke wadah Sapphire. Membantu memotong-motong kecil agar gadis itu tidak kesulitan memakannya.

Raven juga mengangkat panggangannya yang sudah matang dan memindahkan ke wadah. Kemudian dengan cekatan, Sapphire menghidangkan ke tengah-tengah meja.

"Kak Luci, ini aku yang lanjutin ya?" pinta Sapphire dengan ekspresi lucu.

Luciana melirik Raven yang sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda penolakan. Luciana mengangguk dengan senyum tipis lalu berpindah duduk di samping Owen.

Mereka melanjutkan bercerita sambil bercanda tawa. Raven dan Sapphire sibuk dengan sisa panggangan serta sesekali ikut nimbrung.

Sapphire tidak pernah tahu bahwa pengalaman ketiga lelaki itu saat mendaki, Luciana ikut serta namun tidak seorang pun yang menyinggung dalam cerita.

Luciana tidak keberatan dirinya seolah terlupakan. Meskipun hal yang sebenarnya terjadi pada Raven saat itu karena dirinya.

Luciana salah satu gadis yang ikut serta dalam rombongan. Di tengah jalan, Luciana tidak sanggup berjalan lagi. Sehingga, Raven menggendong gadis itu.

Sayangnya, Raven kondisi Raven kurang fit akibat begadang. Secara tidak sengaja, saat mereka hendak istirahat dan menurunkan Luciana dari punggungnya. Raven tergelincir dan jatuh ke jurang.

Dia mendapatkan beberapa jahitan di jarinya setelah pulang. Namun, tidak berbekas sehingga Sapphire tidak mengorek informasi lebih lanjut.

"Sayang, fotoin tangan kita." ajak Sapphire saat tangan mereka sibuk mengoles bumbu dan membolak-balikkan makanan di panggangan, cincin pasangan yang tersemat di jari masing-masing terlihat indah.

Raven tidak lagi menolak mengenakan cincin itu saat bersama teman-teman mereka. Lagi pula, semua sudah tahu.

"Ini,"Raven menunjukkan bentuk perhatiannya pada Sapphire dengan mengupas udang dan mencocol sambal.

"Enak banget," gumam Sapphire setelah udang itu masuk ke mulutnya.

Raven tersenyum tipis dan menyusun daging cumi di pemanggangan menggantikan udang. Dengan sigap, Sapphire mengoleskan bumbu sehingga asap semakin menebal.

Raven mengambil alih bumbu dari tangan Sapphire dan menggantikan tugas gadis itu. Asap menimpa wajah Sapphire sehingga kedua matanya perih.

Menggosok-gosokkan mata dengan punggung tangan, lalu menyembunyikan wajahnya di punggung lelaki itu. Air mata Sapphire mengalir deras hingga matanya memerah.

"Cuci muka dulu," kata Raven sambil membuka air mineral dalam kemasan. "Sini,"

"Kenapa? Masuk ke mata?" tanya Luciana khawatir.

"Kena asap doang," jawab Raven.

"Cuci muka dulu," tambah Fika.

"Nih lagi airnya." Owen menyerahkan pada Isaac yang lebih dekat dengan Raven dan Sapphire.

"Tissue lagi nih," Isaac meletakkan kedua benda itu di depan Raven.

Sapphire pasrah saja. Raven membasahi tissue dan mengelap mata kekasihnya tersebut. Mata perih disertai batuk-batuk, Sapphire mengerjakan mata setiap kali Raven menyeka.

"Udah? Masih perih?"

"Dikit lagi,"

"Lagi,"

Akhirnya kedua mata Sapphire terbuka lebar dalam kondisi memerah. Raven membantu mengeringkan wajah gadis itu dengan hati-hati.

"Masih perih?"

"Udah,"

"Mau lanjut?" sindiri Raven.

"Mau," jawab Sapphire menganggukkan kepala.

Raven meringis. Menyuruh Sapphire berpindah tempat dengannya agar asap tidak menerpanya lagi.

Tanpa rasa kapok, Sapphire masih bersedia melanjutkan kegiatannya dengan Raven.

***

Jakarta, 13 April 2024

Baca duluan dia Karyakarsa

Baca duluan dia Karyakarsa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
REDFLAG Where stories live. Discover now