7. Introvert

Mulai dari awal
                                    

Mata Bia melotot begitu nomor yang bahkan tidak dirinya simpan itu melakukan panggilan balik.

"Internet makin cepet ya, masa bentaran aja tadi langsung masuk."

Bia menggigit bibirnya. Dia tidak mungkin menolaknya. Salah-salah guru baru itu bisa mengira Bia emang benar cari perhatian. Dengan menarik napas panjang, Bia pun mengangkat panggilan itu.

"Hallo, ini siapa? Ada perlu apa?" Suara berat laki-laki terdengar dari speaker ponsel Bia.

"Bia, Pak. Maaf barusan nggak sengaja kepencet. Nggak ada maksud apa-apa kok, Pak."

"Siapa?"

"Bia."

"Dia?"

"Bia."

"Via?"

Bia menarik napas. "Yihana, Pak."

Hening. Bia tidak tahu kenapa tidak ada balasan lagi dari seberang sana. Bia bahkan mengecek layar ponselnya untuk memastikan jika telepon mereka masih tersambung. Bia mengernyit kecil.

"Pak?" panggilnya dengan hati-hati.

"Ah, ya. Lain kali foto profilnya jangan di-private atau paling nggak kasih nama biar saya tau. Saya kira tadi kolega."

"Hehe ... maaf ya, Pak."

Hening lagi. Bia pun menggaruknya kepalanya. Padahal guru itu bisa membalas iya dan Bia pun bisa menutup teleponnya.

"Yihana?"

"Iya, Pak?"

"Bisa tolong bilangin ke teman-teman kamu buat nggak kirim chat pribadi? Saya terlanjur salah kasih nomor, yang ini dipake buat kerjaan saya yang lain," ucap pria itu tanpa jeda. Suaranya jelas dengan penekanan yang tidak membuat terganggu. Membuat Bia berpikir jika Zyan cocok menjadi voice over. Atau jika Zyan membuka jasa sleep call, dia pasti untung banyak.

"Nanti saya bilangin ketua kelas, Pak."

"Bukannya kamu wakilnya?"

Bia terdiam, cukup terkesima Zyan tahu itu. Pertemuan di kelas baru satu kali, itu pun tidak ada pembahasan mengenai itu. Ya, meskipun itu bukan sesuatu yang khusus juga.

"Saya kurang berpengaruh, Pak. Hehe ...."

"Kamu keberatan?"

Bukan itu. Bia menjawab dalam hati. Perkataan Zyan jelas mengatakan bahwa banyak anak kelasnya yang mengirim pesan dan dipastikan itu bukan anak-anak cowok. Jika Bia yang menyampaikan, Bia pasti akan disalah pahami. Mereka mungkin tidak akan terlalu menerima alasan karena teman kakaknya lagi.

"Na-nanti saya sampaikan, Pak."

"Oke. Terima kasih Yihana."

"Bia aja, Pak."

"Yihana bukan nama yang jelek kok."

"Eu, iya." Bia menggaruk kepalanya. "Saya tutup ya, Pak. Maaf karena udah ganggu."

"Iya."

Bia menekan icon merah. Panggilan pun diakhiri. Bia merebahkan tubuhnya dan menarik napas lega. Zyan juga adalah targetnya, tapi kepala Bia buntu untuk menggaet pria itu. Meski masih muda, Bia tetap kurang ajar jika menipu gurunya begitu.

08xxx

Oh iya, tolong bilangin, kalau mau konsultasi pelajaran jangan di malam-malam ya.

Putus berbayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang