"S.. Sss.. Siiap" Ucap mereka pada akhirnya. Pasrah akan takdir.

Setengah jam kemudian mereka tiba di sebuah rumah makan. Suasananya mirip restoran jepang namun dengan sentuhan menu lokal.

"Kalian berdua bebas mau milih apa, dengan syarat harus habis disini. "

Galih bersorak riang namun wajahnya lesu ketika matanya menatap buku menu.

"Emang boleh se ayam ini? Jauh-jauh kesini ujung-ujungnya pesen ayam geprek juga, nasib nasib" Galih menggerutu sambil menuliskan pesanannya sendiri.

"Gue ikut Gabriel aja" Guin menutup buku menu yang ia bolak-balik sedari tadi. Ia melihat sekeliling, mendapati beberapa gadis sesekali melirik ke arah Gabriel atau Galih.

"By the way, habis lulus kalian bakalan kemana? " Guin bergantian menatap kedua sahabatnya.

"Gue balik ke habitat alami sih, mau gemukin badan dulu sebelum terjun ke lapangan lagi" Gabriel menyahut.

"Lo asli mana el? " Selama ini Galih memang meragukan asal-usul Gabriel. Postur dan wajahnya tidak pribumi sama sekali.

"Pertanyaan lo sulit, tapi memang gue bukan asli sini. Gue sering pindah-pindah juga." Gabriel membuka air mineral dihadapannya lalu melanjutkan "lagian bapak gue udah mulai pulih, mama juga udah mau tinggal bersama lagi, maksud gue, yah, enggak ada salahnya gue gabung dan menghabiskan waktu dulu sama mereka berdua sebelum membangun hidup gue lagi"

Guin yang mendengarnya tersenyum paham. Syukurlah, rupanya Frederick dan Rose baik-baik saja.

"Kalo lo lih? "

"Gue mau lanjut S2 dulu sebelum balik ke rumah. Kali ini jurusannya harus sesuai keinginan bapak gue. Kalo enggak, gue bakal dicoret dari Kartu Keluarga"

"Ngeri banget bokap lo, emang jurusan apa yang mau lo ambil? "

"Yah, gitu deh. Gue disuruh ngambil jurusan hukum. Dan gue mikir aja, apa hubungannya laut, bakteri sama hukum? "
"Lo kayaknya disiapin buat jadi pengganti Aquaman, lumayan juga. Istrinya cantik banget" Galih menabok jemari Gabriel kencang.

"Aw, ash, sakit bege"

"Ngeri banget gue ganteng gini disamain Aquaman yang tinggi besar brewokan gitu"

"Berchandha.. Ber chandhaa, " Gabriel menirukan gaya bicara cewek yang lewat di berandanya.

"Gue rasa jurusan itu lebih cocok sih buat lo, dari awal juga lo udah menunjukkan karakter anak hukum alih-alih kelautan. Sering juga lo lebih jago ngomongin pasal-pasal daripada percobaan di laboratorium. Itu menurut gue sih lih. Lagian siapa yang bakal nerusin firma hukum bokap lo kalo bukan lo lih?"

"Kok lo tau Guin? "

"Bapak gue yang ngasih tahu" Seorang Pramusaji menghampiri, memberikan pesanan mereka dengan sopan.

"Bokap lo, yang kemarin ikut lo ke lahan praktikum? "

Uhuk.. Uhuk... Gabriel tersedak mendengar pernyataan Galih. Ia memandang ke arah Guin, mencari jawaban.

"Iya, itu bokap gue, yang ibu-ibu itu nyokap gue lih"

"Wahh, wahhh, wahhhhhhwwhhh, serius Guin pak Alexander ke lahan? Hahahaha, gue yakin banget kalo pak Airlangga pasti kerja keras banget buat take down video sama beritanya. Asli, gue pengen ketawa, hahahaha"

Ya memang benar. Begitu Guin mengabari Airlangga, suaminya itu langsung menelpon Abimana serta beberapa orang yang tidak Guin kenal. 

"Sebegitu anehnya bokap lo ke lahan Guin? " Galih mengernyitkan keningnya " Emang bokap lo kerja apa? "

"Bokap gue kerja di luar negeri lih, jadi gue jarang banget bisa ketemu beliau. Yang kemarin itu pas banget daddy balik. "

"Artist? Influencer? " Galih bertanya. Ia ingat, Gabriel pernah bilang kalau ayahnya Guin adalah orang yang punya kuasa, apakah beliau semacam Senat atau pemimpin militer di luar sana, mengingat menantunya adalah seorang Airlangga.

"Bukan, ya kali daddy gue bisa akting lih.  Mommy juga ga bakal setuju kalo daddy jadi artist. Tapi memang ya kayak artis juga. Kemana-mana di liput. Bahkan nih ya, kalau bokap gue kentut di depan umum, pasti beritanya langsung viral" Guin dan Gabriel ngakak sendiri. Pikiran mereka tengah melanglang buana membayangkan salah satu kameramen menutup hidungnya, menghindari bau kentut dan diikuti oleh seluruh reporter.

"Hahahahahahaa, asli, geger banget pastinya" Gabriel berhenti tertawa lalu memandang lurus ke arah Guin, lantas mereka berdua mengangguk.

"Bapak gue dulunya pemimpin partai lih, beberapa tahun lalu beliau terpilih jadi pemimpin negara. " Guin akhirnya buka suara.

"Hah? "

"Lo coba deh ngetik nama mommy gue di google, pasti nama daddy ikutan. Jennifer El Rhodes"

Galih segera mengetik nama itu di kolom pencarian. Tampak beberapa gambar wajah ibu Guin terpampang nyata beserta seorang pria yang Galih yakini adalah suaminya.

Alexander Rhodes menghadiri KTT G23

Galih membuka judul tersebut. Ia melanjutkan membaca isinya. Lalu mencari kembali berita-berita seputar Alexander Rhodes. Raut wajahnya berubah, 'bagaimana bisa pria ini sama persis dengan pria yang kemarin bermain lumpur di lahan percobaan?' Galih mengusap wajah ketika netranya membaca baris demi baris biografi singkat Alexander. Ia kemudian menatap Guin dan Gabriel bergantian.

"Iya itu beneran, yang mendonorkan darah ke gue dulu bokap gue yang itu. Alexander Rhodes"

"Wah, hahahahaha, lo, ck, lo parah Guin. Serius parah banget. Bisa-bisanya lo hidup kayak orang normal lainnya dan nggak terendus media sama sekali padahal bapak lo perdana menteri. Gimana bisa? "Galih memasang wajah terkejut" Suami lo juga menteri"

"Itu pengaruh bapak Alexander dan pak Airlangga lih, "Gabriel menambahi. " Politik itu keras, apalagi di posisi tertinggi. Jadi ya sebisa mungkin menekan informasi pribadi"

Galih tidak lagi bicara. Jujur saja ia merasa sangat kecil sekarang. Sangat kecil sekali. Pantas saja, Gabriel sang putra konglomerat korea generasi kedua sampai mau-maunya mengikuti Guin. Ternyata Guin tidak sesederhana itu.

Ketika tahu Guin menikah dengan Airlangga dia berpikir bahwa Guin sangat beruntung. Namun, sekarang dirinya menyadari bahwa ya memang hanya Airlangga yang pantas bersanding dengan Guin.

Melihat wajah tak berdaya Galih, Gabriel mengambil alih percakapan.
"Btw, habis lulus rencana lo apa Guin?"

____________

Vote dan komennya guys
Komen genap 100 auto update lagi

The Minister is MineМесто, где живут истории. Откройте их для себя