🌹Chapter 4 - Kebersamaan Bersama Anak-Anak

10 1 0
                                    

Dalam ruangan yang hening dan sepi. Nadia membuka lipatan dompet merah muda polosnya. Biasanya di dalam sana terdapat beberapa lembar uang merah dan biru. Kini hanya tersisa beberapa lembar uang hijau, ungu, dan kuning serta uang recehan. Ini padahal baru masuk minggu kedua setelah Nadia dipecat dari pekerjaannya. 

Selama dua minggu ini Nadia sudah mencari pekerjaan, tetapi belum ada yang cocok dan pas. Memang dia menemukan lowongan pekerjaan menjadi baby sitter, tetapi syaratnya yang harus menginap di rumah majikan sangat tidak memungkinkan. Nadia punya adik, dan dua orang anak yang masih kecil yang harus diurus. 

Bagaimana caranya agar dia bisa mendapatkan uang? Belum lagi uang sekolah anak-anak yang harus segera dibayar dan juga uang semester Digo yang sebentar lagi jatuh tempo. Kepalanya berdenyut sakit. 

Sempat berpikir untuk menjadi wanita malam saja agar cepat mendapatkan uang. Akalnya menolak keras, takut hal tersebut akan membawa dampak buruk untuk kedua anaknya dan juga Digo. 
Benar, yang dikatakan Layla menjadi orang tua tunggal itu sangatlah tidak mudah. Alangkah baiknya jika memiliki pasangan. Namun mencari pasangan yang tepat itu tidaklah mudah. Tidak semudah memilih pakaian dan makanan. 

Ketukan di pintu membuat Nadia terhempas dari lamunannya. Dia segera menyahut dan mempersilakan Digo untuk berjalan masuk. 

"Aku ganggu kakak ngga?" tanya Digo. 

Nadia segera menggeleng. "Tidak kok, Dek. Ada apa?" tanyanya. 

Pakaian kuliah serba putih dengan logo kampus masih membalut tubuh Digo. Dia baru saja pulang. Diambilnya dompet di dalam saku celana dan dikeluarkannya isinya. Tiga lembar uang seratus ribu dan dua lembar uang lima puluh ribuan. "Aku tahu kalau kakak ngga bekerja lagi di hotel cendana. Uang ini ambillah, Kak." 

Nadia terperangah dengan uang yang ada di tangan adiknya. "Darimana Dek uang ini? Banyak sekali?"

Digo menarik sudut bibirnya membentuk senyuman. "Ini uang hasil aku kerja, Kak, selama satu minggu ini."
 
"Kerja di mana?" tanya Nadia. 

"Aku bantu-bantu temanku jualan pempek, Kak. Lumayan hasilnya." 

"Simpanlah uang ini untukmu, nanti kau perlu ke depannya," tolak Nadia. Dia sungguh tak tega, melihat adiknya harus bekerja setelah pulang kuliah. 

"Tolong ambillah, Kak, uang ini. Aku tahu kalau uang ini masih sedikit, jauh dari cukup, tetapi aku harap aku bisa bantu meringankan sedikit beban kakak sebagai kepala keluarga," pinta Digo memohon. 

"Mohon diterima, Kak!" lanjut Digo. Tatapan matanya yang tulus seketika membuat Nadia merasa terharu. 

"Baiklah, Kakak akan menerimanya. Terima kasih, Digo, kau sudah memikirkan kakak. Maafkan kakak belum bisa membuat kalian bertiga bahagia."

Digo memeluk kakak perempuannya untuk beberapa saat. Dia pun menggeleng. "Ngga Kak jangan bilang begitu. Bagiku kakak adalah kakak terbaik di dunia ini. Kakak sudah seperti pengganti ibu."

"Terima kasih Digo." 

"Digo, kakak sudah masak. Makanlah dulu, kau belum sempat makan 'kan?" Digo mengangguk pelan. 

***

Matahari telah kembali ke peraduannya untuk beristirahat. Begitu juga dengan para manusia yang hidup di muka bumi. Malam waktunya beristirahat dari lelah yang mendera. 

"Satu tambah satu berapa?" tanya Digo. Saat ini dia sedang di ruang tengah bersama kedua keponakan kesayangannya menemani belajar mata pelajaran matematika. 

"Dua, om!" jawab Dera. Jari tangannya menunjukkan angka dua. 

"Benar. Kita lanjut soal yang berikutnya." Kedua bocah itu mengangguk semangat. 

Arranging LoveOn viuen les histories. Descobreix ara