SATU

7.1K 368 15
                                    

Maaf banyak typo

*****

Jangan nangis-jangan nangis, Isani. Teriak hati kecil Isani di dalam sana. Menggigit bibir bawahnya kuat,  sampai bibirnya pecah dan mengeluarkan darah. Tapi, rasa terkejut, shocknya lebih kuat dari pada rasa sakit pada bibirnya dan rasa asin serta anyir darah dalam mulutnya.

Segera pergi, segera pergi, please. Lagi, hati kecil Isani berteriak tegas.

Dan pelan-pelan, pertama-tama, Isani mengalihkan tatapannya  dari dua orang jahat yang sedang beradu bibir  dalam ruang kerja suaminya.

Ya, siapa lagi yang beradu bibir di dalam ruang kerja suaminya kalau bukan sang suami dengan  sang sahabat masa kecil sang suami. Yang saat ini... glek. Isani menelan ludah kasar, melihat suaminya yang sudah mencium dan menjilat-jilat leher Vania.

Dan sudah cukup, dengan lutut gemetar, Isani mundur, sembari mengeratkan genggamannya pada  ponselnya yang sudah mengambil belasan gambar kelakuan tak senonoh suaminya dengan Vania.

Vania yang jadi pusat cemburu, luka Isani selama 5 tahun membina rumah tangga dengan suaminya.

Brak

Suara benda jatuh yang menghantam lantai dengan kuat, membuat Isani terkejut. Isani yang sudah membelakangi pintu kerja suaminya yang terbuka sedikit, kembali menatap kearah pintu dengan deg deg gan.

Dan hussssh

Isani menghembuskan nafasnya lega. Tidak ada suaminya atau jalang Vania di sana, yang artinya...

"Bisa jadi mereka sedang bercinta di atas meja saat ini, yang jatuh tadi adalah laptop calon mantan suamiku."ucap Isani geram, jijik. Sakit hati? Hati Isani sudah mati rasa, sejak suaminya lebih membela Vania di hari ulang tahun pernikahan mereka yang ke 4  tahun lalu.

Dan Isani bertahan selama satu tahun ini, karena alasan anak, keenakan  Vania, apabila dia melepaskan begitu saja suaminya. Dan dia belum mendapat bukti yang nyata atau dengan mata kepalanya sendiri, tentang suaminya, yang main gila dan nakal dengan Vania.

Dan saat ini, dia sudah mendapatkan bukti kegilaan dan kejahatab suaminya dengan Vania. Dia melihat dengan mata telanjang bahkan banyak bukti yang sudah dia torehkan dalam galeri ponselnya.

"Kamu sangat jahat, Mas. Apa salahku sehingga kamu melukaiku seperti ini."ucap Isani pelan, matanya melirik penuh amarah pada rantang yang berisi makan siang suaminya.

Sial. Sial. Dia bahkan membuat anaknya ngambek, karena dia abaikan. Anaknya ingin di temani gambar olehnya. Tapi, dia menolak anaknya, karena dia ingin memanjakan suaminya  hari ini.

Tapi, lihatlah. Dasar goblok, kau, Isani. Aturannya dalam apapun ya prioritaskan anak!  Lebih cintai anak karena tidak ada bekas atau mantan anak, dari pada lebih mencintai suami. Rutuk Isani dirinya sendiri dalam hati.

Dan lihatlah, Isani masih bodoh, dia masih terus berdiri termenung di depan ruang kerja Teza.

Plak

Isani memukul gemas keningnya.

"Segera pergi dari tempat kotor ini."perintah Isani dirinya sendiri dengan nada tegas.

Dan Isani sudah melangkah dengan langkah lebar, berjalan menuju satu pintu yang harus dia lewati yaitu pintu sekertaris suaminya, yang pantas saja, wajahnya terlihat cemas tadi.

Isani tersenyum mengingat wajah cemas, Imam. Jadi, ini jawabannya. Ada Vania yang datang ke kantor suaminya dan mungkin Imam, sudah sering melihat pemandangan menjijikkan  seperti tadi.

"Bu Isani, maafkan saya, "ucap suara itu merasa  bersalah sekaligus takut.

Isani yang berjalan dengan tatapan lurus ke depan, menoleh keasal suara. Mendapati  Imam yang tengah berdiri dari duukkannya. Tidak berani menatap wajahnya.

Isani mengibas tangannya kuat.

"Bukan salahmu, suamiku saja yang gatal, dan yang lebih gatal Vania. Sudah tahu sahabatnya sudah  menikah, tapi dia dengan jalang...."Isani memotong ucapannya, rasanya jijik menyebutkan apa yang suaminya dan Vania lakukan.

Dan Isani tak sudi menyalahkan Imam, yang memang dia mintai tolong, untuk menjaga suaminya dari wanita murahan di luar sana.

"Terimah kasih, Bu Isani..."Imam memberanikan diri menatap wajah nyonya  Bos.

Imam tertegun, melihat tidak ada raut sakit hati, marah yang ada di wajah bu bos saat ini. Biasanya Bu Bos apabila melihat Vania ada di kantor ini. Wajahnya akan berubah menyeramkan. Merah padam dan dingin.

Tapi, tunggu dulu. Di tangan bu bos masih ada rantang, yang artinya Bu Bos....

"Aku... tidak jadi masuk, dan belum masuk. Jangan katakan pada suamiku kalau ada aku yang datang tadi,"beritahu Isani, yang sangat paham apa yang ada di kepala Imam seraya melihat rantag di tangannya saat ini.

Imam mengangguk cepat dengan perasaan sedih. Mengiyakan ucapan bo bosnya.

"Siap, Bu Isani. Saya akan tutup mulut."bisik Imam seraya melakukan isyarat tutup mulut.

Isani mengangguk senang, seraya melangkah mendekati Imam, membuat imam deg deg gan dan semakin deg deg gan di saat aroma parfum Bu Isani yang enak menyapa kuat hidungnya, dan tak hanya deg deg gan, sial. Wanita cantik di depanmu adalah bosmu. Batin Imam mengingatkan dirinya sendiri. Wajah Bu Isani berada hanya 4 jengkal dari wajahnya,  di lihat dari dekat. Bu Isani terlihat semakin cantik.

Sungguh, goblok Bos Teza nya.  Yang entah apa yang di liht dari Vania yang boncel dan punya bekas luka di pipi kanannya. Menyeramkan pokoknya. Ibarat kata, Vania hanya lipatan lengan tangan Bu Isani.

"Imam? Kamu kenal atau punya nomor pengacara yang di pake sama kantor rival suamiku? Kalau ada, tolong berikan padaku, biar lebih mantap, aku mau pake jasa pengacara milik perusahaan saingan suamiku yang akan membantu mengurus gugatan ceraiku pada Mas Tezaa..."

Ya. Sepulang dari sini, Isani tanpa membuang waktu akan memasukan gugatan cerai, bahkan dengan bantuan saingan bisnis suaminya, biar suaminya itu jantungan sekalian, yang artinya suaminya mati, lebih baik begitu. Suaminya di miliki tanah dari pada dimiliki wanita murahan seperti Vania.

Tbc

Suka karakter Isani?

Menyesal Setelah KehilanganmuWhere stories live. Discover now