01. Toko Roti

57 27 2
                                    

Di usianya yang sekarang sudah 23 tahun, Esha Calista atau sering dipanggil Mba Tata, kak Tata, atau hanya sekedar nama pendeknya Tata

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Di usianya yang sekarang sudah 23 tahun, Esha Calista atau sering dipanggil Mba Tata, kak Tata, atau hanya sekedar nama pendeknya Tata. Dirinya sudah menjadi owner toko roti yang memiliki banyak pelanggan setia.

Semakin bertambah usia, Tata rasa kecemasannya juga sedikit demi sedikit bertambah, ia gampang sekali kepikiran atau yang sekarang sedang trend disebut dalam bahasa Inggrisnya Overthinking. Padahal dirinya masih 23 tahun.

Ia masih seorang perempuan yang masih muda.

Dan Tata mulai merasakan apa itu yang namanya didesak. Ia didesak untuk menikah oleh neneknya ... astaga, bisakah negara ini berhenti untuk memaksakan kehendak anak muda yang masih ingin kebebasan. Terlebih dirinya jomblo, mau menikah dengan siapa? Pacar saja tak punya.

Pacar ... karena desakan yang menyebalkan itu, Tata terkadang melamunkan kata tersebut.

Seperti sekarang, bukannya segera menyelesaikan adonan kue untuk disajikan dan ditaruh di etalase atau rak-rak yang masih banyak kosong, Tata malah melamun sambil mengaduk asal, ia tak menyadari seseorang sudah berdiri di sampingnya sambil menatap Tata dengan tatapan maklum.

"Tata?"

Tak ada jawaban, yang dipanggil masih asik dengan lamunannya.

"Ta, sekarang udah pukul enam pagi ...."

Tata belum merespon. Laki-laki yang berdiri di dekatnya dan memanggilnya sejak tadi menghela napas, ia memajukan mulutnya mendekati telinga kanan Tata lalu melakukan hal yang biasa dilakukannya untuk menyadarkan perempuan itu.

"Evano–"

Belum selesai ia bersuara, Tata yang tersadar segera menyikut keras perut orang tersebut. Tata juga meliriknya dengan delikan sinis.

"Kenapa, sih, Lang? Lo nggak liat gue lagi sibuk?" tanyanya sewot. Marah karena terkejut dan juga ia mendengar jelas nama yang disebutkan oleh Elang. Nama keramat yang hanya segelintir orang tau di masanya yang sekarang. Bahkan Elang hanya tau nama laki-laki itu, ia tak pernah menjumpai Evan.

Setelah lulus SMA, tanpa berlama-lama perempuan itu mencari pekerjaan dari orang terdekatnya dengan gaji yang menurutnya cukup untuk menambah tabungan lamanya. Ia sudah berencana sejak lama ingin membangun toko roti, juga persetujuan dan dukungan dari keluarganya, Tata berhasil sampai di sini. Berdiri di hadapan adonan dengan tangan dan dress selututnya yang bertempelkan tepung, padahal dirinya sudah mengenakan celemek, tapi tangannya yang kadang suka sekali bergerak untuk meregangkan badan, berhasil membuat pakaiannya sedikit kotor.

Kembali dengan kekehan ringan dari Elang, laki-laki itu meminta maaf seperti biasanya. Ya, karena Tata yang sering melamun, Elang yang usil juga sering mengagetkannya dengan cara membisikkan nama laki-laki itu.

"Evan ...." Tata menggeleng, berusaha menyadarkan dirinya sendiri untuk kembali ke realita.

"By the way, tadi kata lo sekarang jam berapa?"

"Pukul enam pagi—"

"HAH? KOK LO NGGAK—"

"Udah gue ingetin, Ta. Tahan!"

Dengan wajah konyolnya, Elang menepuk bahu kanan Tata dengan pelan, seperti teman lama yang berusaha memaklumi kelakuannya. Padahal mereka baru berkenalan satu tahun belakangan.

Decakan terdengar dari lidah perempuan itu dan kini dahinya sudah berkerut kesal.

Hampir tiga tahun ia harus bangun pagi– bahkan terlalu pagi. Kurang lebih tiga tahun belakangannya, semenjak ia berusia dua puluh tahun waktu itu, menjadi owner, pembuat roti, serta sekaligus kasir toko roti yang baru dibuka membuatnya harus bekerja ekstra. Kini ia mulai mempertanyakan, kapan waktu bangun siangnya kembali datang. Ia rindu bangun dengan muka bantal, lalu mengambil handphone dan bermain sampai lupa waktu hingga siang dan baru akan keluar dari kamar kalau perutnya sudah memberontak kelaparan. Itu pun ketika weekend. Walaupun begitu, dulu sebelum ada toko roti, waktu bekerja santai Tata juga masuknya siang, jadi ia bisa memanjakan dirinya lebih lama.

Tak lagi seperti sekarang.

"Nggak apa-apa, masih sejam lagi sebelum buka–"

"Enggak bisa, Lang. Kita harus nyediain stok yang banyak, lo tau sendiri gimana cepetnya roti ini habis. Lagian, apa enaknya sih, roti?"

Elang membuang napasnya pelan, dengan perlahan berbalik badan dan pergi ke luar. Tata yang menyadari dirinya ditinggal sendiri lagi mendengus kasar.

"Elang tuh gue gaji berapa sih, tahun ini kayaknya harus gue turunin gajinya. Kebanyakan makan gaji buta deh, mentang-mentang sering gue baikin ...." Dan semua kalimat terus keluar dari mulutnya, tanpa seorang pun yang mendengarkan, Tata terus berbicara sampai ia merasa tenggorokannya kering.

"Elang! Tolong ambilin botol minum gue, dong!" teriaknya.

"Elang! Tolong ambilin botol minum gue, dong!" teriaknya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Try to Move OnWhere stories live. Discover now