Mata Aleta berkedip dua kali. Ah, jadi semua kebaikan dan perhatian ini untuk anak dalam kandungannya. 

Kedua tangan Monica menangkup kedua sisi wajah Aleta, dengan senyum yang mengembang di wajahnya. “Kau adalah pembawa keberuntungan untuk Leon.”

Aleta menelan ludahnya. Semakin tak nyaman dengan pernyataan tersebut. Perubahan sikap Yoanna masih begitu mengejutkan dan membingungkannya. Di tengah ketidak nyamanan tersebut, suara ponsel yang berdering memberi Aleta alasan untuk menghindari sikap terlalu perhatian Yoanna. 

“Mamamu?” Yoanna melirik pemanggil yang muncul di layar ponsel Aleta. “Angkat saja.”

Aleta mengangguk, meraih tasnya dan berjalan keluar butik sebelum mengangkatnya.

“Ya, Ma?”

“Aleta?” Suara Monica dipenuhi kelegaan begitu panggilan tersebut tersambung. “Di mana kau sekarang? Kau tidak ada di apartemen?”

“Ehm, ya, Ma. Mama Leon tadi menjemput Aleta dan …”

“Yoanna?” tanya Monica setengah memekik. “Apa yang dilakukannya padamu?”

“Tidak, Ma. Mama Leon hanya mengajak Aleta jalan-jalan.”

“Jalan-jalan?”

“Kami sekarang ada di salah satu butik di M-Kingdom.”

Suara helaan napas terdengar dari seberang. “Ehm, kau … mama pikir kau pergi dengan Bastian lagi. Mama baru saja membaca pesan dari Maida kalau Bastian tadi pagi tiba-tiba menghilang. Tapi beruntung cepat ditemukan.”

Kedua alis Aleta saling bertaut, tampaknya sang mama masih belum mendengar keseluruhan cerita dengan lebih detail. “Ya.”

“Kau sudah tahu?”

“Bastian datang ke aparteman Leon.”

“Ah, begitu. Baiklah, mama paham.” Monica kembali mendesah, lebih panjang. “Jadi apa saja yang kalian lakukan? Kau dan Yoanna?”

“Kami hanya makan. Berjalan-jalan dan berbelanja.”

“Ck, ya. Dia memang pantas berterima kasih denganmu. Tapi jangan mudah termakan rayuannya. Jika Leon tahu kau pergi dengannya, dia pasti akan marah. Itulah sebabnya dia mengajakmua ketika Leon sedang pergi ke luar kota.”

Kerutan di kening Aleta semakin menukik tajam. “K-kenapa Leon harus marah?”

“Bukan hal penting untuk dibahas saat ini. Mama sudah memperingatkanmu kalau hubungan mereka semakin memburuk. Dan itu serius. Taka da yang berani ikut campur dengan pertengkaran mereka saat ini. Bahkan Lionel. Sebaiknya kau tidak terlibat pertengkaran ini. Lakukan saja apa yang perlu dan harus kau lakukan pada Leon sebagai suamimu.  Fokus pada kehamilan dan anak dalam kandunganmu. Sudah cukup, itu saja. Kau tak butuh masalah lainnya setelah semua orang menganggapmu sebagai pembawa sial untuk Bastian.”

Aleta semakin tak memahami kata-kata sang mama yang membingungkan. Setelah mengatakan padanya untuk membuat dalih apa pun agar segera pulang, sang mama mengakhiri panggilan tersebut. Aleta bergeming, menatap layar ponselnya yang sudah mati lalu beralih pada sang mama mertua didalam butik yang masih sibuk memilih tas depan etalase.

Ia memasukkan ponsel ke dalam tas sembari mengedarkan pandangan ke sekeliling untuk mencari toilet. Yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

Kata-kata sang mama berhasil membuatnya bertanya-tanya. Rahasia Yoanna tentang ayah kandung Leon sudah terbongkar. Leon berhasil memenangkan kursi tertinggi Thobias Group dari Bastian, sebagai anak sulung Jacob Thobias.

Akan tetapi, masih ada rahasia lain yang tersembunyi di balik keberhasilan pria itu. Ketakutan Yoanna ketika bertemu dengan Leon, jelas berbanding terbalik saat dulu Yoanna yang selalu tak sungkan-sungkan menunjukkan kekesalan atau ketidak sukaannya akan keputusan Leon. 

Peringatan sang mama yang menjauh dari perhatian Yoanna. Sepertinya apa pun yang terjadi antara Leon dan mama pria itu bukanlah hal remeh. Pun sang mertua yang menyembunyikan fakta bahwa Leon adalah anak kandung Jacob Thobias.

Sebenarnya apa yang terjadi?

Apa yang terjadi selama ia dan Bastian pergi?

Aleta masih tercenung di depan wastafel ketika tiba-tiba seorang wanita berambut merah berdiri di belakang punggungnya. Membalas tatapannya lewat cermin.

“Kupikir aku salah lihat, ternyata benar. Ini kau, Aleta.” Berlian Mamora, menyeringai dengan bibirnya yang tipis dan matanya yang berkilat licik. 

Seluruh tubuh Aleta membeku, tubuhnya berbalik dengan perlahan menghadap Berlian. Berusaha menampilkan raut penuh ketenangan di tengah kilatan amarah Berlian yang menjadi peringatan baginya untuk menjauh.

“Kau masih ingat aku?” dengus Berlian. “Tak mungkin lupa, kan? Kau sudah menghancurkan pernikahan impianku dan mempermalukan seluruh keluargaku dengan membawa lari pengantinku. Bagaimana mungkin kau melupakan semua itu begitu saja?”

Aleta menelan ludahnya.

“Rupanya kau sudah tidak cacat lagi. Dan …” Pandangan Berlian bergerak turun ke perut Aleta. “Kau sedang hamil. Anak Leon? Atau Bastian?”

Kedua tangan Berlian bersilang di depan dada setelah melempar tas ke arah meja wastafel. Seolah bersiap untuk menyerangnya. Ujung mata Aleta melirik ke arah pintu toilet, memperkirakan berapa kemungkinannya untuk lolos dari Berlian dan meminta bantuan seseorang.

“Wanita cacat sepertimu tidak seharusnya mendapatkan keberuntungan sebanyak ini,” desis Berlian dengan kedua maniknya yang semakin berapi-api, ketika kedua tangannya yang bergerak ke arah Aleta.

Aleta berhasil menghindar dari gerakan pertama tersebut. Mendapatkan satu langkah ke samping. Akan tetapi, di langkah keduanya, kepalanya berhasil ditangkap oleh Berlian dan tubuhnya jatuh ke belakang.

Jeritan Aleta terdengar dari luar pintu toilet, tapi di lorong yang sunyi tersebut tak ada siapa pun yang akan mendengarkan permintaan tolong gadis malang tersebut.

Bukan Sang PewarisWhere stories live. Discover now