BAB SATU : "Hai, cantik!"

0 0 0
                                    

Mungkin jika aku tidak memilih untuk menutup mulutku, kejadian ini tidak akan berlanjut secara terus menerus padaku. Tapi, aku takut dan ingin menyimpannya sendiri saja. 

Aku tidak bisa menerima respon orang lain jika aku berkata jujur. Namun terkadang aku merasa lelah dengan menyimpannya sendiri.

| Tiga Tahun Yang Lalu |

“Alfila, ayo bangun. Apa hari ini tidak ada kelas?” 

Perempuan yang masih terlelap di atas ranjang, ia menyingkirkan tangan kekar seorang pria yang membangunkannya. Pria tersebut menepuk lengan adiknya secara perlahan sembari memintanya untuk segera bangun dari tidurnya. Namun adik perempuannya itu tak kunjung bangun.

Jika begini terus, dia bisa terlambat pergi ke kantornya. Pria itu mengambil segelas air di atas nakas, secara perlahan dia mencipratkan air ke wajah adiknya. Ia tersenyum puas setelah adiknya mengerjapkan mata.

“Tidur terlalu malam lagi?” Ujar Pria itu sembari berjalan mendekati jendela dan membuka tirainya agar sinar matahari bisa masuk ke dalam kamar adiknya. 

Alfila menanggapi dengan anggukan. Dia kemudian turun dari atas ranjang, pergi ke kamar mandi dan bergegas untuk mengganti pakaiannya setelah mandi. Perempuan tersebut merapikan ranjangnya sebelum turun menuju ruang makan.

Dia langsung duduk di kursinya setelah menyapa kakak pertamanya. 

Mereka kemudian menyantap sarapannya bersama-sama sambil berbincang atau sekedar mendiskusikan sesuatu.

Namun pembicaraan mereka yang tadinya diselingi dengan tawa, tiba-tiba Alfila dibuat diam setelah mendengar ucapan kakaknya.

“Hari ini Kevian akan kembali dari Swedia. Mau menjemputnya di bandara?”

Dia menatap kakak laki-lakinya yang tersenyum sambil menatapnya saat mengucapkan kalimatnya. Senyum Alfila sedikit memudar, ia menggeleng sambil menyuapkan makanannya ke dalam mulut. 

“Aku ada janji dengan temanku. Kami akan pergi ke pusat perbelanjaan.” 

“Oh, baiklah. Jika begitu supir yang akan menjemputnya.” 

Alfila tersenyum lega. “Itu yang terbaik.” Bisik perempuan tersebut. 

Mereka berdua menyelesaikan sarapannya secara bersamaan. 

Pertemuan di pagi hari itu harus berakhir karena mereka punya urusan masing-masing. Setelah kakaknya berangkat ke kantor, Alfila pergi berdiap-siap sebelum ke pusat perbelanjaan yang sudah di tentukan oleh teman-temannya.

Ketika sudah berada di ousat perbelanjaan, di sana salah seorang teman Alfila telah datang lebih awal. Dengan senyumnya yang manis, perempuan itu menyapa temannya.

“Karina, sorry nih, telat banget, ya?” 

“Enggak kok, santai aja.” 

Mereka berdua berjalan masuk ke dalam salah satu cafe di pusat perbelanjaan itu.

“Eh, tahu nggak sih. Ada cewek di fakultas kedokteran yang lagi hamil. Katanya dia hamil anak dosen yang ngajar di fakultas kita.”

“Mungkin cuman gossip.” Balas Alfila santai. 

Dia menatap kopi yang dipesan oleh temannya itu, ia teringat pada sesuatu yang masih membekas dalam ingatannya.

Karina yang melihat Alfila sedang melamun, dia segera menyadarkan perempuan itu. 

“Mikirin apa, La?” 

Alfila menggeleng pelan sambil menyunggingkan senyumnya. 

“Habis dari sini, kita mau kemana?” 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 10 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Illnesses-Some Love Is Trouble Where stories live. Discover now