Chapter VII: Gila

11 3 3
                                    

~□◇♤○~


"Kau sendiri, nih?" Anak itu menyeringai-seperti kelakuannya yang biasa. Dia sudah membawa nampan makan.

"Tidak, aku sedang makan dengan para penghuni sekolah." Ujarku ketus. Dia tidak bisa melihatnya, ya?

Dia langsung duduk di bangku depanku, yang sontak membuatku kaget, "Kenapa kau duduk di sini?" Tanyaku heran.

"Teman-temanku sedang tertidur pulas, jadi aku tidak ada teman makan, dan juga hanya ini tempat yang tersisa. Kau tidak keberatan, kan?"

"Tidak, lagi pula ini tempat umum." Jawabku singkat. Sejujurnya aku keberatan, tapi tidak mungkin aku mengusirnya. Memang aku ini siapa bisa mengusir orang lain semauku?

Kami makan, tanpa percakapan apa pun. Membosankan, tapi ini lebih baik-

"Kau sudah memilih akan ke klub mana?" Dia bertanya tiba-tiba.

"Berpedang dan bela diri. Kau?"

"Sastra dan paduan suara"

Kami diam kembali, membiarkan suara sendok dan garpu bersama percakapan anak lain mengisi keheningan. Tapi tetap saja situasi kembali canggung.

"Aku jadi teringat, kau suka sekali dengan yang namanya pedang." Dia memecah keheningan di antara kami dan tertawa kecil.

"Walaupun kau ini perempuan, kau tetap ingin belajar berpedang. Tapi, aku bertanya-tanya. Di zaman sekarang, pedang sudah tidak diperlukan lagi. Jadi, kenapa kau tertarik dengan pedang?"

Aku hanya menatap mangkuk sup di depanku yang sudah berkurang.

Ayah selalu menentang hobiku. Apa pun yang aku sukai pasti adalah sesuatu yang dibenci oleh ayah: pedang, berkuda, memanah, bela diri, dan hal yang berkaitan dengan itu. Sedangkan hal yang aku benci, pasti selalu ayah paksa menjadi hal yang aku sukai: musik klasik, dansa, menyanyi, dan hal yang berkaitan dengan itu.


Menyebalkan.

"Kau melamun lagi?"

"T-tidak, kok. Siapa bilang?" Aduh, aku tidak sadar dengan sekitar.

"Aku." Jawabnya dengan frontal.

Hening. "Oh.." dia juga menyebalkan.

"Hanya oh?"

"Iya, masalah?"

"Tentu saja, kau cuek sekali pada lelaki tampan ini"

"Idih, amit-amit"

"Benaran, tahu. Kau tidak bisa melihat wajah rupawan di depanmu ini?"

"Rupawan? Yang menganggapmu rupawan pasti hanya anjing"

"Hoo, nggak percaya? Lihat tuh anak-anak perempuan di sana," dia menunjuk ke kiriku.

Aku menoleh ke meja yang seluruhnya berisi perempuan. Mereka memperhatikan meja kami--tepatnya ke anak itu-- dengan terpesona, euuh.

"Berarti kau bilang kalau mereka anjing, nih?"

"Penglihatan mereka pasti rusak! Kau? Tampan? Menjijikkan, tahu." Aku menghadap Ethan, memperhatikan wajahnya dengan tatapan tajam. Sementara bocah gila ini hanya tersenyum bangga, menyebal...

Tunggu, kenapa aku tiba-tiba deg-degan?

"Apa-apaan senyum itu!? Mau kubunuh, ya!?" Teriakku sambil memalingkan wajah.

Aku kenapa? Pipiku terasa hangat.

Dia tertawa kecil, "dasar, kalau di kartun-kartun jepang sifatmu itu namanya tsundere. Dan juga, kenapa kau memalingkan wajahmu?" dia mendekatkan kepalanya padaku sambil tersenyum licik, "jantungmu berdebar kencang, ya, saat melihat wajah menawan ini?" terusnya sambil menyandarkan dagu pada tangan kirinya.

"K-kau!" Wajahku terasa panas, aku sakit, kah!?

Aku menghela napas pelan, "makananku sudah habis, aku duluan," ucapku dengan ketus.

Tidak. Makananku masih sisa, tapi masa bodoh dengan itu.

Lantas, aku berdiri dan berjalan meninggalkan meja makan itu, meninggalkan tatapan menyebalkan itu, tapi terus membawa perasaan yang tidak karuan.

Jangan-jangan.....

Aku tertular penyakit gila dari Ethan?

Aku menggelengkan kepala. Ini benar-benar aneh, masa aku sakit sih? Tapi, membayangkan wajahnya tadi...

Ah! Aku sudah gila, ya!? Benar, aku tertular wabah gila! Anak sialan itu! Mana mungkin aku...

AARRRGGGHHHH!!!!!

Aku mengacak-acak rambut panjangku. Sudahlah, lebih baik aku pergi tidur sekarang!

Masih di perjalanan, "kenapa sekolah ini besar sekali, sih!? Menyebalkan!"

Tujuh menit, akhirnya aku sampai. Masih sepi karena anak lain masih di kantin, "kenapa mereka lama sekali sih makannya!? Menyebalkan!"

Aku masuk ke kamarku. Lampunya dimatikan, jadi tidak terlihat apa-apa, "kenapa kamar ini gelap sekali, sih!? Menyebalkan!"

Aku berjalan hati-hati ke kasurku, sambil meraba-raba sekitar. Ketemu! Langsung saja aku tiduran.

Dua menit... lima menit...

Aku tidak kunjung tertidur, "kenapa tidur saja susah sekali, sih!? Menyebalkan!"

Jantungku masih berdebar kencang, "jantung sialan! Menyebalkan!"

Satu jam... Angel kembali... kami bercakap-cakap sebentar, lalu dia tidur...

Dua jam... sudah tidak terdengar suara apapun dari luar...

Tiga jam... sudah tengah malam... mataku mulai menutup... dan aku tertidur.



//Maaf ya kalau terlalu pendek :')

Just A Secret Where stories live. Discover now