Chapter IV: Mimpi

12 3 0
                                    

~□◇~

"Yara!"

Suara anak laki-laki memanggilku dari belakang. Aku berbalik, melihat siapa yang memanggilku.

"Apa kau tidak apa?"

Ethan, Ethan Stern. Dia mengenakan kemeja putih lengan pendek dan celana pendek cokelat. Dia berlari ke arahku, wajahnya terlihat cemas. Umurnya kira-kira 9 tahun.

Aku melihat sekitar. Aku berada di ladang ilalang, sore hari. Sebenarnya, ini pemandangan yang indah dan menenangkan hati, tapi aku tidak bisa menikmatinya. Aku melihat pakaianku. Gaun berwarna putih dan biru. Aku meraba wajahku, aku.. menangis.

Mataku membelalak, aku sadar. Ini ingatanku setelah perjamuan ulang tahun perusahaan ayahku!

Saat itu umurku sembilan tahun. Saat anak-anak yang lain mengucilkanku, aku masih bertahan. Tapi, aku melihat mereka yang saling berbisik sambil melihatku, lalu tertawa seperti mengejek. Aku tidak tahan! Aku berjalan keluar bangunan dan menuju ladang ilalang. Tidak ada yang bisa ku lakukan selain itu. Kalau aku mengamuk, aku sendiri yang kena akibatnya. Kalau aku bertahan, bisa-bisa aku menangis dan mempermalukan ayah. Jadi lebih baik aku menghindar, walau itu terkesan seperti seorang pengecut. Aku mengeluarkan semua yang aku pendam. Air mata mengucur deras, aku berteriak tanpa suara.

"Yara.. Kau boleh menangis sepuasmu.. aku tidak akan menertawakanmu, kok."

Ethan sudah berada di depanku, dia mengusap kepalaku--yang membuat tangisanku semakin menjadi-jadi. Dia memelukku dengan lembut.

Benar, ini memang ingatanku dulu. Tapi.. kenapa aku memimpikan ini?

"Semuanya akan baik-baik saja, aku berjanji. Kalau ada orang yang mengganggumu, katakan padaku! Aku akan menghajar mereka!"

Ucapnya sambil masih memelukku. Pelukannya sangat nyaman dan menenangkan.

Sudah lama kami tidak berpelukan. Bagaimana ya rasanya berpelukan dengan Ethan remaja?

Aku menutup mataku dan memeluknya erat. Hangat... sudah lama aku tidak merasakan hal semacam ini.

{•••}

Suara dering ponsel terdengar. Aku langsung membuka mata. Aku memeluk bantal dan menangis. Aku mengusap pipiku yang basah.

"Sialan.. Aku terlalu terbawa emosi.." gumamku. Ponselku berdering. Aku mengecek siapa yang menelepon. Aku menghela napas, ini Angel. Aku mengangkat teleponnya.

"Halo, Angel?" Panggilku.

"Yara, kau sekarang di mana? Aku tidak melihatmu di kantin."

"Apa? Kantin?" Tunggu, jam berapa sekarang!? Aku mengecek jam dari ponselku, pukul 13.20.

"Kau tidak melihat jadwal? Kita makan siang di kantin jam dua belas."

"Aku melihat jadwal, kok. Aku hanya.. ketiduran sedikit..."

"Ketiduran? Kau tidur jam berapa?"

"Jam sebelas-an.."

''Kau tidur 2 setengah jam!? Itu termasuk lama untuk ukuran 'ketiduran sedikit'! Ya sudah, aku masih di area dekat kantin. Kau mau kubelikan sesuatu atau tidak? Tapi kau tidak bisa pili-"

"Tidak perlu, aku masih kenyang. Kau lanjutkan saja bermain dengan teman-temanmu" aku memotong, sengaja berkata seperti itu untuk menyindirnya.

"Ah.. baik..lah.."

Aku menutup teleponnya.

Hening. Tidak ada suara apa pun lagi. Aku memilih untuk jalan-jalan. Perpustakaan sekolah sangat besar, semoga ada buku favoritku di sana.

Aku keluar bangunan asrama wanita. Ada beberapa anak yang berlalu-lalang, semuanya anak tahun pertama. Kalau tidak salah murid tahun kedua sampai kelima masih libur, mereka baru masuk besok.

Sambil terus berjalan ke arah perpustakaan, aku melihat arlojiku. Pukul 13.37 waktu setempat. Waktu berjalan sangat lama, ya...

Kira-kira 10 menit kemudian, akhirnya aku sampai. Aku mendorong pintu raksasa, cukup berat. Aku tidak membuka pintunya lebar-lebar, hanya sampai tubuhku muat saja di celahnya. Aku masuk, hanya ada satu kata yang langsung terlintas di pikiranku.

Surga.

Tidak ada suara apa pun di sini, tapi itu sangat bagus. Aku bisa menikmati buku apa saja tanpa gangguan. Aku berjalan dengan riang-sisi yang jarang aku perlihatkan pada orang lain. Melihat-lihat buku, mencari buku, duduk atau berdiri, aku terus membaca, sesekali aku hampir berteriak, entah gemas, kesal, atau senang, tapi langsung ku tutup mulutku.

Aku berlari ke sana-sini kegirangan, aku membaca buku romansa remaja dengan waktu 40 menit. Tapi bukan itu penyebabku berlari-lari, tapi karena buku ini bagus sekali! Tidak bisa dipungkiri, buku romansa remaja terbaik! Happy ending, alurnya tidak biasa dan sulit ditebak, karakternya keren-keren. Pokoknya bagus!

"Ehem!" Seseorang mendeham dari belakang, aku sedang berputar layaknya penari balet, padahal menari saja tidak pernah.

Aku menengok ke belakang, mataku membelalak. Satu kata untuk kondisiku saat ini:

Memalukan!!

Just A Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang