2| The Ants and Sugar

Start from the beginning
                                    

"Kaila Azalea Syahnala.. Agam Pradana.." gumamnya kemudian menatap Kaila dan Agam bergantian. "Pada dengerin gak kalau di depan lagi ada sambutan Ketua Osis?"

"Dengerin, Kak." jawab mereka kompak

"Terus ngapain malah pada ngobrol?"

"Nih, dia ni yang mulai duluan, Kak." ucap Agam sambil melirik Kaila.

"Lah kok jadi gue?" protes Kaila tidak terima. Gadis itu menatap Laura serius. "Percaya sama saya, Kak. Dia yang mulai." katanya sambil menunjuk Agam.

Mata Agam melebar. "Playing victim ya Allah. Jadi ini alasan kenapa neraka isinya banyak cewek."

Kaila lantas menggigit bahu Agam. Membuat sang empu menjerit kesakitan. "Sakit woi, main gigit-gigit aja! Lo kata jelly apa?" eluhnya. Kemudian mengatur napas pelan. Tidak habis pikir akan tuduhan dari perempuan di sebelahnya ini. "Lagian yang gue omongin fakta kok." lanjutnya lagi dengan tangan yang masih mengelus bahu.

Kaila menatap sinis. "Sialan ni orang." desisnya. "Jambul lo tu kayak jambul khatulistiwa!" hardiknya di tempat.

"Apa? Apa? Apa? Gak denger."

"Lo jambul khatulistiwa!"

"Lo rambut pohon kelapa."

"Lo kuyang!"

"Lo musang."

"KAILA AGAM CUKUP!" teriak Laura frustasi. "Keliling lapangan 25 kali putaran. Sekali protes dikali 5. Sekarang!" titahnya.

Kaila berlalu lebih dulu dengan muka tertekuk, tidak lupa senggolan perang saat melewati Agam membuat Agam naik pitam. Laki-laki tersebut berlari kecil menyusul Kaila.

"Duluan ye, kuat-kuat bawa pohon kelapanya." bisik laki-laki itu lalu berlari dengan kencang menjauhi Kaila.

Kaila mengigit bibirnya kesal. "Argh! Benci banget gue sama lo! Dasar jambul khatulistiwa." desis Kaila.

°°°

Teriknya matahari menggerogoti energi Kaila habis-habisan. Gadis itu baru berhasil mengelilingi lapangan sebanyak 15 putaran, masih ada sisa 10 putaran lagi sedangkan Agam sudah masuk putaran ke - 21.

Akibat lelah, Kaila pun tersandung kakinya sendiri, gelak tawa terdengar samar di telinganya. Siapa lagi kalau bukan dari mulut Agam.

"Yeeh nyungsep kan lo. Kalau gak bisa berdiri tu, minta tolong dong. Gengsi banget." suara Agam mulai terdengar jelas di telinganya.

"Gak butuh." Kaila bangkit dan kembali berlari kecil.

Agam mensejajarkan larinya. "Lo kalau gak kuat lari bilang aja sono, jangan dipaksa. Batu bener. Ntar kalo pingsan kagak ada yang mau seret lo ke UKS masalahnya."

"Bisa gak sih, mulut lo sehari aja diem?"

"Bisa. Kalo lagi tidur."

Kaila memilih untuk tidak lagi menggubris, karena sejujurnya pusing lebih menguasai dirinya dari pada emosinya saat ini. Agam masih berceloteh, namun hanya terdengar sayup-sayup di telinganya, tak lama tubuhnya ambruk begitu saja membuat Agam kaget bukan main.

Agam langsung menghampiri Kaila. "Kai?" panggilnya sambil menepuk pelan bahu Kaila beberapa kali, "Kaila?" Agam memeriksa napas Kaila, untungnya masih bernapas, bahkan kini muka Kaila tampak sangat merah akibat paparan matahari.

"Lanjutin hukuman kamu. Biar saya yang bawa ke UKS."

Suara interupsi tersebut menghentikan tangan Agam yang ingin menggendong Kaila. Tak butuh waktu dan energi yang ektsra, pasalnya dalam seperkian detik tubuh Kaila sudah berada di dalam rengkuhan pria berkaca mata yang Agam tau merupakan seorang Ketua OSIS di sini, pria tersebut meninggalkan Agam dengan keterdiamannya di tempat.

The Apple of My EyeWhere stories live. Discover now