BWC 1.7

465 66 15
                                    

Sing mengernyit heran menatap seekor hewan berbulu tengah terlelap di box kosong yang ia letakkan di sudut ruang tamu. Pemuda dengan tubuh jangkung itu berjalan mendekat, matanya membola kecil.

Sudut bibirnya tertarik- menunjukkan senyum ejekan. Sing tidak percaya sekarang Meng tertidur dengan nyaman di rumahnya. Sing mendongak, pintu balkonnya terbuka sedikit.

Membungkukkan badannya, Sing menoel tubuh gemuk Meng dengan jari telunjuknya. "Hei, kau diusir ya?"

Kucing itu mengeong malas dengan mata yang terpejam, seolah tidak memperdulikan Sing yang mengganggunya.

Mendengus tidak percaya, Sing kembali menggoyangkan box yang tengah Meng tiduri dengan nyaman. Menjahili kucing yang setiap hari menatapnya sinis itu terasa menyenangkan.

Bagaimana Sing tidak percaya? Biasanya Meng anti masuk ke rumahnya- apalagi menatap wajahnya yang terkadang menatap babunya tanpa sadar. Sing terkekeh kecil.

"Hei bangun, kau diusir atau kabur?" Sing berbicara lagi, dengan nada yang lebih keras.

Meng mengeong tidak senang, akhirnya kucing itu membuka matanya, menjilati kakinya dengan pandangan angkuh. Seperti biasanya.

Sing menggeleng kecil. "Sudah di usir masih saja angkuh, dasar Meng tidak tahu diri."

Kali ini kucing itu mengeong garang, meloncat dari box yang menjadi tempat istirahatnya tadi. Kucing itu menunjukkan giginya yang runcing, kuku-kuku tajamnya bermekaran dari bulu-bulu yang lebat.

Dengan sekejap, Sing bersikap waspada. Pemuda tinggi itu menatap Meng dengan pandangan tidak percaya. "Aku akan melaporkanmu pada Jayyan jika kamu menggigitku? Mengerti?" ucap Sing tidak main-main.

Kucing itu menjilat giginya, menurunkan kembali kuku-kuku tajam kebanggaannya. Meng meloncat, mengelung di dalam box hangat yang menjadi favoritnya sekarang.

"Sangat nakal, pantas saja Jayyan membuangmu." Sing menggumam.

Omong-omong tentang Jayyan, bukankah Sing bisa menemuinya dengan Meng sebagai alasan?

Matanya berkedip cepat seolah-olah mendapatkan ide yang cemerlang. Bukan karena apa, Jayyan menghindarinya karena kemarin malam. Pemuda mungil itu memberinya pesan.

'Sing jangan menemuiku hari ini, aku sangat malu [cry]'

Setidaknya itulah yang pesan yang Jayyan kirimkan padanya.

Sing menggendong Meng dengan kedua tangannya. Dalam hitungan detik, Meng memberontak dan mengeong keras berusaha meloncat dari gendongan Sing.

"Hei tenanglah, setelah ini aku akan memberimu whiskas, bagaimana?" Sing menepuk pelan perut gembul milik Meng.

Kucing berbulu putih itu perlahan berhenti memberontak, mata bulatnya masih menatap Sing jutek dan jengkel. Andai saja sekarang Meng tidak membutuhkan bantuan Sing, pasti Meng akan berlari. Tidak sudi melihat Sing yang menempel pada babunya.

Menarik sudut bibirnya kecil, Sing melangkah dan berhenti tepat di depan pintu rumah Jayyan. Dengan singkat menekan bel.

Derap langkah kaki terdengar, Sing merapikan poninya. Mengeratkan pelukannya pada Meng yang masih memasang ekspresi judes.

Tak lama pintu terbuka, menampilkan Jayyan dengan wajah malasnya. Netra Jayyan melirik ke arah Meng sekilas, ekspresi pemuda mungil itu berubah menjadi jengkel.

"Ada apa?" ucapnya asal.

Sing menggaruk tengkuknya bingung, melirik ke arah Meng yang juga mengalihkan pandangannya. Enggan menatap Jayyan. Sing mengernyit.

Miao!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang