BWC 1.3

422 71 12
                                    

Disini Jayyan sekarang, duduk di salah satu kursi restoran, menggambar interior restoran sesuai imajinasinya. Sedangkan Sing tengah mengecek peralatan yang masih bisa digunakan dan tidak bisa digunakan.

Seorang manager menghampiri Jayyan dengan membawa nampan berisikan lemon tea. Jayyan tersenyum kecil dan mengucapkan terimakasih setelah gelas itu diletakkan tepat di meja.

Jayyan memperhatikan gelas itu lama, entah kenapa terlihat datar dan tidak menarik, dan terlihat tertinggal zaman.

"Sing!"

Menghentikan kegiatannya, Sing membersihkan tangannya dan menghampiri Jayyan. "Ada apa?"

Menepuk kursi di sebelahnya, Jayyan menyuruh pemuda itu duduk. Setelah Sing duduk, Jayyan menunjuk minuman miliknya.

"Bukankah menurutmu ini terlihat seperti ketinggalan zaman?"

Sing memperhatikan lemon tea itu lama, pemuda itu mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan pemuda pendek di sebelahnya ini.

"Bagaimana jika kita memperbaiki platingnya terlebih dahulu?"

Menautkan kedua alisnya, Sing berpikir keras. "Aku akan mencari chef yang baru."

Jayyan tersenyum senang. Menepuk pundak Sing, menyerahkan sketsa yang ia gambar. Dan itu membuat Sing tercengang. Ini terlalu bagus.

Menunjuk bagian kasir. "Bagaimana jika kita memberinya warna coklat dan gold dibagian sana?" Jayyan mengusulkan dengan riang. Sing hanya tersenyum dan mengangguk.

"Kita akan memberikan kesan soft tapi elegan. Saranku kamu harus mengganti namanya, restoran ini terlalu tertinggal dengan restoran baru di sekitar sini."

Sing mengalihkan pandangannya, menatap Jayyan lekat. "Kamu mau mengusulkan nama baru untuk restoran?"

"Tidak, nama restoran itu terserah apa yang kamu mau. Aku tidak akan ikut campur." Sekali lagi, Jayyan mengulas senyum manisnya. Sing merasa telinganya memerah.

"Baiklah."

Setelah berada di restoran cukup lama dan mendiskusikan apa saja yang akan dirubah, keduanya berjalan pulang. Sebenarnya Sing mengusulkan untuk menaiki taksi agar cepat sampai, tapi Jayyan menolaknya.

Sing tidak bisa menolak lagi, kini keduanya berjalan berdampingan di trotoar. Banyak teman Jayyan yang tidak sengaja bertemu dan menyapa Jayyan dijalan.

Sing tidak tahu bahwa relasi Jayyan sangat banyak, bahkan pemuda pendek itu terhitung lima kali disapa oleh temannya dijalan. Dan Sing hanya menyimak, menatap Jayyan yang dengan riang menjawab sapaan temannya.

"Temanmu banyak juga." Sing menyindir, tetapi Jayyan tidak sadar.

Pemuda pendek itu justru berhenti dan tersenyum dengan mantel besarnya yang membuat tubuhnya tenggelam. "Tidak juga hehe." Jayyan tersenyum hingga giginya terlihat.

Sing menggeleng, polos sekali anak ini.

Jayyan menoleh, mendapati penjual tanghulu. Itu kesukaannya! Sing mengernyit. Kenapa tidak bilang saja jika ingin membeli tanghulu? Kenapa harus menatap tanghulu dengan wajah menggemaskan seperti itu?

Sing meraih tangan Jayyan, menariknya menuju kedai tanghulu dan memesan dua tanghulu. Setelah membayar dan mengucapkan terimakasih, Sing menyerahkan dua tanghulu tersebut ke genggaman Jayyan.

Pemuda pendek itu memanyunkan bibirnya, menatap tanghulu di tangannya dengan tatapan tidak rela. "Sing aku sedang diet tanghulu, kenapa kamu membelinya?" Dengan nada merajuk Jayyan berbicara.

"Hmm? Kenapa diet?" Sing tidak paham.

Jayyan menghentakkan kaki kanannya karena kedua tangannya telah penuh dengan tongkat tanghulu. "Kata temanku pipiku bertambah besar dan aku bertambah gemuk."

"Oh ya?"

Mengangguk lemas, Jayyan menunduk. "Mereka bilang jika aku makan tanghulu terus akan menjadi semakin bulat dan aku akan sulit mempunyai pacar."

Langkah Sing terhenti, pemuda itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku mantel. Matanya menatap tepat pada poni Jayyan yang menutupi wajah Jayyan karena separuh wajahnya tenggelam dalam kerah mantel.

"Tidak juga." Ucapnya singkat.

Dengan spontan Jayyan mendongak, matanya berbinar, buru-buru Sing mengalihkan pandangannya.

"Sungguh?!"

"Ya."

Dengan cepat Jayyan memasukkan buah berlapiskan gula mengeras itu ke dalam mulutnya saat Sing mengatakan hal yang membuatnya bahagia.

Mulutnya memekik senang merasakan sensasi yang dirinya rindukan akhir-akhir ini.

Jayyan memakannya dengan lahap, seolah-olah lupa bahwa dirinya berniatan untuk diet sebelumnya.

Sing hanya menatapnya dengan senyuman kecil yang tanpa sadar tersemat entah sejak kapan.

Menyodorkan sisa tanghulu, Jayyan menyuruh Sing memakannya. Pemuda dengan tubuh tinggi itu menurut, menggigit suapan terakhir yang Jayyan berikan untuknya.

Membuang tusuk tanghulu pada sampah, Jayyan menepuk perutnya puas. Sing sekali lagi hanya menggeleng kecil. "Aku sangat kenyang." Jayyan mengeluh.

"Baiklah, mari kita pulang Singie!" Jayyan berucap dengan semangat, menggandeng tangan Sing dan dengan riang berjalan.

Sing terpaku sejenak, sebelum tersenyum manis dan menatap jarinya yang bertaut dengan jari-jari panjang milik Jayyan. Sing tertawa kecil hingga giginya terlihat, ini adalah kali pertamanya dirinya tertawa seperti ini di Korea.

Sing berjalan cepat, menyamakan langkahnya dengan langkah Jayyan yang riang dan sedikit meloncat-loncat bak tupai.

Pemuda tinggi dengan tubuh tebal itu mengeratkan genggamannya, semakin merapatkan tubuhnya pada tubuh Jayyan yang hanya sebatas bahunya.

Celotehan Jayyan memenuhi langkah demi langkah yang keduanya injak saat menuju rumah. Sing hanya sesekali menjawab dan menimpali.

Tidak ada yang lebih baik dari malam ini.

Sing merasa hatinya benar-benar menghangat, pemuda itu merasa, pilihannya untuk kesini dan menetap di Korea bukanlah kesalahan.

Ia bisa mengenal Jayyan dan merasakan sensasi aneh yang membuatnya perutnya tergelitik.

Membangun restoran, ah Sing berjanji jika ia akan mengolah restoran itu sebaik mungkin karena Jayyan sudah bekerja keras untuk desain dan interior.

Sing tidak mau kerja keras pemuda manis di sebelahnya ini menjadi sia-sia. Ia akan mengembangkan restoran sesuai harapan yang Jayyan katakan.

Ia ingin membuat hidupnya sendiri, tanpa campur tangan orang tuanya lagi. Sing ingin mencari jati dirinya, Sing ingin terbebas dari kekangan yang ayahnya berikan selama ini.

Sing akan menjadi jauh lebih baik lagi.

Sing berjanji, untuk dirinya, dan untuk pemilik kucing di sebelahnya ini, Jayyan.


Next?
Bye-bye!!!!

Miao!Where stories live. Discover now