BWC 1.6

448 71 26
                                    

Sing terduduk di meja makan, matanya menatap memelas pada Jayyan yang duduk di tengah kumpulan para nenek-nenek.

Sudah terhitung dua jam Jayyan berbicara dengan beberapa nenek di sana, dan melupakan sosok yang sedari tadi hanya diam dan tidak bersuara.

Sekarang Sing tahu alasan Jayyan sangat bahagia ketika Sing menjadi penghuni baru di apartment. Karena apartment ini dihuni oleh mayoritas nenek-nenek!

Salah satu wanita tua dengan sweater rajut di tangannya memanggil Sing untuk mendekat. "Astaga aku lupa dengan yang punya rumah karena terlalu fokus dengan Jayyan." Nenek itu tertawa terbahak-bahak.

Sing mendengus mendengarnya, pemuda tinggi itu beranjak dari duduknya dan mendekat ke arah mereka. Ia mengulas senyum ramahnya.

Nenek Jie tidak bisa menahan senyumnya, wanita tua itu menepuk-nepuk bahu Sing. "Kau tampan sekali, sudah punya pasangan?" Ujarnya ringan, diikuti tawa membahana milik para wanita tua disana.

Menggaruk tengkuknya canggung, Sing menggeleng kecil. "Belum" jawabnya.

Para nenek-nenek itu lagi-lagi tertawa, Jayyan hanya menggelengkan kepalanya kecil. Usil sekali nenek-nenek ini, batinnya.

"Mau ku kenalkan dengan cucuku? Dia cantik, dia bisa memasak, mencuci, kau bisa hidup enak jika menikah dengannya. Bagaimana?" Nenek Jie berucap lagi, masih dengan tawanya yang menggelegar.

Melihat Sing yang mulai kesusahan meladeni nenek Jie, Jayyan menggeser duduknya, mendekat ke arah Sing. Pemuda mungil itu melingkarkan tangannya di lengan Sing.

Dengan senyuman lebarnya Jayyan berkata. "Tidak perlu nenek, Sing itu milikku." Jayyan berhenti sejenak, mendongak menatap Sing dengan kedipan manisnya. "Ya kan, Sing?" Lanjutnya.

Mengalihkan pandangannya, Sing berusaha menghindari tatapan yang Jayyan berikan padanya. Jantungnya berdebar tidak normal.

Belum sempat Sing menjawab Jayyan lebih dulu dicubit oleh nenek Jie. Nenek itu mengomeli Jayyan.

"Kau ini, jangan mengajak temanmu untuk menjadi perjaka tua, dasar anak nakal!" Nenek Jie mencubit perut Jayyan hingga pemuda mungil itu tertawa meminta maaf.

Sing hanya diam, sibuk dengan degup jantungnya yang berisik. Ia merasa perutnya tergelitik. Netranya menatap Jayyan yang tengah berbincang asik dengan para nenek-nenek yang terlihat sangat menyukai Jayyan.

Melihat bagaimana Jayyan bercanda ringan dengan nenek Jie dan teman-temannya, Sing menghangat.

Pemuda tinggi itu meremat tangannya, beralih menatap Meng yang tengah menatap kearahnya juga. Sing mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya.

Meng melengos begitu saja, berjalan dengan angkuh pergi menjauhinya.

Sing mendengus.

o0o

Jayyan melambaikan tangannya riang, mengantar kepergian nenek Jie dan teman-temannya. Pemuda mungil itu berbalik setelah menutup pintu.

Netranya mendapati Sing yang tengah bersedekap dada sambil menatapnya datar. Jayyan tersenyum senang.

Pemuda mungil itu berjalan, berdiri tepat di depan Sing.

"Kenapa kamu tidak bilang apartment ini mayoritas di isi oleh lansia?" Sing menatap Jayyan menuntut.

Dicecar pertanyaan yang paling di hindarinya, Jayyan hanya mengerjap polos, pemuda mungil itu menangkup tangannya di depan dada dengan bibir melengkung ke bawah.

"Maafkan aku Sing, ku mohon jangan pindah apartment ya? Disini menyenangkan kok, aku yakin." Jayyan menatap Sing dengan mata memelas.

Sing menghela nafas, menghindari tatapan Jayyan. Memilih berbalik, berjalan menjauh. Namun dengan cepat Jayyan menahan lengannya.

Pemuda mungil itu dengan gesit berpindah, berdiri di depan Sing. Tangannya menggoyangkan pergelangan Sing. Jayyan menatap Sing dengan pandangan memelas.

"Jangan pindah ya? ku mohon."

Merasakan tangannya yang terus digoyangkan ke kanan dan ke kiri, Sing menghela nafasnya lagi. "Aku tidak bilang aku akan pindah." Ucapnya singkat. Cukup membuat Jayyan memekik senang.

Jayyan berjinjit, mengusak pelan rambut Sing. Setelahnya pemuda mungil itu mengulas senyum lebarnya, Sing memerah.

Berlari menghampirinya Meng, Jayyan menggendongnya. Ia berhenti lagi di depan Sing yang membatu. Jayyan mengangkat Meng tepat di depan wajah Sing.

"Sing tampan, terimakasih untuk hari ini! Miaw!" Jayyan berucap dengan suara imutnya, menggoyangkan Meng yang tengah menatap malas wajah Sing.

Setelahnya Jayyan berlari, memungut sendalnya dan menutup pintu Sing dengan salah tingkah. Jayyan malu dengan tingkahnya sendiri.

Sing mengerjap, pemuda tinggi itu berjalan ke arah pintu, memastikan Jayyan sudah masuk ke dalam ruangannya.

Menggigit bibirnya kuat, Sing memukul pintu di depannya. JAYYAN SANGAT IMUT!

Apa tadi? Jayyan mengatakan miaw? Bukankah itu sangat imut?!

Sing merasa lehernya benar-benar memerah, Pemuda dengan tubuh kekar itu menyenderkan tubuhnya pada pintu.

Sing menggigit jari telunjuknya, debaran jantungnya benar-benar tidak terkontrol.

"Jayyan terlalu imut." Gumamnya lirih dengan senyuman tertahannya hingga lesung pipinya terlihat.

Berjalan ke arah kamar, Sing membaringkan tubuhnya, menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Pemuda itu menendang-nendang udara, berusaha untuk tidak memekik.

SING TIDAK KUAT!

Kenapa juga tadi ia mematung seperti orang gila di hadapan Jayyan. Sing menyesal, harusnya ia menghentikan Jayyan yang berlari dan menyeretnya ke kamar.

Sing menyesal. Sungguh.

Miao!Donde viven las historias. Descúbrelo ahora