2 : well spent time

17 6 0
                                    

Buatlah cerita dengan tema, "Liburan bersama keluarga."

[]

Bisa kubilang keluargaku nomaden. Itu semua karena tuntutan pekerjaan Papa sehingga kami sekeluarga harus diboyong ke mana-mana bersamanya.

Papa juga bertemu Ibu saat ia baru bekerja di Indonesia. Singkat cerita mereka menikah setelah itu Ibu hamil sehingga aku lahir di Indonesia, di kampung halaman ibuku lebih tepatnya. Untuk beberapa tahun pertama hidupku kami menetap di sana.

Meski ingatanku tentang masa-masa itu lumayan pudar, aku dapat mengatakan bahwa aku paling senang tinggal di sana. Kami tinggal di sebuah desa yang lumayan jauh dari kota besar. Di desa itu kami juga bertetangga dengan saudara-saudara kami termasuk kakek dan nenekku. Aku menghabiskan banyak waktu bersama kakak sepupu-sepupuku untuk bermain. Main di sawah, dikejar soang, mencuri mangga, terjun dari jembatan ke sungai, mengganggu ternak warga, dan kegiatan-kegiatan anak badung lainnya.

Saat aku berusia tujuh tahun, kami mulai berpindah-pindah tempat tinggal. Kami tidak hanya pindah-pindah kota, tapi juga pindah-pindah pulau. Otomatis aku juga harus berpindah-pindah sekolah. Rutinitasnya terus berulang. Pindah, sekolah baru, teman baru, mulai akrab, lalu aku harus pindah lagi.

Ketika saatnya ayahku harus kembali kerja di luar negeri, ia meninggalkan kami di Indonesia. Kupikir aku bisa lega karena akhirnya kami bisa tinggal lebih lama di tempatku saat itu. Namun, rupanya rumah tangga orang tuaku yang tak bertahan lama.

Tentu saja aku sedih, tapi tak lama setelahnya aku bangkit dan kembali bersenang-senang bersama teman-temanku. Ibu suka marah-marah kalau aku tak kunjung pulang. Ia akan menelepon temanku tentang keberadaanku lalu menyusuli aku. Tanpa adanya Papa, tidak ada lagi yang melindungiku ketika diomeli Ibu.

Beberapa lama kemudian Ibu menikah lagi. Kupikir kini aku punya seseorang yang melindungiku saat Ibu mulai marah-marah. Seorang ayah biasanya lebih paham anak cowoknya, 'kan?

Suatu hari aku begitu muak. Aku menelepon Papa dan menceritakan segala keluh kesahku hingga di akhir-akhir percakapan kami ia menawarkanku untuk tinggal dengannya. Aku, seorang bocah SMP baru puber yang sedang dalam fase pemberontak, langsung mengiakan ajakan Papa.

Aku berpamitan dengan teman-temanku. Berkata pada mereka bahwa aku akan ke sini lagi suatu saat nanti.

Aku sayang kakakku, aku bahkan sayang ibuku, ayah tiriku juga sebenarnya tak pernah bersikap buruk terhadapku. Namun, aku ingin kebebasan.

Ketika harinya tiba Papa menjemputku dan kami terbang ke tempat asalnya. Di sana Papa sibuk kerja dan ia juga tak begitu peduli apa yang kulakukan seharian. Papa mendukung hobiku di bidang olahraga dan aku juga mendapatkan kebebasan, sangat menguntungkanku.

Semenjak tinggal di sini juga aku jadi tahu bahwa Ibu dan Papa masih sering berhubungan, entah karena aku tinggal di sini jadi Ibu ingin tahu kabarku sehingga sering mengubungi Papa atau sebelum ini mereka juga sudah sering berhubungan. Yang pasti, menurutku hubungan keduanya amat baik, tak seperti mantan suami-istri.

Bahkan di liburan musim panas yang lalu, saat Papa berkata bahwa kami akan kembali pindah ke Indonesia, Ibu, Kakak, dan adik baruku datang ke London untuk berlibur sekaligus mengantar kami pulang. Saat itu ayah tiriku tak datang karena sibuk bekerja.

Kami mengunjungi banyak tempat-tempat ikonik di sini dan juga menyambangi beberapa negara tetangga. Kami bersenang-senang layaknya keluarga utuh di sini. Sayangnya, karena ini musim panas adikku merengek ingin lihat salju.

Aku rindu mereka semua. Ibuku memang galak, tapi ia benar-benar perhatian terhadap anak-anaknya. Ia mengenalku lebih dari siapa pun di dunia ini. Dulu saat tinggal bersama, kakakku sering membantuku mengerjakan PR. Kakakku adalah tipe wanita ideal bagiku. Cantik, pintar, baik hati, jago masak. Aku juga senang bisa punya adik baru cowok yang tampaknya sama nakalnya dengan aku dulu.

Sungguh, orang tuaku masih dapat berbincang akrab tanpa rasa canggung. Aku beberapa kali terpikir mengapa mereka berdua berpisah. Aku juga pernah menanyakan hal itu kepada Papa. Kata Papa lebih baik seperti itu. Aku kurang paham, tapi kusimpulkan bahwa mereka tidak bisa hidup bersama dan melalui semua pasang-surut kehidupan dua puluh empat per tujuh sebagai sepasang suami-istri. Namun, mereka dapat menjadi teman yang merasa cocok terhadap satu sama lain dan bersenda gurau bersama.

Ketika hari keberangkatan kami ke Indonesia hampir tiba, Ibu mendapat kabar bahwa kakaknya koma dan dilarikan ke rumah sakit. Akhirnya dengan berat hati Ibu, Kakak, dan Adik pulang duluan sehingga aku dan Papa harus berangkat berdua ke Indonesia.

Namun, kami sudah merencanakan liburan di libur sekolah mendatang sebagai pengganti liburan kali ini yang tidak berakhir baik. Aku bilang pada Ibu liburan kali ini aku sudah sangat amat bersenang-senang dan Ibu tak perlu merasa bersalah karena tak menepati janjinya untuk mengantarku. Ibu hanya tersenyum.

Meski berkata seperti itu, aku tetap tak sabar menanti liburan selanjutnya. Kami akan berlibur ke kampung halaman Ibu dan bertemu Kakek, Nenek, serta semua saudara dan teman masa kecilku. Sejak pindah-pindah, kami baru tiga kali pulang ke sana. Aku rindu suasana kampung halamanku.

[]

Wow, aku bangga karena ceritanya masih bisa nyambung.

Tokoh utama di cerita ini sebenernya nggak cuma Sean doang, ada beberapa tokoh lainnya juga. Semoga next temanya cocok buat memperkenalkan tokoh lain. Kalo nggak cocok ke semuanya aku terpaksa bakal tarik para NPC—bukan Nusantara Pen Circle—buat jadi tokoh utama dalam sehari.

Kamis, 2 Februari 2024

REAKSI IV - NPC Daily Writing Challenge 2024 || ENDOù les histoires vivent. Découvrez maintenant