✯ purple hyacinth

28 20 10
                                    


Happy reading (◕ᴗ◕✿)

_____________________________________

" Ya ampun mbak, akhirnya dateng juga. Bu Irma udah nunggu di kamar 2," papar Isha setibanya ia di butik.

" Maaf ya Isha, saya jadi ngerepotin kamu," tutur Irana tidak enak sambil memegang tangan Isha sejenak, lalu beranjak menuju kamar 2 sesuai instruksi asisten nya.

Ia berjalan memutari bangunan milik nya untuk sampai di kamar 2 yang letaknya cukup jauh dari pintu masuk.  Pikiran nya cukup kacau hari ini, bahkan ia hampir memasuki ruangan yang salah dua kali. Entah mengapa ia  sama sekali tak bisa fokus. Padahal Irana sudah hafal diluar kepala semua ruangan di butik ini.

Untung nya saat ini ia sudah tiba di depan pintu bercat coklat di hadapan nya. Ia langsung menyiapkan diri dengan senyum yang biasa ia tampilkan kepada pelanggan sebelum memegang kenop pintu dihadapan nya.

" Huhh, oke, fokus," gumam nya lalu membuka pintu.

" Selamat pagi, Bu Irma."

Sapaan Irana dijawab tak kalah ramah oleh Bu Irma, perempuan berambut tergelung itu langsung berjalan mendekati sang pemilik butik dan memeluknya ala ala teman se-per-arisan.

" Astaga cantiknya, Mbak Irana," puji Bu Irma.

" Ya ampun, Bu. Terimakasih, tapi Bu Irma lebih cantik, hehe."

" Silahkan duduk dulu, Bu. Saya mintakan teh sebentar ya."

Irana pun menggiring Bu Irma untuk duduk di sofa yang terletak di pinggir ruangan dan kembali keluar untuk meminta teh.

" Mbak!" Panggil nya pada wanita berjilbab abu-abu yang lewat di depan ruangan.

" Tolong bawakan satu teko teh kemari, ya."

Pegawai itu mengangguk dan beranjak setelah Irana memasuki kembali ruangan.

" Jadi, Bu. Mau pilih yang mana?" Tanya nya sambil membawakan beberapa baju yang telah dipilih minggu lalu.

Lama tak menjawab, Bu Irma justru menatapnya lekat sebelum mengeluarkan suara.

" Aduh mbak, andai kamu mau sama anak saya dulu," ucapnya memelas.

Sungguh. Irana paling benci bahasan ini. Anak nya sudah akan menikah, namun ibunya masih terus saja mengejar Irana. Ia merasa kasihan pada calon menantunya. Semoga Bu Irma tidak bersikap buruk pada menantunya nanti.

" Haha, jangan gitu lah, Bu. Saya jadi gaenak," kekehnya kikuk.

Tak lama setelah perbincangan itu, seorang gadis berkucir tengah tampak membuka pintu bersama dengan lelaki tunggu di sebelahnya. Itu adalah anak dan calon menantu Bu Irma. Gadis itu tersenyum ramah kepadanya.

" Hai, mbak. Salam kenal, saya Aina," sapanya ramah.

" Saya Irana, mbak."

" Silahkan mbak, ini beberapa gaun yang udah di pilih Bu Irma minggu lalu."

Aina mulai berjalan mendekati beberapa manekin yang berjejer di sebelah Irana.

Dream Calls Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang