✯ purple hyacinth

Start from the beginning
                                    

" Ini gimana, mas?" Tanya Aina pada calon suaminya.

" Ini agak terbuka, Ain. Gimana kalo yang ini aja," saran Bu irma sembari mendekati satu manekin di sebelah Aina.

" Mbak Aina suka model yang kanan ya? Tapi kalau memang mau, kami bisa usahakan untuk membuatkan mix dari dua model itu," terang Irana.

" Gimana Ain?"

" Boleh, Bun."

" Yasudah mbak, minta tolong ya. Dua minggu lagi insyaallah saya kesini."

" Iya, Bu. Tenang aja, semua pasti beres tepat waktu sama butik kami," ucapnya yakin.

" Makasih ya, mbak," tambah Aini.

Pasangan itu akhirnya ikut berjalan keluar ruangan menyusul sang ibunda yang sudah terlebih dahulu meninggalkan ruangan tersebut.

Irana bergerak menyatukan gelas gelas dan teko nya ke atas nampan. Ia duduk sejenak di sofa untuk melepas penat.

Niatnya hanya memjamkan mata saja, bukan untuk tidur. Namun siapa sangka, ia benar benar terlelap. Matanya terpejam dan nafasnya mulai teratur.

" Orang bilang, telinga adalah yang paling terakhir berfungsi sebelum orang itu meninggal. Dengarkan aku baik baik," ucap gadis berkepang itu sembari mencengkram rahang gadis lemah di hadapan nya.

" Irana. Apa yang seharusnya menjadi milik ku. Pasti akan benar-benar menjadi milik ku. Dan kamu, kamu hanya tempat singgah dari semua milik ku," bisik gadis itu dengan penuh penekanan di setiap katanya.

Sesaat setelah gadis itu beranjak keluar, ia mendengar derap langkah orang lain masuk.

" Anna," suaranya parau.

" Anna! Bangun!"

" Anna."

Drrrt... Drrrtt..

Telinga Irana menangkap suara dering ponsel dari tempat yang tak jauh darinya. Ia membuka mata dan menyadari wajahnya basah kembali.

Mimpi itu lagi.

Tanpa memikirkan nya terlalu dalam, ia lantas mencari suara yang ternyata berasal dari ponsel nya. Telepon masuk dari Isha ternyata.

" Halo?"

"Mbak, kebawah mbak, ada kiriman bucket lagi."

"Lagi?"

" Iya mbak, turun aja dulu."

Sambungan terputus. Ia pun memutuskan untuk keluar menemui bawahan nya.

Namun, setibanya ia di lobby, justru tak ada seorangpun disana. Bahkan, penjaganya pun menghilang. Ia pun mencari ponsel nya berniat untuk menghubungi sekertaris nya.

" Aduh, ketinggalan di kamar 2," gumam nya.

Saat hendak berbalik. Netranya tanpa sengaja menatap serangkaian bunga yang tergeletak di atas kursi di balik pembatas.

Dream Calls Where stories live. Discover now