The Unseen Border

578 25 1
                                    

"Ah---mmh---"

Di dalam gubuk kecil itu, mengalun suara desahan yang sangat halus. Sangat tipis, sampai-sampai kau harus membuka pintu gubuk itu untuk mengetahui apa isinya.

"Sshh...pelan sayang. Bahaya jika ada prajurit yang kemari,"

Kejantanan sang dominan menumbuk lembut dan perlahan tubuh sang submisif. Sedangkan yang tengah berbaring, merasa frustasi dengan tempo yang lambat itu.

"Kak---mmh---lebih cepathh---"

Perihal prajurit yang mereka bicarakan, kalian pasti bertanya-tanya, apakah mereka sedang melakukan tugas? Apakah mereka seorang prajurit?

Jawabannya adalah tidak.

Mereka hanya dua rakyat sipil yang tengah dimabuk cinta.

Hidup di tengah perbatasan negara konflik, membuat mereka yang miskin harus pintar-pintar melakukan barter dengan siapapun yang mereka temui. Tak peduli lawan ataupun kawan, asal mereka bisa hidup.

Disanalah Jisung dan Minho bertemu.

Jisung yang tengah kelaparan, tidak memiliki asupan gandum, bertemu Minho sang petani yang kesusahan mencari lauk untuk makan.

Mereka berdua jatuh cinta pada pandangan pertama.

Bertukar surat melalui setumpuk jerami atau sepucuk surat dalam botol yamg dimasukkan ke keranjang ikan. Sungguh romantis jika didengar.

Mereka berusaha keras memperjuangkan cinta mereka, sampai mereka sadar jika cinta mereka takkan pernah bisa bersatu.

"Aku dari negara J,"

"Dan aku dari negara L,"

Dimana dua negara tersebut memiliki dua ideologi yang saling bertolak belakang. Dan masing-masing dari negara tersebut sepakat bahwa rakyat mereka tidak boleh intervensi satu sama lain. Termasuk dalam ikatan pernikahan.

Rasanya bagai menelan pil pahit yang tidak tertelan. Tersangkut di lidah, mencecap tanpa tahu kapan habisnya.

Dan disinilah mereka, berbagi kehangatan di bawah gubuk yang mereka bangun sendiri sebagai tempat persembunyian. Dengan jerami-jerami kering sebagai sandaran mereka, mereka habiskan banyak waktu berdua di gubuk kecil ini.

"Angh--kak--terusshh,"

Jisung dengan frustasi berusaha membuat pucuk kepala kejantanan sang dominan menyentuh titik manisnya. Ia tarik leher Minho, mengecup ranum pemuda itu.

Tak mau kalah, tangan Minho meraba dada sang kekasih, memilin kedua putingnya pelan, hingga berhasil membuat tubuh kekasihnya melengkung hebat.

"I love you,"

"I love you too,"

Hanya dua kalimat itu yang bisa membuktikan cinta mereka terasa nyata. Di tengah panasnya konflik negara mereka, yang membuat mereka harus berakhir seperti ini. Terbungkam.

Apakah mereka siap jika dituduh sebagai pengkhianat negara? Entahlah, mereka tidak tahu.

Yang mereka tahu, mereka hanya rakyat biasa yang jatuh cinta di tempat yang salah.

Jisung melenguh dan mengerang tertahan. Lubangnya terasa berkedut-kedut, meremas kejantanan yang lebih tua. Bibir bawahnya ia gigit, merasakan inci demi inci tumbukan yang lawan mainnya berikan.

Minho merubah posisi mainnya. Diraihnya pinggul sang kekasih, ia tuntun perlahan agar sang kekasih berbalik badan memunggunginya.

Mata Minho tidak berkedip sedikitpun. Tangannya menyentuh leher Jisung, lalu ia petakan punggung yang sedikit berotot itu. Sesekali ia daratkan sebuah ciuman mesra. Ia puja bentuk tubuh sang kekasih yang segar dipandang mata itu. Tangannya berakhir di kedua pantat sintal, yang di sana, tertanam miliknya yang tengah menumbuk tubuh yang lebih muda. Benar-benar penampilan yang sangat erotis di mata Minho.

"You're mine. Only mine," gumam Minho.

Jisung menggeram rendah. Ia tolehkan kepalanya untuk melihat wajah sang kekasih. Dikecupnya sekilas bibir tipis Minho yang tengah mendekapnya dari belakang. Ia rasakan tangan kekar itu meremat pinggul kecilnya, mendorong kejantanan itu semakin dalam di tubuhnya.

"I wish---hhh--I can see your face every morning. You woke up beside me, in our bed," gumam Minho.

"I wish I can do that too," jawab Jisung.

Hentakan yang diberikan Minho semakin intens, membuat Jisung harus menutup bibirnya semakin rapat. Ia takut jika ada prajurit yang tengah berpatroli di dekat gubuk mereka.

"Ahngh!"

Minho menembakkan cairannya di punggung Jisung, sedangkan milik Jisung tertembak di atas lantai tanah gubuk mereka. Mereka terengah, merasakan hasil pergumulan panas mereka.

Setelah semuanya kembali tenang, Minho memeluk tubuh Jisung dengan erat, seolah lelaki itu bisa menghilang kapan saja.

"Aku akan merindukanmu, sweetheart," ujar Minho.

"Mn, aku juga akan merindukanmu," jawab Jisung.

---

Keesokan harinya, Minho sampai di gubuk terlebih dahulu. Mereka selalu menyempatkan waktu untuk datang di waktu siang, dan kembali sebelum matahari tenggelam.

Namun, hingga matahari hampir menghilang, Jisung tidak menampilkan batang hidungnya.

"Tidak mungkin kan..."

Kemana perginya si manis? Mengapa hari ini dia tidak datang?

"Mungkin hanya perasaanku saja," gumam Minho.

Hingga matahari terbenam pun, Minho tidak berhasil bertemu dengan sang kekasih dambaannya. Ia tuliskan sepucuk surat, ia tumpuk surat tersebut di dalam tumpukan jerami di dalam sana.

"Semoga ia menemukannya besok,"

---

Hari demi hari berlalu, dan Jisung tetap tidak memunculkan batang hidungnya.

Kondisi konflik dua negara semakin memanas tanpa sebab pasti. Pasokan makanan dihentikan dan banyak rakyat sipil yang hanya bisa bertahan dengan makanan seadanya saja.

Sama seperti Minho.

Gandum di lumbungnya hampir habis, karena dirinya mau tak mau harus berbagi ke tetangga dekatnya. Di samping itu, ia terus menerus mengkhawatirkan sang pujaan hati.

"Dimana yang namanya Minho!"

Tubuh Minho terperanjat ketika mendengar namanya disebut dengan tegas. Dirinya yang tengah menjemur gandum hanya bisa menoleh perlahan. Namun naas, bahkan sebelum ia sempat melihat siapa yang memanggilnya, wajahnya sudah lebih dulu dihadiahi pukulan yang amat keras.

Terdengar suara jeritan wanita dan anak kecil, dan bagaimana Minho merasakan sudut bibirnya yang berdarah.

Kerah kaosnya diseret paksa, seperti anjing liar yang ketahuan mencuri daging di pasar.

Ah, apakah ini akhirnya?

Minho tidak meronta dan tidak melawan. Dia sudah paham apa yang akan terjadi setelah ini.

Pasti jauh lebih buruk.

Namun pikirannya tetap melayang kepada satu orang. Mengingat percakapannya pada malam itu bersama sang kekasih.

"Jisungie,"

"Hm?"

"Apa kau percaya reinkarnasi?"

"Tidak terlalu. Kenapa?"

"Jika di kehidupan selanjutnya kita bertemu, masihkah kau mau menjadi pasanganku?"

"Jika reinkarnasi bisa membuatku bertemu denganmu, maka aku akan percaya,"

Begitulah Minho mengingat sekilas percakapannya dengan Jisung sebelum sadar jika kepalanya sudah terlepas dari tubuhnya sendiri.

-FIN-

Book of MinsungWhere stories live. Discover now