Rezvan menunjuk pada pintu mansion yang sudah terbuka lebar, "Pintu keluar ada di sebelah sana, tuan dan nyonya."

Mereka merasa terhina, dengan wajah menggelap sudah seperti pantat panci, mereka pergi meninggalkan ruang keluarga tanpa mengatakan apapun lagi.

Bertanya-tanya soal Keyla? Gadis itu sudah pergi lebih dulu bersama Aland saat menangis di kamar Alvias. Gadis itu merengek meminta ice cream.

"Para keroco, rasanya aku ingin membunuh mereka semua."

🐰🐾

"BAGAIMANA BISA INI TERJADI! AKU SUDAH MENGATAKAN PADAMU UNTUK TERUS MENGAWASI PERGERAKAN WANITA ITU!" Seorang pemuda berteriak marah pada bawahnya, ia melemparkan semua barang-barang yang ada di dekatnya. "KAU TAU! KARENA KELALAIAN MU ITU, MEMBUAT MILIK KU KEREPOTAN!"

Orang yang di teriaki hanya bisa menunduk dalam, Aura tuannya benar-benar membuat ia merasa tercekik.

Pemuda itu memijit pelipisnya pusing, nafasnya terdengar tidak beraturan, rahangnya mengetat. "Siapkan penerbangan, kita kembali ke Indonesia."

"Ta-tapi t-tuan.."

"Lucas kau sudah bosan hidup?"

Pria yang di panggil Lucas di buat ketar ketir, semakin menundukkan kepalanya dalam. "B-baik tuan, ma-af atas ke lancangan sa-saya."

Lucas dengan terburu-buru keluar dari ruangan yang membuat nya sesak.

Tinggallah pemuda itu sendirian, tangannya mengepal erat di sisi tubuh, urat-urat lehernya menonjol, tatapannya menyorot dingin.

pemuda itu mengeluarkan handphone dari saku celananya, menatap lockscreen nya yang terdapat foto dua anak kecil.

Jarinya mengusap wajah seorang anak yang tersenyum lebar ke arah kamera, dengan boneka moomin yang berada di pelukannya.

Perlahan, tatapan yang tadinya menyorot dingin, berubah menjadi sendu.

"Sebentar lagi, dan semuanya akan berakhir. Maaf, aku meninggalkan dirimu sendirian di sana ... kau pasti sangat ketakutan kan, Avi?"

🐰🐾

"Baby, di mana kau kelinci nakal."

"Baby!.., Alvias."

Carlos, Rezvan, Edgar dan Liona sedang kelimpungan mencari Alvias.

Anak itu menghilang dari kamarnya, padahal sebelum mereka meninggalkan anak itu, masih tertidur dengan pulas. Dan saat mereka kembali, mereka di buat kelimpungan saat buntalan daging itu tidak ada di kamarnya.

"Liona, keluarkan Lion. Dia pasti bisa menemukan Alvias dengan mencium bau nya."

Liona melirik sekilas Edgar, "Aku sudah memulangkan dia tadi."

Edgar mengacak-acak rambutnya frustasi. "Tidak berguna, cari lagi sana." Mengibaskan tangannya seperti gerakan mengusir.

"Bajingan, tanpa kau suruh pun aku akan mencari nya." Liona menatap sinis kembaran nya.

Carlos dan Rezvan menatap mereka jengah, sudah kelewat biasa mereka melihat pertengkaran twins itu yang tidak tahu tempat dan situasi.

"Kita belum mengecek ke taman?" Tanya Rezvan.

"Benar juga, tunggu apalagi ayo ke sana."

Mereka berempat, berjalan beriringan menuju taman belakang. Saat tiba di sana, nihil mereka tidak menemukan keberadaan Alvias. Mereka sudah mencari ke setiap sudut pun tetap tidak ada.

Saat mereka akan meninggalkan taman itu, langkah mereka berhenti saat mendengar suara grasak-grusuk berasal dari semak-semak, di tambah suara cekikikan kecil dan ... geraman hewan?

Mereka yang penasaran berjalan berhati-hati mendekati semak-semak.

Saat tiba di sana, mereka tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya saat menemukan Alvias dan Lion yang berada di balik semak-semak itu dalam keadaan kotor.

Bagaimana tidak, wajah dan tangan Alvias di penuhi oleh cream dari cake tercampur dengan tanah, mulut yang masih tersumpal dengan pacifier.

Keadaan Lion pun tidak jauh berbeda, bulu yang biasanya selalu bersih itu, kini menjadi sangat kotor. Cream dan tanah memenuhi bulu-bulu halus kucing besar itu, dan anehnya singa itu tidak marah sama sekali?

Carlos menggeleng kan kepalanya tak habis pikir, pria itu menunduk menempatkan tangannya pada sisi kiri dan kanan ketiak Alvias, lalu mengangkat anak itu.

"Anak nakal, kami mencari mu kemana-mana dan ternyata kau ada di sini."

Alvias menatap Carlos polos, anak itu tertawa dan bertepuk tangan tanpa melepaskan pacifier dari mulutnya, merasa lucu.

Rezvan, Edgar dan Liona menatap horor pada Alvias. Anak itu benar-benar kotor, semua wajahnya di penuhi oleh cream.

Carlos menghela nafas berat, melihat bergantian antara Alvias dan Lion. Pria itu ganti menggendong Alvias ala koala.

"Liona, mandikan hewan kesayangan mu itu, dia sangat kotor .. sama seperti kelinci nakal ini." Carlos membawa masuk Alvias ke dalam, dan anak itu masih sempat-sempatnya menengok kebelakang dan melambaikan tangannya.

Membuat mereka terbengong melihat perilaku polos Alvias. Rezvan yang lebih dulu tersadar, ikut menyusul ayahnya masuk ke dalam.

Edgar menyenggol lengan Liona di samping tubuhnya, membuat gadis itu tersadar, dan menoleh padanya.

"Kau bilang Lion sudah di pulangkan, tapi ini apa?" Tangannya menunjuk pada Lion yang menjilati bulunya.

Saat Liona akan membalas ucapan Edgar, headphone nya tiba-tiba berdering. Wanita itu merogoh saku celana nya mengambil benda pipih itu lalu menggeser tombol hijau.

"No-nona maaf-kan kami, Lion ti-tiak ada di kandangnya. Dua penjaga yang di tempatkan d-di luar pintu kandangnya di temukan tewas.."

Liona mematikan sambungan telepon nya sepihak, wanita itu menepuk pelan pundak Edgar. "Kau tahu, sepertinya Lion ku menyukai anak itu. Dan.. aku pun sama, aku mulai menyukai nya dan ingin menjadi kan nya hanya milikku."

Gadis itu pergi dengan membawa Lion, meninggalkan Edgar yang terdiam membeku di sana.

Pria itu menunduk, tangannya terangkat menutupi sebagian dari wajahnya. "Ahh bagaimana ini~ aku juga menginginkan anak itu, hanya untuk diriku sendiri." Tatapan mata itu berkilat obsessi.

destroying the grooveWhere stories live. Discover now