4. Pada Pandangan Pertama

Start from the beginning
                                    

"Nggak, Git. Nanti aku bakal diomongin lebih parah gara-gara gak mau nyahutin mereka."

Terpaksa Anggit melepaskan Helena di sana. Helena menyuruh Anggit pergi ke kantin seorang diri saja dan dia akan menghadapi kakak kelasnya itu.

Helena berjalan cepat menemui kakak kelasnya yang tak lain adalah Eden menunggu di depan pintu kelas.

"Ekheem... capek aku teriak-teriak tadi."

"Maaf, Kak. Saya gak denger."

"Boleh nitip gak? Aku mau nitip makanan di kantin. Tela-tela sama es teh satu. Bentar- Gaees! Kalian mau nitip juga, gak?"

Belum juga bersuara, Helena dibuat terkejut saat Eden memanggil juga seluruh temannya untuk menitip makanan dengannya. Permintaan mereka sangat banyak dan membuat Helena kebingungan di keadaan mematungnya.

"Eh, jangan banyak-banyak dong! Kasihan adekku entar dia kesusahaan bawa makanannya." Eden melirik ke arah Helena yang tampak kecil itu sambil tersenyum lebar yang memaksa.

"Gak papa, Kak. Pesanannya sama semua kok." Helena hanya bisa tersenyum tipis di sana, merasa segan untuk membalas mereka.

"Makasih ya, Helena. Kembalian duitku itu ambil aja buat kamu."

Sambil menahan laparnya, Helena akhirnya berbalik seorang diri berjalan ke kantin untuk membeli makanan mereka lebih dulu. Ada perasaan kesal saat menerima semua pesanan, tapi Helena merasa takut untuk menolaknya.

Alhasil selama ia membelanjakan semua pesanan itu, Helena menyempatkan diri untuk makan terlebih dahulu di kantin. Ia tak peduli jika makanan itu datang terlambat, lagian urusan dirinya juga lebih penting saat ini.

Rasanya juga tak seberapa dengan sisa kembalian uang yang diberikan Eden sebagai upahnya.

Di hari yang sama itu, ada latihan tari yang sedang berlangsung setelah jam pulang sekolah. Helena bersama yang lain sedang bersiap-siap sambil memasang selendang mereka untuk latihan. Sayup-sayup dari luar ruangan terdengan rutukan suara Eden bersama seseorang seperti sedang menyinggungnya.

Mungkin temannya tak ada yang mendengarkan, tapi suara itu sangat jelas tertuju untuk Helena.

"Si Helena gak usah dimasukin ke tim deh. Lagian dia belum sumbangan juga buat beli properti. Kita gak bisa nalanginnya terus."

"Aku bakal ngomong sama dia."

Ada suara lain di tengah rutukan Eden itu, yaitu Vena yang beberapa kali pernah membela Helena di hadapan para temannya yang kerap membicarakan tentang dirinya.

Seketika raut wajahnya berubah menjadi datar keras, ia menahan rasa sakit akibat ucapan kakak kelasnya itu. Begitu Vena dan Eden memasuki ruang latihan di situ Helena hanya bisa menunduk dan lebih banyak diam dibandingkan biasanya.

Apa ia benar-benar tak selayak itu untuk menari di atas panggung bersama yang lain?

Langkah kaki Helena terhenti saat memori lama itu menyentak kembali pikirannya. Ia mendadak merinding mengingat semua itu. Kenangan buruk tentang seorang yang kembali ia temui setelah delapan tahun berlalu. Kini ia kembali disiksa karena ia harus menemui orang itu lagi.

Berada tak jauh darinya, Helena tiba-tiba dibuat terpaku saat melihat seseorang yang sedang berdiri dari dua ruang kelas di depannya. Ia buru-buru bersembunyi di balik pintu ruang kelasnya.

Siapa yang sangka akan bertemu lagi dengan sosok Wigandra itu. Pria yang dia intip tengah mengobrol dengan seorang perempuan selagi memakai setelan jas kerjanya.

into foreverWhere stories live. Discover now