8. Kenapa Kita Berteman

113 16 5
                                    

Sabtu pagi ini menjadi waktu yang paling Helena tunggu dalam satu minggu terakhir ini. Kapan lagi ia dapat beristirahat tenang tanpa adanya latihan untuk pertunjukan, walaupun masih harus latihan untuk ujian, setidaknya minggu kali ini ia dapat beristirahat tanpa harus keluar kamar.

Helena baru saja selesai mengeringkan rambutnya setelah keramas. Ia hendak bersantai di meja belajarnya sambil meminum teh melati hangat, sampai ketukan pintu kamarnya mengalihkan fokusnya segera.

CKLEK

Pintu kamarnya itu terbuka dan ada Danti yang muncul di balik sana. "Paket kamu nih." Ia masuk sambil menaruh kotak paket kecil di atas ranjang Helena.

Buru-buru Helena mengambilnya. Danti sempat penasaran dengan isian paketnya, namun Helena hanya terkekeh sambil berkata jika ini rahasia.

Kadang kala saat waktu luang seperti ini, Danti akan menghabiskan waktunya di kamar Helena sambil mengobrol ataupun bermain ponsel.

Ruangan sejenak menghening. Semuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing, sampai tak lama Danti memekik heboh setelah membaca sesuatu di ponselnya. "APA NIH!"

"Bu Ira minta tampil malam nanti!"

Bak petir di pagi hari yang tenang, Helena ikut heboh mendengarkannya. Biasanya tampil mendadak seperti ini pasti karena ada kunjungan dari pemilik akademi. Pak Dierja kerap meminta satu waktu kosong di malam hari untuk menonton penampilan balet di akademinya.

"Kita semua yang disuruh tampil!?" tanya Helena.

Danti sempat terdiam mencari nama mereka di daftar penari yang disebut. Tak ada nama Helena, tapi ada nama dirinya. "Gue disuruh tampil!" pekiknya.

Senang rasanya jika mengetahui Helena tak disuruh tampil malam ini. Kemungkinan siang ini Danti akan pergi ke akademi.

Di sela-sela temannya yang tengah mengeluhkan hari liburnya yang dirampok ini, Helena tiba-tiba teringat akan sesuatu. "Dan, kamu tahu nggak sama cucunya Pak Dierja?" bukanya.

"Siapa?"

"Azka."

Danti terdiam sesaat sebelum ia menoleh ke arah Helena. Mulutnya lantas menganga, ekspresinya menunjukkan ia tengah menemukan penemuan baru.

"Aku baru inget— kamu tahu Cecillia?" Danti bertanya balik.

Helena mengangguk. Ia berkenalan dengan perempuan itu beberapa hari lalu.

"Katanya dia calon tunangannya Azka," jelas Danti.

Sekarang giliran Helena yang merasa tertinggal dengan rumor ini. "Demi apa!?"

Danti menoleh terkejut, ia pikir temannya ini sudah tahu masalah tersebut, "Satu akademi juga udah pada tahu, Hel. Kamu nggak tahu apa kalau tiap malam Cecillia itu selalu dijemput sama Azka? Katanya Pak Dierja lagi nyari menantu, ya udah deh."

Mendengarnya membuat Helena merasa tertohok, bukan karena ia cemburu, tapi bisa-bisanya pria yang sudah hendak bertunangan itu malah mendekati perempuan lain. Dan Helena adalah korbannya. Azka jelas-jelas mendekatinya dengan embel-embel untuk berteman.

Melihat temannya yang masih terkejut itu, membuat Danti menerka, "Kamu suka sama Azka juga?"

"Mana ada!" Tentunya dibalas penolakan keras dari Helena.

Helena sadar diri. Apa tak ada perempuan lain di sekitarnya dibandingkan harus berdekatan dengan dirinya? Helena yang jelas-jelas bukan karyawannya, bahkan tak kenal dengannya sama sekali, malah Azka ingin mengajaknya berteman.

Paling juga main-main. Emang dia beneran mau temenan sama aku? Ya kali. Batin Helena mungkin berkata benar. Ia lantas berbalik meninggalkan obrolan ini.

into foreverWhere stories live. Discover now